MabesNews.com, Bintan, 4 Januari 2025 – Aktivitas penimbunan lahan mangrove di kawasan Tokojo, Kijang Kota, Kabupaten Bintan, kembali menjadi perhatian publik. Lokasi yang kini tengah ditimbun dengan tanah ini diduga akan digunakan untuk pembangunan sebuah fasilitas. Namun, tujuan dan keberuntukan pembangunan tersebut hingga saat ini masih menjadi misteri.
Berdasarkan hasil survei lapangan, penimbunan lahan mangrove tersebut telah berlangsung cukup lama. Seorang penjaga yang bertugas menghitung jumlah lori pengangkut tanah yang masuk ke lokasi mengungkapkan bahwa proyek ini diduga milik seseorang yang dikenal dengan panggilan “Kambing.” Informasi lain yang diperoleh menyebutkan bahwa pemilik sesungguhnya bernama Akuang, dan terdapat spekulasi bahwa lahan tersebut akan digunakan untuk pembangunan sebuah sekolah.
Namun, ketika tim kami mencoba memvalidasi informasi ini, baik pihak terkait maupun pihak yang berada di lokasi cenderung tertutup. Mereka enggan memberikan informasi lebih lanjut terkait status kepemilikan, izin penimbunan, maupun tujuan pembangunan di atas lahan yang secara ekosistem memiliki nilai penting tersebut.
Mangrove: Ekosistem Penting yang Terancam
Mangrove merupakan salah satu ekosistem yang sangat penting, tidak hanya bagi lingkungan, tetapi juga bagi kehidupan masyarakat pesisir. Lahan mangrove berfungsi sebagai penahan abrasi, penyaring limbah, serta habitat bagi berbagai flora dan fauna. Penimbunan mangrove tanpa izin yang jelas dapat merusak ekosistem ini dan menimbulkan dampak lingkungan yang sulit diperbaiki.
Menurut aturan hukum di Indonesia, penimbunan atau pengalihfungsian kawasan mangrove harus mendapatkan izin dari instansi yang berwenang, seperti Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) atau pemerintah daerah setempat. Hingga saat ini, belum ada informasi resmi terkait siapa yang memberikan izin atas aktivitas tersebut, atau apakah aktivitas ini memiliki dasar hukum yang sah.
Tuntutan Penegakan Hukum
Kondisi ini menimbulkan tanda tanya besar yang memerlukan perhatian serius dari Aparat Penegak Hukum (APH) terkait. Aktivitas penimbunan ini tidak hanya berpotensi melanggar hukum, tetapi juga mengancam kelestarian lingkungan yang sudah mulai kritis.
Para aktivis lingkungan mendesak pemerintah untuk segera mengambil tindakan tegas. Mereka meminta APH untuk mengusut tuntas kasus ini, mulai dari pemilik proyek, asal izin, hingga tujuan akhir dari aktivitas penimbunan tersebut. Jika ditemukan pelanggaran, maka sanksi tegas harus diberikan kepada pihak yang bertanggung jawab.
Lokasi Strategis dengan Risiko Tinggi
Tokojo, Kijang Kota, merupakan kawasan yang strategis di Bintan. Namun, dengan adanya aktivitas seperti ini, kawasan tersebut berisiko kehilangan nilai ekologisnya. Penimbunan lahan mangrove di Tokojo dapat menjadi preseden buruk bagi upaya pelestarian lingkungan di daerah lain di Bintan dan sekitarnya.
Harapan untuk Transparansi dan Kepastian
Masyarakat sekitar berharap pemerintah segera memberikan klarifikasi terkait aktivitas ini. Selain itu, mereka mendesak adanya transparansi dalam perizinan dan pengelolaan kawasan mangrove, sehingga kelestarian lingkungan tetap terjaga dan pembangunan berjalan sesuai dengan aturan yang berlaku.
Penimbunan lahan mangrove di Tokojo, Kijang Kota, bukan hanya persoalan lingkungan, tetapi juga ujian bagi penegakan hukum dan tata kelola pembangunan di Kabupaten Bintan. Semua pihak harus bersinergi untuk memastikan bahwa pembangunan dilakukan secara bertanggung jawab, tanpa mengorbankan ekosistem yang menjadi penopang kehidupan.
Laporan ini diharapkan dapat menjadi pemantik untuk segera dilakukannya investigasi mendalam oleh pihak-pihak terkait demi menjaga kelestarian lingkungan dan memastikan pembangunan berkelanjutan di Bintan. (ARF)