Listrik Tak Stabil Alat Elektronik Rusak, Bisakah Menggugat PLN?

Berita59 views

Jateng|MabesNews.comBantuan dan dukungan alat-alat elektronik dalam kehidupan rumah tangga sekarang ini menjadi sangat penting, khususnya di daerah maupun di perkotaan. Di sisi lain, peralatan elektronik tersebut membutuhkan listrik sebagai sumber energi dengan pasokan listrik secara konstan atau teratur (normal).

Sebagaimana yang dijelaskan dalam artikel Undang-Undang Ketenagalistrikan, di Indonesia, PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) (“PLN”) sebagai perpanjangan tangan dari negara yang merupakan pelaksana utama usaha penyediaan tenaga listrik, memegang hak untuk mendapatkan prioritas pertama (first right of refusal) dalam penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum.

Dilansir dari berbagai sumber, Hubungan antara PLN dengan pelanggan/konsumen didasarkan atas suatu perjanjian yang lazim disebut dengan Surat Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik (SPJBTL). Namun, pada umumnya masyarakat pelanggan PLN sudah banyak yang lupa isi perjanjiannya, dan bahkan surat perjanjiannya sudah hilang.

Pada dasarnya, keberadaan PLN sebagai perusahaan yang penyedia tenaga listrik diatur dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan (“UU Ketenagalistrikan”) yang sejumlah ketentuannya telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (“UU Cipta Kerja”). Selain di dalam SPJBTL, di dalam kedua undang-undang tersebut diatur mengenai hak, kewajiban dan sanksi baik bagi pelanggan/konsumen maupun kepada PLN sebagai penyedia tenaga listrik.

Dalam Pasal 42 angka 20 UU Cipta Kerja yang mengubah Pasal 29 ayat (1) UU Ketenagalistrikan disebutkan sebagai berikut:

(1) Konsumen berhak untuk:
mendapat pelayanan yang baik;
mendapat tenaga listrik secara terus-menerus dengan mutu dan keandalan yang baik;
memperoleh tenaga listrik yang menjadi haknya dengan harga yang wajar;
mendapat pelayanan untuk perbaikan apabila ada gangguan tenaga listrik; dan
mendapat ganti rugi apabila terjadi pemadaman yang diakibatkan kesalahan dan/atau kelalaian pengoperasian oleh pemegang perizinan Berusaha untuk penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum sesuai syarat yang diatur dalam perjanjian jual beli tenaga listrik.
Pasal tersebut menjelaskan bahwa konsumen/pelanggan berhak mendapatkan tenaga listrik dengan mutu dan keandalan yang baik dari penyedia tenaga listrik, atau PLN dalam kasus ini. Hal tersebut berarti, listrik yang didapatkan tidak mati hidup maupun turun naik (listrik yang normal atau stabil).

Sehingga, jika listrik yang disediakan tidak normal dan mengakibatkan rusaknya alat-alat elektronik, pelanggan berhak untuk menuntut ganti rugi kepada PLN, sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 19 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (“UU 8/1999”) yang berbunyi:

Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan.

Jika pihak PLN menolak untuk memberikan ganti rugi, maka pelanggan/konsumen dapat mengadukan hal ini kepada Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK). Berdasarkan Pasal 52 huruf e UU 8/1999, salah satu tugas dan kewenangan dari BPSK adalah menerima pengaduan baik tertulis maupun tidak tertulis dari konsumen tentang terjadinya pelanggaran terhadap perlindungan konsumen.

Selain itu, Anda juga dapat mengajukan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri berdasarkan Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUH Perdata”) yang menyatakan:

Tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk menggantikan kerugian tersebut.

Dikarenakan dalam kasus Anda terdapat pelanggaran undang-undang, dan hal tersebut mengakibatkan kerugian berupa rusaknya alat elektronik, maka unsur melanggar hukum dan membawa kerugian dalam Pasal 1365 KUH Perdata telah terpenuhi.

Namun, perlu dicatat, selain kedua unsur tersebut, sebagaimana yang dijelaskan dalam artikel Perbuatan melawan hukum, dalam gugatan Perbuatan Melawan Hukum (“PMH”) berdasarkan pasal di atas perlu dibuktikan juga unsur kesalahan yang dapat berupa kesengajaan maupun kealpaan (kelalaian) dari pihak PLN.