MabesNews.com, Kepri, Januari 2025 – Polemik terkait aktivitas penimbunan lahan di wilayah Kepulauan Riau (Kepri) kembali mencuat ke permukaan. Hal ini bermula dari pemberitaan mengenai dugaan aktivitas penimbunan tanpa izin yang menuai perhatian publik. Wartawan yang mencoba menggali fakta di lapangan menemui sejumlah hambatan dalam memperoleh klarifikasi yang lengkap dari pihak-pihak terkait.
Dalam komunikasi terbaru, seorang pengurus administrasi yang bernama Pak Iwan, yang mengaku mewakili pihak terkait, memberikan penjelasan seputar alasan di balik penimbunan tersebut. Menurut Pak Iwan, aktivitas penimbunan itu dilakukan untuk mencegah air masuk ke kawasan tersebut, terutama di saat curah hujan tinggi. “Timbunan ini sudah lama dilakukan. Ini sebagai langkah antisipasi supaya air tidak naik,” jelasnya.
Namun, ketika ditanya lebih lanjut mengenai waktu pasti penimbunan dan apakah kawasan tersebut sebelumnya pernah mengalami masalah serupa, Pak Iwan tampak kesulitan memberikan jawaban yang konkret. “Ayolah, Bang, kita duduk bersama saja,” ujarnya, mengajak wartawan untuk berdiskusi lebih lanjut tanpa memberikan rincian yang memadai.
Keabsahan Dokumen Izin yang Dipertanyakan
Pak Iwan juga menyebut bahwa dokumen-dokumen terkait penimbunan lahan telah tervalidasi oleh pihak Kehutanan di Pekanbaru. Namun, pernyataan ini menimbulkan pertanyaan baru. Mengapa validasi dilakukan di Pekanbaru, sementara kawasan tersebut berada di wilayah administratif Kepri yang memiliki instansi kehutanan sendiri, seperti di Tanjungpinang atau Bintan?
“Memangnya tidak ada Kehutanan di Tanjungpinang atau Kepri? Mengapa harus ke Pekanbaru?” tanya salah seorang wartawan dalam percakapan tersebut. Sayangnya, pertanyaan ini tidak mendapatkan jawaban yang memadai dari Pak Iwan, yang hanya menyebut bahwa dokumen-dokumen tersebut telah melalui proses di tingkat kehutanan Pekanbaru.
Berita Acara dan Status Hukum
Lebih lanjut, Pak Iwan menyatakan bahwa kasus ini pernah dibahas di Polres setempat dan menyebutkan adanya berita acara sebagai bukti penyelesaian. Namun, ketika diminta untuk menunjukkan dokumen berita acara tersebut, ia kembali gagal memberikan kejelasan. “Kalau memang sudah selesai, tunjukkan bukti-buktinya. Ini penting supaya semuanya clear and clean,” tegas salah satu wartawan.
Sebagai pewarta, tim media tentu berupaya menyajikan informasi yang berimbang. Oleh karena itu, wartawan berharap dapat mendengar langsung pernyataan dari pemilik lahan atau pihak lain yang terlibat dalam aktivitas penimbunan ini. Hal ini penting untuk memastikan bahwa semua pihak mendapatkan kesempatan yang adil dalam menyampaikan klarifikasi mereka.
Dukungan Publik terhadap Transparansi
Kasus seperti ini tidak hanya menjadi perhatian wartawan, tetapi juga masyarakat luas. Publik berharap agar setiap aktivitas yang berkaitan dengan pengelolaan lahan di wilayah Kepri dapat dilakukan secara transparan dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Selain itu, masyarakat juga ingin memastikan bahwa kegiatan semacam ini tidak berdampak negatif pada lingkungan, termasuk risiko banjir atau kerusakan ekosistem.
Menunggu Kejelasan Pihak Terkait
Hingga berita ini diturunkan, belum ada keterangan resmi dari pemilik lahan atau instansi terkait yang mengurus izin penimbunan tersebut. Wartawan terus berupaya menggali fakta untuk memberikan pemberitaan yang berimbang dan akurat kepada masyarakat. Klarifikasi dari semua pihak yang terlibat sangat dibutuhkan agar polemik ini dapat diselesaikan dengan baik dan tidak menimbulkan kesalahpahaman lebih lanjut.
Dalam dunia jurnalistik, transparansi dan akuntabilitas adalah kunci utama dalam menyampaikan informasi kepada publik. Semoga kasus ini dapat segera menemukan titik terang dan menjadi pembelajaran bagi semua pihak dalam menjaga integritas pengelolaan lahan di wilayah Kepulauan Riau.