Tradisi Berbalas Pantun dalam Pesta Pernikahan Suku Melayu di Kota Batam, Provinsi Kepri

MabesNews.com, Tradisi berbalas pantun dalam pesta pernikahan suku Melayu merupakan salah satu warisan budaya yang sarat akan nilai estetika, sopan santun, dan kebijaksanaan. Di Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau, tradisi ini tidak hanya menjadi simbol identitas budaya masyarakat Melayu, tetapi juga menjadi media untuk menyampaikan pesan moral, rasa hormat, dan doa restu kepada kedua mempelai. Dalam konteks masyarakat modern, tradisi ini tetap bertahan sebagai bukti kekayaan budaya yang relevan di tengah arus globalisasi.

Berbalas Pantun sebagai Pilar Tradisi Pernikahan Melayu

Dalam adat pernikahan Melayu, berbalas pantun biasanya dilakukan pada beberapa tahapan acara, seperti prosesi meminang, akad nikah, hingga resepsi pernikahan. Pantun yang digunakan bukan sekadar rangkaian kata-kata indah, melainkan memiliki makna mendalam. Berbalas pantun menjadi ajang bagi kedua keluarga, baik pihak mempelai pria maupun wanita, untuk saling menghormati, menjalin keakraban, dan mengungkapkan harapan baik.

Sebagai contoh, saat prosesi akad nikah, keluarga mempelai pria biasanya akan mengungkapkan maksud kedatangan mereka melalui pantun:

“Hati gembira melangkah ke sini,

Datang berkunjung membawa rasa.

Kami hadir bersilaturahmi,

Mohon doa restu untuk keluarga.”

Keluarga mempelai wanita pun akan menjawab dengan balasan pantun yang penuh kehangatan:

“Pohon kelapa di pinggir tepi,

Buahnya jatuh di atas telaga.

Kami sambut dengan hati suci,

Semoga acara penuh berkah dan cinta.”

Nilai-Nilai Budaya dalam Tradisi Berbalas Pantun

Tradisi ini memuat berbagai nilai yang patut dilestarikan. Pertama, pantun mencerminkan kearifan lokal masyarakat Melayu yang menjunjung tinggi nilai sopan santun dalam komunikasi. Setiap bait pantun disusun dengan bahasa yang halus dan penuh penghormatan, mencerminkan kesantunan dalam adat istiadat Melayu.

Kedua, pantun juga menjadi media edukasi budaya. Melalui pantun, generasi muda diperkenalkan pada filosofi hidup masyarakat Melayu, seperti pentingnya menjaga keharmonisan, menghormati sesama, dan bersikap bijak dalam menghadapi kehidupan.

Ketiga, berbalas pantun menjadi sarana mempererat hubungan antar-keluarga. Dalam suasana penuh kehangatan, tradisi ini mampu menciptakan rasa kebersamaan dan saling pengertian antara kedua belah pihak.

Relevansi Berbalas Pantun di Era Modern

Di tengah arus modernisasi, tradisi berbalas pantun sering kali dianggap kuno dan tidak praktis. Namun, masyarakat Melayu di Kota Batam terus mempertahankan tradisi ini sebagai bentuk penghormatan terhadap budaya leluhur. Beberapa kelompok budaya bahkan berusaha mengembangkan kreativitas dalam berbalas pantun dengan menyesuaikan tema pantun sesuai dengan konteks kekinian, seperti menyisipkan humor atau pesan-pesan sosial yang relevan.

Selain itu, teknologi juga dimanfaatkan untuk melestarikan tradisi ini. Melalui media sosial, komunitas budaya Melayu di Batam sering mengunggah video berbalas pantun dalam acara pernikahan, sehingga tradisi ini dapat dikenal lebih luas dan diapresiasi oleh masyarakat dari berbagai latar belakang.

Upaya Pelestarian Tradisi Berbalas Pantun

Untuk menjaga keberlanjutan tradisi ini, berbagai upaya perlu dilakukan, baik oleh masyarakat maupun pemerintah daerah. Pertama, pendidikan budaya Melayu dapat dimasukkan dalam kurikulum sekolah, khususnya di Provinsi Kepulauan Riau, sehingga generasi muda dapat mengenal dan mencintai warisan budaya mereka sejak dini.

Kedua, penyelenggaraan lomba berbalas pantun secara rutin dapat menjadi cara efektif untuk melibatkan generasi muda dalam tradisi ini. Lomba ini tidak hanya berfungsi sebagai ajang hiburan, tetapi juga sebagai media untuk memperkenalkan keindahan pantun kepada khalayak luas.

Ketiga, pemerintah daerah dan komunitas budaya dapat bekerja sama dalam mendokumentasikan tradisi berbalas pantun, baik melalui penerbitan buku, pembuatan film dokumenter, maupun pengarsipan digital.

Kesimpulan

Tradisi berbalas pantun dalam pesta pernikahan suku Melayu di Kota Batam adalah simbol kebesaran budaya yang mengajarkan nilai-nilai luhur kepada masyarakat. Di tengah tantangan globalisasi, tradisi ini tetap relevan karena mampu beradaptasi dengan perkembangan zaman. Dengan upaya pelestarian yang konsisten, tradisi berbalas pantun dapat terus hidup dan menjadi kebanggaan masyarakat Melayu, tidak hanya di Batam, tetapi juga di seluruh Nusantara.

Berbalas pantun bukan sekadar kata-kata, melainkan pesan dari hati yang melintasi zaman, mempererat silaturahmi, dan mengabadikan nilai-nilai kearifan lokal.

Oleh: Nursalim Tinggi Turatea,

Peneliti Bahasa dan Budaya