MabesNews.com, Diduga sudah banyak terjadi pencaplokan lahan milik orang lain telah berhasil dikuasai oleh H.Nasir diantaranya Murdi, Zaenap, Badrun, Rahim dan almarhum Haris Purnomo (yang sementara ini bergulir di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Palu, Provinsi Sulawesi Tengah).
Indikasi adanya dugaan praktik mafia tanah bisa dilihat dari kasus ahli waris keluarga Haris Purnomo, salah satu pemilik lahan di Desa Bahodopi, Kecamatan Bahodopi, Kabupaten Morowali, Provinsi Sulawesi Tengah yang saat ini kasusnya sedang ditangani PTUN Palu Sulteng, karena kerap didatangi pihak H.Nasir dengan mengintimidasi dengan dalih mereka memiliki SKPT.
Dalam percakapan melalui WhatsApp saat dimintai keterangan, membenarkan telah banyak terjadi pencaplokan lahan dengan modus utang-piutang dan anehnya dia bisa mendapatkan SKPT. Entah, dengan cara apa dia mendapatkannya?
Sumber salah seorang warga yang berdekatan lahan tersebut, mengakui sekitar tahun 1993, memang benar Haris Purnomo pernah tinggal dan menempati salah satu rumah dan lahan transmigrasi dan berniat pindah serta bermukim di Bahodopi.
Keseriusan beliau untuk bertempat tinggal di lahan tersebut ditunjukkan beliau dengan mengelola lahan cadangan persis disamping rumah beliau dengan menanam jambu mete (tentu saja dengan seizin KUPT Transmigrasi saat itu Bapak IR.Dasril Kitta).
Selain itu, beliau sudah memiliki rumah untuk tempat tinggal dengan cara barter kayu dengan salah satu warga transmigrasi sisipan berinisial I, bahkan semua anak-anak Haris Purnomo dipindahkan bersekolah di Desa Bahodopi, Kecamatan Bungku Selatan, Kabupaten Poso (saat itu sebelum pemekaran) Provinsi Sulawesi Tengah.
Beliau tetap bertempat tinggal di sana hingga akhir hayatnya dan menutup usia di Puskesmas Bungku, beliau meninggal tahun 1996.
Menurut salah satu ahli waris lahan kebun jambu mete juga tanah rumah yang ditempati mereka ini lah yang diklaim oleh keluarga H Nasir dengan alasan sudah punya bukti SKPT yang disinyalir didapatkan dengan proses yang tidak sesuai prosedur. Indikasi tersebut bisa dilihat dari tahun terbitnya SKPT yaitu tahun 2021.
No Surat : 593/224/BHDP/SKPT Vll/2021 Atas Nama : Hartati.
Nomor Surat : 593/225/BHDP/SKPT Vll/2021 Atas Nama : Hartati.
No Surat : 593/226/BHDP/SKPT VI/2021 Atas Nama : Indrawana.
Dikeluarkan oleh pemerintah desa Bahodopi dengan tanda tangan H Majid sebagai kepala desa. Sedangkan sesuai aturan DPRD, Bupati serta Pemerintah Desa Bahadopi baru diresmikan secara administratif pada tahun 2022. Artinya SKPT tersebut didapatkan dengan cara tidak sesuai hukum yang berlaku.
Saat ini pihak ahli waris masih menduduki lahan tersebut namun sering diteror atau diganggu atau lebih konkritnya diusir secara kasar oleh orang-orang urusan maupun keluarga H Nasir.
Sebelum mengajukan gugatan ke PTUN Palu menurut keterangan ahli waris yang dihubungi, sebenarnya sudah beberapa kali ada upaya mediasi dari pihak Kades Bahadopi saat ini, tapi upaya tersebut selalu menemui jalan buntu.
Dan yang jadi pertanyaan yang tidak terjawab sampai saat ini adalah alasan H Nasir mengklaim lahan tersebut sebagai miliknya. Disebabkan setiap kali pertemuan pernyataan H Nasir sering berubah.
Mediasi pertama dia mengatakan ayah kalian ada utang jadi semua lahannya saya sita. Mediasi berikutnya, alasan mengklaim lahan karena lahan tersebut sudah beli dari Haris Purnomo pada tahun 1998. Padahal nyatanya Haris Purnomo meninggal tahun 1996 pernyataan ini di depan Bakri, Kepala desa Bahodopi saat ini. Belakangan Haji Nasir mengklaim kalau lahan ini dia dapat dengan cara dia kelola langsung.
Karena mediasi selalu menemui jalan buntu, akhirnya kasus ini sampai berlarut-larut dan istri almarhum Haris Purnomo ibu Nurhayati yang sudah sepuh berusia 75 tahun sering mendapat panggilan baik dari oknum Polsek Bahadopi ataupun Polda Sulawesi Tengah untuk menyelesaikan urusan dengan H Nasir.
(Samsul)