Mabesnews.com, Jakarta – Sepanjang tahun ini pasar dibayangi beberapa faktor seperti ke tidakpastian arah suku bunga Bank Sentral The Fed Amerika Serikat kejutan jatuhnya beberapa perbankan di AS serta kekhawatiran resesi ekonomi.
Positifnya, The Fed diperkirakan sudah mencapai puncak suku bunganya dirapat Mei lalu sehingga mengurangi faktor ketidakpastian bagi pasar. Namun dalam jangka pendek masih terdapat ketidakpastian terkait kondisi perbankan regional AS dan pelemahan ekonomi lebih lanjut menyebabkan volatilitas di pasar.
Hal itu diungkapkan Samuel Kesuma, CFA-Senior Portofolio Manager, Equity PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI) saat menjadi narasumber pada Seeking Alfha, di Jakarta, medio Mei 2023.
Lantas bagaimana dampak resesi ekonomi terhadap pasar saham?
Samuel Kesuma memaparkan resesi ekonomi biasanya disebabkan kejadian tidak terduga seperti perang, lonjakan harga komoditas, gagalnya sistem finansial, atau pandemi yang menyebabkan tekanan negatif bagi ekonomi dan pasar finansial
Namun berbeda dengan episode resesi se belumnya yang cenderung mengejutkan, kali ini menurut dia pasar secara bertahap sudah memperhitungkan terjadinya resesi. Ini terlihat dari pelemahan indeks S&P 500 yang sudah turun sebesar 19% di 2022.
Harapannya adalah dengan pasar yang sudah memperkirakan kondisi resesi dari tahun lalu, maka risiko pelemahan pasar lebih lanjut di tahun ini dapat lebih terbatas.
Samuel menyebutkan faktor lain yang menjadi dukungan bagi pasar adalah harapan bahwa resesi yang terjadi resesi ringan. Sektor tenaga kerja AS yang resilien dan excess saving masyarakat AS dari periode pandemi lalu dapat menjadi bantalan.
“Hal ini menopang tingkat konsumsi. Riset JPMorgan mengindikasikan masih terda pat excess saving USD900 miliar di masya rakat AS, dari stimulus dan tabungan yang me ningkat ketika pandemi,” ujarnya
Kawasan Asia umumnya dipandang rentan terhadap kondisi pelemahan ekonomi AS. Bagaimana Anda memandang risiko ini?
Samuel mengatakan secara historis Asia memang dapat terdampak pelemahan eko nomi di Amerika, baik dari sisi perdagangan yang melemah maupun dari sisi arus dana di pasar finansial.
“Namun kali ini kami melihat kondisi yang berbeda di Asia, di mana ekspektasi per tum buhan ekonomi Asia diperkirakan tetap re silien. Pembukaan ekonomi pasca lock down Covid menjadi faktor yang mendukung ekonomi domestik di kawasan Asia,”imbuh Samuel
Bahkan baru-baru ini lanjut dia dana Moneter Internasional atau IMF merevisi naik proyeksi ekonomi Asia men jadi 4,6% di 2023 (se belumnya 4,3%) didorong pemulihan ekonomi China lebih baik dari ekspektasi dan ekonomi India yang resilien.
Samuel mengatakan daya tarik Asia juga didukung tren pelemahan USD seiring dengan eks pektasi The Fed sudah mendekati siklus puncak suku bunga dan ekspektasi pelema han ekonomi di kawasan negara maju.
Hal ini lanjut Samuel menjadikan kawasan Asia relatif lebih menarik. Sepanjang tahun ini arus dana asing ke pasar saham Asia tetap positif, mengindi kasikan pandangan investor yang konstruktif terhadap Asia. (bachtiar adamy)