Mengenal Lebih Dekat Anto Narasoma, Penyair Dan Wartawan di Kota Palembang.

MabesNews.com, Palembang – Untuk bisa sukses Menjadi seorang Penyair, Penulis Cerpen, bermain peran bahkan menjadi Seorang Wartawan, tidaklah semudah membalikkan telapak tangan, butuh bakat, hobi dan pendalaman melalui waktu yang panjang, dan inilah yang dilakukan oleh seorang penyair yang memiliki bakat seabrek banyaknya, Dia adalah Anto Narasoma, yang saat ini dikenal banyak oleh masyarakat Kota Palembang.

Untuk mengenal lebih dekat Profile Anto Narasoma tersebut, Abdul Rosad S.Pd Korlapnas Media Mabes News.Com, melakukan pembicaraan lewat sambungan telepon seluler pada tanggal 2 Agustus 2024.

Dalam pembicaraan tersebut, Anto Narasoma, menceritakan sekilas kehidupannya di dunia seni hingga menjadi seorang Wartawan Surat Kabar Harian terkemuka di Kota Palembang.

Anto Narasoma lahir di Palembang pada tanggal 16 Juni 1960, sejak disekolah dasar, Anto sudah akrab dengan dunia sastra.

Setelah tamat SMA, Anto Narasoma bergabung dengan teater SAS Palembang, kemudian Teater Potlot Palembang, sebagai pekerja teater, dirinya sering ditunjuk sebagai penata musik dibeberapa kelompok teater dan pernah bermain peran dalam pertunjukkan drama.

Beberapa hasil karya berupa cerita pendek, puisi, artikel, telah dimuat dibeberapa media cetakan, baik terbitan daerah maupun pusat diantara Karya puisi yang pernah dimuat di Media berjudul Ghirah(1992), Bahasa Angin(1994), Menghitung duka (1988), Empat wajah (2000) dan semangkuk embun (2005).

Pada tahun 1975 Anto Narasoma meraih pengakuan awal, ketika Cerpen yang ditulisnya berjudul “Air mata ibuku” dimuat di majalah Si Kunjung, dan pada edisi bulan berikutnya, dia juga berhasil mempublikasikan puisi puisinya yang berjudul “Miskin” dan “Sepatu Bolong” di Majalah yang sama.

Ditahun 1976, Anto Narasoma bergabung dengan Sanggar Seni Kenari putih asuhan Chaidir Tanjung, dan melalui sanggar itu, dia mendapatkan kesempatan untuk berperan di Sandiwara televisi berjudul ” Tambun Pamenan ” yang ditayangkan oleh TVRI Stasiun Palembang.

Di Tahun 1977, Anto Narasoma, kembali terlibat dalam pengharapan cerita Minang berjudul ” Datuak Bulu Basi ” bersama Sanggar Kenari Putih, yang disiarkan di TVRI Palembang.

Di tahun yang sama, dia juga menciptakan Antologi Puisi tunggal dengan Judul ” Bias Bias Hidup ” dalam bentuk manuskrip dan ditahun itu pula, Anto Narasoma bergabung dengan Teater Kridayana bersama Anwar Putra Bayu dan Suharno Manaf, dan selama setahun, Anto mendalami dunia teater sambil mengembangkan kemampuan menulisnya.

Ditahun 1978 Anto Narasoma bersama rekan rekannya membentuk teater SAS (Sabda Angin Selatan), dan ditahun 1981, mereka mempertunjukkan pementasan di Gedung Taman Budaya Sriwijaya, dengan lakon berjudul ” Dokter Gadungan “.

Anto Narasoma, terus menoreh prestasi dalam dunia Teater, ditahun 1985, dia memerankan berjudul “Raden Fatah” karya Robin Surawidjaya di Pelataran Musium Sultan Mahmud Badarudin II.

Pada tahun 1986, Anto bersama Teater Potlot mementaskan suatu cerita drama berjudul ” Wong-Wong” karya Anwar Putra Bayu dan dipentaskan dalam Festival yang diselenggarakan oleh Badan Koordinasi Teater Sumatera Selatan (BKTS) di Lubuk Linggau, dan ditahun 1988, dirinya menjadi penata musik teater dalam pementasan ” Jakarta Tarub ” di Auditorium RRI Palembang.

Sejak tahun 1997, Anto Narasoma bekerja sebagai Wartawan Surat Kabar Harian Sumatera Ekspres Palembang, dan sejak itu, dirinya beralih fokus kedunia tulis menulis.

Saat ini, Anto Narasoma, seringkali diminta sebagai pembicara diberbagai tempat, dia juga sering menjadi Juri Lomba Baca Puisi diberbagai ajang lomba seni dan sastra, diantaranya di Balai Bahasa Palembang, Dinas Pendidikan Nasional Sumatera Selatan, disekolah sekolah dan Perguruan Tinggi.

” Sampai saat ini, saya masih aktif sebagai pembicara di sebagai tempat, dan juga jadi Juri lomba sastra dan seni ” ujarnya.

Diakhir Pembicaraan, Anto Narasoma menghimbau kepada seluruh Generasi muda, untuk mencintai Budaya Indonesia melalui berbagai seni dan sastra.

” Kalau bukan sekarang, Kapan lagi, dan kalau bukan kita yang mengangkat budaya, Seni dan sastra Indonesia, maka Siapa lagi, Oleh karena itu, mari kita cintai budaya bangsa, Kita cintai Karya Sastra dan tunjukan bakat Senimu ” ungkapnya diujung telepon.

 

 

Abdul Rosad