Pembangunan Pelabuhan Kuning Terancam Tertunda: Ketegasan Pemerintah Dibutuhkan untuk Menyelesaikan Konflik Masyarakat

MabesNews.com, Tanjungpinang – Ketegangan sosial di Tanjungpinang terkait rencana pembangunan Pelabuhan Kuning semakin memuncak. Dalam koordinasi yang berlangsung pada 8 Januari 2025, sebagai lanjutan dari rapat dengar pendapat (RDP) yang dilaksanakan pada 6 Januari 2025, berbagai pihak—termasuk Ketua DPRD Provinsi Kepulauan Riau, Walikota Tanjungpinang terpilih, serta lembaga adat Melayu—menyampaikan pendapat mereka terkait status dan keberlanjutan proyek pelabuhan tersebut. Meskipun pertemuan ini menghasilkan kesepakatan bahwa Pelabuhan Kuning akan dipertahankan dengan anggaran yang direncanakan pada tahun 2026, berbagai masalah dan ketegangan sosial terus mengancam kelangsungan proyek ini.

Gubernur Kepulauan Riau dalam pernyataannya menegaskan bahwa pemerintah hanya memfokuskan pada aspek keselamatan, tanpa memberikan solusi konkrit terkait konflik sosial yang terjadi di masyarakat. “Pelabuhan Kuning adalah aset Pemko Tanjungpinang. Kalau kami tutup, kami berikan alternatif, dan kami sudah menyediakannya,” ujar Gubernur dengan nada tegas. Namun, pernyataan tersebut justru menambah kebingungannya masyarakat yang merasa tidak diperhatikan dalam proses perencanaan ini.

Pembangunan Pelabuhan Kuning, yang diperkirakan membutuhkan dana sebesar 15 hingga 20 miliar rupiah, terancam tidak dapat terlaksana tanpa adanya komitmen nyata dari pemerintah daerah untuk mengamankan anggaran yang diperlukan. Kendala administratif dan kekurangan anggaran daerah yang dialami Pemprov Kepulauan Riau semakin memperburuk keadaan, dan hingga kini, upaya untuk memperoleh klarifikasi dari Kepala Dinas Perhubungan Provinsi Kepulauan Riau, Pak Junaedi, serta Walikota Tanjungpinang terpilih, Haji Lis Darmansyah, belum membuahkan hasil.

Sebagian masyarakat, khususnya yang berasal dari Pulau Penyengat, menuntut agar pemerintah segera memberikan penjelasan yang transparan mengenai masa depan Pelabuhan Kuning dan dampaknya terhadap kehidupan sosial dan ekonomi mereka. Lembaga adat Melayu yang hadir dalam pertemuan tersebut juga menekankan pentingnya pelibatan masyarakat dalam setiap keputusan yang diambil, dengan harapan tidak ada pihak yang merasa dirugikan.

Meski pemerintah menyatakan akan mencari sumber anggaran dari pusat untuk merealisasikan proyek ini, kenyataannya adalah tantangan besar yang dihadapi adalah koordinasi yang lemah antar lembaga dan kurangnya ketegasan dalam menangani konflik sosial. Pemerintah Provinsi dan Kota Tanjungpinang harus segera mengambil langkah nyata, bukan hanya sekedar janji atau harapan, agar proyek yang penting ini dapat terealisasi dan memberikan manfaat bagi masyarakat.

Apabila pemerintah tidak segera bertindak tegas untuk menyelesaikan masalah ini, maka Pelabuhan Kuning yang vital bagi jalur transportasi Tanjungpinang dan Pulau Penyengat akan terus berada dalam ketidakpastian, dan konflik sosial yang ada bisa semakin meruncing. Keputusan-keputusan yang diambil harus konkret dan mempertimbangkan kepentingan masyarakat tanpa menunda-nunda lagi. Pemerintah harus berani mengambil langkah berani demi kepentingan umum, bukan hanya menyandarkan harapan pada anggaran yang belum jelas keberadaannya.(ARF).