Mantan Bupati Lahat Tiga Kali Mangkir, KPKN Desak Komisi Yudisial Awasi Persidangan

MabesNews.com, Jakarta – Kasus dugaan korupsi terkait Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi (IUP OP) PT Andalas Bara Sejahtera (ABS) di Sumatera Selatan terus menjadi sorotan.

Perkara ini bukan hanya merugikan negara secara finansial, tetapi juga menyebabkan kerusakan lingkungan yang signifikan serta mengkhianati kepercayaan rakyat terhadap penegakan hukum.

Ironisnya, proses hukum yang seharusnya berjalan tegas dan transparan, diduga diwarnai dengan kejanggalan.

Salah satunya adalah ketidakhadiran Mantan Bupati Lahat, SAR, yang telah tiga kali mangkir dari sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Palembang.

Ketidakhadiran SAR ini memicu kecurigaan publik bahwa ada upaya untuk menghindari proses hukum.

Menyikapi hal tersebut, LSM Komunitas Pemantau Korupsi Nusantara (KPK Nusantara), menggelar aksi di depan gedung Komisi Yudisial, Selasa (4/2/2025).

Koordinator Lapangan (Korlap), D. Erwin Susanto, dalam orasinya, menuntut agar penegakan hukum berjalan tanpa tebang pilih.

Ia mendesak agar langkah penjemputan paksa diterapkan kepada SAR.

“Jika rakyat kecil yang mangkir dari sidang bisa dijemput paksa, mengapa SAR tidak? Hukum harus berlaku sama untuk seluruh rakyat Indonesia,” tegas Erwin.

Erwin juga meminta Komisi Yudisial (KY) untuk melakukan pengawasan ketat terhadap jalannya persidangan.

Menurutnya, pengawasan dari KY sangat penting agar tidak ada permainan hukum yang merugikan rakyat dan menguntungkan pelaku korupsi.

“Kami mendesak Komisi Yudisial turun mengawasi jalannya persidangan secara langsung. Jangan sampai ada oknum yang mencederai hukum,” imbuhnya.

Aksi tersebut juga menyoroti ketidakadilan dalam penegakan hukum di Indonesia.

Masyarakat kecil yang melakukan pelanggaran kecil sering kali langsung ditangkap tanpa proses panjang.

Sebaliknya, pejabat yang terlibat kasus besar seperti dugaan korupsi justru bebas bergerak.

“Situasi ini membuat masyarakat melihat hukum sebagai alat yang tajam ke bawah, tetapi tumpul ke atas,” tambah Erwin.

Para peserta aksi menuntut agar SAR segera dijemput paksa jika kembali mangkir dari sidang.

Mereka berharap aparat penegak hukum menunjukkan keberpihakan kepada keadilan, bukan kepada kepentingan pribadi atau kelompok tertentu.

Kasus dugaan korupsi IUP PT ABS juga menimbulkan dampak lingkungan yang serius.

Aktivitas tambang yang dilakukan secara ilegal atau tidak sesuai aturan telah merusak ekosistem di sekitar lokasi tambang, mengancam kehidupan masyarakat, dan meninggalkan kerusakan permanen.

Talib Loilatu, salah seorang orator dalam aksi tersebut, menyebut tindakan korupsi di sektor pertambangan sebagai pengkhianatan terhadap amanat rakyat.

“Kasus ini bukan hanya tentang uang negara yang hilang, tetapi juga soal masa depan lingkungan dan kesejahteraan masyarakat yang dirampas,” kata Talib dengan tegas.

Talib menegaskan pentingnya pengawasan dari Komisi Yudisial agar proses hukum tidak diintervensi oleh pihak-pihak yang ingin melindungi pelaku.

Masyarakat berharap agar sidang kasus dugaan korupsi ini berjalan sesuai prosedur tanpa intervensi.

Keterlibatan Komisi Yudisial dalam mengawasi proses persidangan menjadi kunci agar kasus ini tidak berakhir tanpa keadilan.

“Komisi Yudisial jangan tutup mata. Jangan sampai terkesan ikut melindungi oknum tertentu,” pungkas Talib.

Dengan semakin besarnya perhatian publik terhadap kasus ini, langkah tegas dari aparat penegak hukum sangat dinantikan.

Proses hukum yang adil dan transparan adalah harapan semua pihak demi menjaga kepercayaan masyarakat terhadap sistem peradilan. (Tim Red)