Transparansi dan Mekanisme E-Ticketing di Pelabuhan Sri Bintan Pura: Pertanyaan Publik yang Menuntut Kejelasan

MabesNews.com, Implementasi sistem e-ticketing di Pelabuhan Sri Bintan Pura kembali menjadi sorotan publik. Sejumlah pertanyaan muncul terkait dengan mekanisme pembagian, peruntukan, serta transparansi dalam pengelolaan dana jasa yang dibebankan kepada pengguna jasa pelabuhan.

Salah satu aspek yang menjadi perhatian adalah besaran uang jasa yang dikenakan, yaitu Rp1.500 untuk transaksi di bawah Rp100.000 dan Rp2.000 untuk transaksi di atas Rp100.000. Pertanyaan mendasar yang muncul adalah bagaimana mekanisme pengelolaan dana ini serta sejauh mana transparansi yang diberikan kepada publik.

Seorang jurnalis dari Tanjungpinang telah mencoba menghubungi pihak terkait untuk mendapatkan klarifikasi. Namun, jawaban yang diberikan masih terkesan normatif tanpa ada penjelasan detail mengenai tata kelola dana yang diperoleh dari sistem e-ticketing ini. Padahal, transparansi menjadi aspek penting dalam pelayanan publik, terutama dalam sektor transportasi yang melibatkan banyak pengguna jasa.

Tantangan transparansi dalam pengelolaan dana jasa masih menjadi isu krusial. Pelabuhan Sri Bintan Pura merupakan salah satu pelabuhan utama di Kepulauan Riau, yang melayani rute domestik dan internasional. Seiring dengan kemajuan teknologi, penerapan e-ticketing seharusnya membawa dampak positif dalam hal efisiensi dan akuntabilitas. Namun, tanpa adanya transparansi yang jelas, muncul pertanyaan dari masyarakat mengenai apakah sistem ini benar-benar tepat sasaran dan tepat guna.

Menurut regulasi yang ada, pengelolaan dana publik, terutama yang bersumber dari tarif jasa, seharusnya memiliki mekanisme yang transparan. Masyarakat berhak mengetahui bagaimana dana tersebut digunakan—apakah untuk peningkatan fasilitas, pemeliharaan, atau justru mengalir ke pos-pos yang tidak terpublikasikan dengan jelas.

Selain masalah biaya jasa, muncul pula pertanyaan terkait dengan istilah “hadiah” yang disebutkan dalam sistem e-ticketing ini. Apakah hadiah tersebut merupakan bentuk insentif bagi pengguna, operator, atau ada skema tertentu yang belum dijelaskan kepada publik? Hal ini perlu diperjelas agar tidak menimbulkan spekulasi di kalangan masyarakat dan pengguna jasa pelabuhan.

Ketika dimintai konfirmasi, seorang perwakilan dari Pelindo menyatakan bahwa masalah biaya layanan bukan ranah mereka. Pernyataan ini menimbulkan tanda tanya lebih lanjut mengenai siapa sebenarnya pihak yang berwenang dalam mengatur dan mengelola dana jasa yang terkumpul dari sistem e-ticketing ini. Jika bukan Pelindo, maka entitas mana yang bertanggung jawab, dan bagaimana mekanisme pelaporan keuangannya?

Keberadaan sistem e-ticketing seharusnya menjadi solusi untuk meningkatkan efisiensi, meminimalkan kebocoran dana, serta memberikan kenyamanan bagi pengguna jasa pelabuhan. Namun, jika aspek transparansi masih menjadi masalah, maka kepercayaan publik terhadap sistem ini bisa tergerus.

Dalam konteks pelayanan publik, transparansi bukan hanya sekadar kewajiban, tetapi juga hak masyarakat untuk mengetahui bagaimana dana yang mereka bayarkan dikelola dan digunakan. Jika ada ketidaksesuaian dalam mekanisme pengelolaan, maka evaluasi dan perbaikan harus segera dilakukan.

Sebagai pelabuhan strategis di Kepulauan Riau, Pelabuhan Sri Bintan Pura memiliki peran penting dalam konektivitas wilayah. Oleh karena itu, pengelolaan keuangan dan sistem tiket elektronik harus dilakukan dengan prinsip akuntabilitas, transparansi, dan profesionalisme agar dapat memberikan manfaat maksimal bagi semua pihak.

Publik masih menunggu jawaban jelas dari pihak pengelola terkait transparansi dalam sistem e-ticketing di Pelabuhan Sri Bintan Pura. Tanpa kejelasan mengenai mekanisme pembagian dana, peruntukan biaya jasa, serta aspek insentif yang disebut sebagai “hadiah,” maka wajar jika muncul pertanyaan besar mengenai akuntabilitas sistem ini.

Sudah saatnya pihak terkait membuka akses informasi yang lebih transparan agar kepercayaan masyarakat terhadap sistem digitalisasi layanan transportasi laut ini dapat terjaga. Jika tidak, maka kritik dan tuntutan atas kejelasan pengelolaan dana akan terus bermunculan.(ARF).