Mabesnews com.Bulukumba – Pemenuhan gizi yang memadai adalah pondasi utama untuk membangun generasi yang sehat, cerdas, dan produktif. Namun, kenyataan pahit menunjukkan bahwa banyak keluarga di Indonesia masih terjebak dalam krisis pangan. Data dari Celios mengungkapkan, 49% keluarga kerap menghadapi kekurangan makanan di rumah, khususnya mereka yang hidup di bawah garis pendapatan Rp2 juta per bulan.
Program Makan Bergizi Gratis hadir sebagai salah satu upaya untuk mengatasi krisis tersebut. Namun, pelaksanaan program ini menuntut pengawasan ekstra ketat agar benar-benar berdampak positif bagi masyarakat rentan seperti anak-anak, ibu hamil, lansia, dan keluarga berpenghasilan rendah.
HMI: Pengawasan Lemah, Harapan Masyarakat Bisa Tergerus
Kader Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Bulukumba, Asdar, menegaskan bahwa program makanan bergizi gratis bukan hanya tentang menyediakan makanan, melainkan juga tentang membangun masa depan bangsa. Namun, ia mengingatkan bahwa berbagai tantangan, seperti potensi korupsi, distribusi buruk, dan kualitas makanan yang rendah, bisa merusak tujuan mulia ini.
“Ketakutan terbesar masyarakat bukan hanya pada kualitas makanan yang tidak layak, tetapi juga potensi korupsi dalam pelaksanaannya. Ini adalah masalah serius yang tidak boleh diabaikan,” tegas Asdar.
Laporan Celios juga mencatat bahwa meskipun 57% responden yakin program ini dapat mengurangi kelaparan, sebanyak 28% lainnya meragukan efektivitasnya. Tingkat kepercayaan masyarakat yang rendah terhadap transparansi dan akuntabilitas pemerintah semakin memperkuat desakan akan pengawasan yang lebih intensif.
Desakan untuk Pemerintah Daerah dan DPRD
HMI Cabang Bulukumba menyoroti peran vital pemerintah daerah dan DPRD dalam memastikan keberhasilan program ini. Asdar mendesak semua pihak, terutama anggota DPRD dari berbagai fraksi, untuk mengambil langkah konkret dalam mengawasi proses distribusi, kelayakan makanan, serta ketersediaan bahan baku.
“Kami tidak akan tinggal diam. HMI akan terus mendorong pengawasan yang ketat agar setiap rupiah yang dialokasikan benar-benar digunakan untuk masyarakat, bukan untuk kepentingan segelintir oknum,” ujarnya dengan nada tegas.
Lebih lanjut, Asdar juga menyoroti pentingnya mitigasi risiko logistik yang buruk, yang kerap menjadi alasan utama kegagalan distribusi bantuan di masa lalu. Menurutnya, pemerintah harus menciptakan mekanisme yang transparan, akuntabel, dan partisipatif agar program ini tidak hanya menjadi wacana, tetapi solusi nyata bagi masyarakat.
Momentum untuk Berubah
Program makan bergizi gratis adalah langkah strategis dalam membangun ketahanan pangan masyarakat. Namun, tanpa pengawasan yang serius dan komitmen penuh dari seluruh elemen, program ini berpotensi kehilangan arah dan tujuan.
“Harapan masyarakat ada di pundak pemerintah dan DPRD. Jangan sampai harapan ini dihancurkan oleh lemahnya pengawasan dan praktik korupsi. Ini saatnya kita membuktikan bahwa pemerintah hadir untuk rakyat,” pungkas Asdar dengan tegas.*