MabesNews.com, Pasca pecahnya rezim orde baru pers diberikan ruang kebebasan untuk menjadi garda terdepan dalam pemberitaan. Pengesahan UU No 40/1999 menegaskan keberadaan kemerdekaan pers. UU pers tidak lagi mengenal Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP). Siapa saja bisa menerbitkan pers asal punya modal dan badan hukum. Kini lembaga pers berkembang pesat, bukan hanya di pusat tapi menjalar hingga ke daerah. Salah satu fungsi utama pers adalah menyampaikan informasi yang valid, akurat dan akuntabel agar memberikan pencerahan pada masyarakat, namun dalam perjalanannya banyak polemik. Tidak sedikit yang mengadu ke Dewan Pers terkait oknum jurnalis yg melanggar kode etik jurnalis dalam menuliskan berita.
Kasus yang paling sering ditemukan adalah banyak media pers yang tidak memahami kaidah-kaidah jurnalis sehingga mereka menulis tanpa memverifikasi kebenaran beritanya. Mereka menyiarkan berita dari keterangan satu orang tanpa melakukan verifikasi terhadap orang yang diberitakan. Beritanya sepihak dan berat sebelah dan orang yg bersangkutan tidak dimintai pendapatnya, versinya tidak dikemukakan.
Belum lagi jika media pers ditunggangi politik atau oknum jurnalis yang memiliki motif persoalan pribadi terhadap suatu lembaga ataupun personal, lalu ia memanfaatkan media pers untuk menyerang, maka sudah dipastikan berita yg dituliskan menjadi tidak objektif, tidak berimbang bahkan lebih cenderung menjatuhkan pihak lain.
Dalam uu pers no 17 disebutkan hak masyarakat untuk mengontrol pers salah satu caranya adalah menggunakan haknya sebagai warga negara untuk mengontrol pers dengan menggunakan Hak Jawab. Hak jawab ini diadukan ke Dewan Pers dan jika Dewan Pers menilai berita itu menghakimi orang maka media tersebut wajib meminta maaf dan memuat hak jawab sesuai pasal 10 kode etik jurnalis. Jika tidak mau orang yang dirugikan bisa menggunakan jalur hukum meminta denda Rp. 500 juta.
Dalam konteks ini lembaga pers harusnya memahami bahwa memaknai kebebasan pers bukan semena-mena dalam membuat pemberitaan tetapi kebebasan yang terikat. Ada hak asasi manusia yang harus dijaga, seperti disebutkan pada pasal 3 ” Wartawan indonesia menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan praduga tak bersalah.
(Samsul/Red)