Mabesnews.com |Aceh timur 1 febuari 2023 haul 32 Tgk Ahmat dewi di hadri Tgk Muhamad Yunus dalam kunjungan nya ke Dayah Kabupaten Aceh Timur yang di wakili dapil idi cut selaku putra asli idi cut dalam wancara nya .
pemberdayaan santri di Dinas terkait, harus di data ulang Dayah yg sudah lama harus di daftar lagi, tutur Tgk Muhamad Yunus dalam mengunjungi Dayah peninggalan pelopor Syariat Islam di bumi serambi Mekah yaitu Nangroe Aceh Dalam acara haul di hadiri muspika Darul, Camat azane SE dan mewakili Kapolsek Waka. banbinsa dan babinkatbanas darul aman dan dari kementerian agama dan
di hadri mantan walikota Langsa, dan alumni2 Dayah lain, dan di isi dengan tausiah oleh Muhammad Yusuf Ben Abdul wahab
Berbicara tentang Alm Tgk H.Ahmanullah atau yang lebih akrap di kenal oleh rakyat Aceh khususnya dan rakyat Indonesia umumnya yaitu Teungku Ahmad dewi di Idi cut tepatnya di Dusun bantayan di gampoeng keudee Kec.Darul aman Kab.Aceh timur.
sejarah beliau sering terulis namanya dengan Teungku al Haqir al Faqir Ahmad Dewi. Dari jalur ayahnya Teungku Muhammad Husen mengalir darah perjuangan dari ulama dan pejuang Aceh Teungku Chik Hasballah Meunasah Kumbang yang merupakan murid dari Teungku Chik Pantee Geulima, ulama yang hidup segenerasi dengan Teungku Chik Di Tiro. Sebenarnya nama Teungku Ahmad Dewi adalah Ahmadullah, namun karena kemiripan dengan wajah ibunya masyarakat memanggil beliau dengan panggilan Teungku Ahmad Dewi.
Kehadiran Teungku Ahmad Dewi dalam iklim pemberlakuan syariat Islam di Aceh memiliki arti penting, mengingat beliau yang mengawali pembentukan ‘team khusus’ yang disebut dengan Barisan Teuntra Merah disingkat BTM, terdiri dari para santrinya yang bertugas melakukan amar makruf nahi mungkar. Teungku Ahmad Dewi juga seorang alim yang mematangkan keilmuannya di berbagai dayah dan belajar dari para ulama kharismatik Aceh. Sehingga tidak mengherankan bila kemudian beliau tumbuh dan melanjutkan tradisi keilmuan dari kakeknya Abu Meunasah Kumbang yang terkenal dengan keberanian, keahlian ceramah, karena Abu Meunasah Kumbang adalah seorang ulama besar pada masanya.
Pada tahun 1964 dalam usia 13 tahun, Teungku Ahmad Dewi mulai belajar secara sungguh-sungguh kepada salah seorang ulama Aceh Abu Muhammad Thaib Matang Geutho Idi Cut, yang merupakan guru dari banyak ulama Aceh. Abu Muhammad Thaib Matang Geutho adalah ulama yang hidup segenerasi dengan Syekh Hanafiyah Abbas Teungku Abi, Abu Meunasah Kumbang, Abu Kruengkalee dan ulama lainnya. Di antara murid-murid Abu Muhammad Thaib Matang Geutho yang menjadi ulama adalah Abu Muhammad Seuriget, Abu Ibrahim Bardan Panton dan Teungku Ahmad Dewi. Ketika belajar di Dayah Darutthaibah Matang Geutho, beliau banyak dididik oleh pamannya yang bernama Teungku Muhammad Shaleh yang juga sebagai guru senior di Dayah Matang Geutho.
Setelah beberapa tahun di Dayah Matang Geutho Teungku Ahmad Dewi kemudian melanjutkan pengajiannya ke Dayah Teungku Sofyan Matang Kuli. Dalam beberapa tahun berikutnya beliau melanjutkan ke Dayah Abu Abdul Wahab Idi Cut. Pada rentang waktu itu, Teungku Ahmad Dewi berdakwah di pasar-pasar melalui metode ‘meukat ubat’. Perlahan namun pasti bakat oratornya makin kuat dan memikat para pendengar. Sehingga pada tahun 1973, beliau berjumpa dengan Abu Abdul Aziz Samalanga yang secara berkebetulan berkunjung ke Dayah muridnya Teungku Sofyan Matang Kuli dan beliau kemudian menjadi salah satu murid Abon Samalanga.
Semenjak tahun 1973, Teungku Ahmad Dewi muda menetap di Dayah Mudi Mesra Samalanga. Selama lebih kurang empat tahun beliau tekun belajar di Dayah Mudi Mesra Samalanga sehingga mengantarkannya menjadi seorang ulama yang mendalam ilmunya. Beliau disebutkan segenerasi dengan Abuya Nasir Waly, Abu Mudi Samalanga, Waled Nuruzzahri Samalanga dan ulama lainnya, adapun guru mereka adalah Abu Panton dan Abu Lueng Angen. Pada tahun 1977 Teungku Ahmad Dewi telah masyhur sebagai penceramah.
Yus