Menyoal Kedaulatan Tanah dan Patriotisme: Perspektif Grup Persatuan Muballigh Kota Batam

MabesNews.com, Diskusi dalam grup Persatuan Muballigh Kota Batam mengangkat berbagai persoalan terkait kedaulatan tanah, dominasi ekonomi, dan tantangan hoaks yang melanda bangsa ini. Beberapa pesan mencerminkan keresahan tentang lemahnya posisi pribumi dalam menghadapi dominasi asing, terutama terkait kepemilikan tanah dan bisnis di Batam.

Pesan dari Hasanudin, misalnya, menggambarkan kekhawatirannya terhadap dominasi kelompok tertentu yang dianggap kasar dan menjajah. Ia mempertanyakan mengapa pihak berwenang tidak mampu menangani persoalan ini dengan baik. Hal ini disambut oleh pandangan bahwa bangsa ini masih rentan terhadap hoaks, sehingga banyak hal yang perlu dibenahi, terutama dalam hal edukasi dan kesadaran.

Dalam sebuah pesan, disebutkan pentingnya memahami esensi ajaran agama, seperti anjuran membaca dan memahami firman Allah, bukan sekadar ritual atau hafalan. Pendidikan spiritual yang mendalam seharusnya memberikan inspirasi, bukan sekadar doktrin.

Sementara itu, Arief Setyawan menyoroti bagaimana hoaks sering kali dimanfaatkan oleh para pemimpin terdahulu sehingga masyarakat terbiasa menyebarkannya tanpa memverifikasi kebenarannya.

Terkait isu tanah, Hasanudin kembali menyatakan keprihatinannya atas konflik seperti di Rempang dan wilayah lain yang kerap dipagari tanpa penyelesaian yang jelas. Ia menilai bahwa tindakan pihak tertentu yang merebut tanah Indonesia sering kali tampak mudah, seolah cukup dengan memasang pagar untuk menguasai wilayah tanpa perlu senjata seperti di Palestina. Dalam pesan lainnya, ia mengajak pribumi untuk bergerak melawan cukong tanah dan mempertahankan kedaulatan NKRI.

Namun, pandangan pesimis juga muncul, seperti pernyataan Rasyid yang menyebut bahwa meski berbicara dengan pribumi, tetap saja peluang diberikan kepada kelompok asing. Nasir Darmawansyah menambahkan, perlu tindakan tegas seperti menangkap penyebar hoaks untuk menjaga stabilitas informasi di masyarakat.

Utrianto menyoroti ketimpangan kepemilikan di Batam, di mana toko, supermarket, hingga bangunan besar didominasi oleh kelompok asing. Ia menyimpulkan bahwa akar masalahnya adalah kurangnya persatuan di kalangan pribumi.

Di sisi lain, terdapat optimisme yang diungkapkan oleh anggota lain bahwa rasa patriotisme bangsa Indonesia masih kuat, terutama di kalangan TNI AL yang diyakini masih menjaga kedaulatan NKRI dengan baik. Namun, hal ini juga dipertanyakan oleh Hasanudin terkait mengapa pagar sepanjang 30,6 km bisa luput dari pengawasan, menunjukkan adanya celah dalam pengamanan kedaulatan wilayah.

Akhirnya, persoalan ini ditutup dengan refleksi bahwa penyelesaian isu tanah dan kedaulatan memerlukan langkah konkret dari semua pihak, termasuk pemerintah, aparat, dan masyarakat. Keterlibatan hukum, edukasi yang mendalam, dan pengawasan yang lebih ketat adalah kunci untuk mengatasi tantangan ini. Diskusi dalam grup ini menjadi gambaran nyata keresahan masyarakat Batam dan harapan mereka untuk masa depan yang lebih baik bagi pribumi dan kedaulatan Indonesia. (Nursalim Tinggi Turatea).