MabesNews.com | Magelang – Warga desa Ringinputih Kecamatan Borobudur Kabupaten Magelang menggelar kenduri Songo Banyu Suran dengan mengelilingi desa Minggu (29/07/2024). Tradisi itu merupakan ungkapan rasa bersyurkur atas keberadaan sumber air sekaligus menjadi upaya pelestariannya.
Pada prosesi itu sembilan kendi atau tempat air dari tanah dibawa para perempuan berkebaya putih. Sedangkan pada barisan depan adalah pembawa payung pengapit kauman/ tokoh masyarakat yang juga berpakaian serba putih.
Air dalam kendi yang diarak berasal dari sembilan mata air di sembilan dusun diwilayah tersebut. Keberadaan air bagi warga Ringinputih sebagai simbol penyejuk dan kesuburan sehingga sangat diagungkan.
“Keyakinan masyarakat sini, masalah air mengandung sejarah sejak dahulu yang namanya air panguripan yang diambil dari dusun masing-masing,” kata Sesepuh Desa Ringinputih Gudji Adhi disela-sela kegiatan tersebut.
Ditambahkan Gudji, sedangkan sembilan tumpeng yang dibawa para laki-laki menjadi simbol kemakmuran dan rasa bersyukur warga atas hasil pertanian palawija dari alam.
Kirab sejauh dua kilometer ini mengelilingi desa, diiringi tembang sholawatan dan kesenian tradisional. Sepanjang yang dilewati warga berjajar menyaksikan kirab tersebut, sesekali gelak tawa pecah ketika aksi lucu tokoh wayang ponokawan Gareng dan Petruk.
“Kirab sembilan air itu mewujudkan agar warga masyarakat disini melestarikan sumber atau mata air yang ada di dusunnya masing masing agar tidak timbul kekeringan dikosumsi,” tegas Gudji.
Sebagai puncak tradisi yang digelar selama dua hari ini adalah kembul bejono atau makan bersama oleh warga dari aneka nasi tumpeng beserta lauk yang lebih dahulu digelar doa keselamatan oleh sesepuh desa.
Selain sebagai laku tradisi,Gelar Budaya kirab Songo Banyu Suran warga Riniginputih ini sekaligus menjadi wujud rasa bersyukur kepada Tuhan yang sekaligus sebagai upaya pelestarian sumber mata air diwilayah tersebut.
“Kirab ini menyambut bulan Sura atau pergantian Tahun Baru Islam Hijriyah yang menjadi moment evaluasi diri kehidupan satu tahun lalu agar kedepan lebih baik,” jelas Gudji Adhi sesepuh Desa Ringinputih.
Sementara itu Panitia Gelar budaya Desa Ringinputih Indarwati mengungkapkan rangkaian acara digelar selama dua hari Sabtu-Minggu (27-28/04) yang bertujuan nguri-uri (melestarikan) kebudayaan.
Selain itu, lanjut Indar, kegiatan ini juga menjadi sarana pembelajaran dan transformasi kebudayaan ke masyarakat luas dalam upaya memperkenalkan potensi yang ada di Desa Ringinputih dan terserap ke generasi penerus sehingga terus lestari.
Kegiatan ada lomba tumpeng anak anak, sebagai media pembelajaran budaya nenek moyang tentang hakikat perjalanan hidup makhluk, kemudian penampilan kesenian tari anak anak yang di ikuti semua sekolah di wilayah Ringinputih dan lainnya. Ditampilkan juga kesenian tradisional Sabdotomo, karawitan, kesenian jathilan, kemudian Pada Sabtu malam dilakukan ziarah ke makam pendiri desa yakni Mbah Rewas dan Mbah Banyak yang dilanjut prosesi punjung doa di Sendang Pule.
Indar menambahkan, pada Minggunya, ada kirab dilanjut grebeg tumpeng dan tari kolosal, penampilan Kubrosiswo, topeng ireng dayakan. Pada malam harinya digelar ceremoni dan ditutup dengan penampilan kesenian jathilan.
Hal itu menurut itu, sebagai upaya memperkenalkan kekayaan potensi yang ada di Desa Ringinputih seperti konservasi air, food heritage, kesenian, dan aneka permainan tradisional anak.
“Empat point itu yang kita angkat kemudian kita kemas menjadi (gelar budaya) seperti ini,” jelas Indar.