Oleh: Nursalim Turatea
Pendidik, Sastrawan, dan Penulis
MabesNews.com, Kemajuan teknologi digital dalam dunia pendidikan telah membawa perubahan besar yang menuntut kita untuk meninjau ulang cara mendidik generasi muda. Di satu sisi, digitalisasi memberikan akses luas terhadap informasi dan sumber belajar. Namun, di sisi lain, penggunaan teknologi digital secara berlebihan berdampak negatif pada kemampuan baca tulis anak-anak. Fenomena ini sangat memprihatinkan, terutama di Indonesia, di mana literasi adalah dasar penting dalam membangun karakter dan kecerdasan anak bangsa.
Dampak Digitalisasi pada Literasi Anak di Indonesia
Dalam beberapa tahun terakhir, digitalisasi telah mengubah pola pembelajaran di sekolah. Buku teks digantikan oleh tablet, sementara aplikasi daring menjadi media utama dalam proses belajar-mengajar. Akibatnya, minat anak terhadap kegiatan membaca dan menulis manual terus menurun.
Anak-anak lebih tertarik pada konten visual dan interaktif daripada membaca teks panjang. Mereka cenderung membaca secara cepat tanpa memahami isi secara mendalam. Keterampilan menulis juga mengalami kemunduran karena jarangnya mereka melatih ejaan, struktur kalimat, dan tata bahasa. Selain itu, perangkat digital memunculkan distraksi yang menghambat anak-anak untuk fokus dalam membangun kebiasaan literasi.
Kemunduran ini tidak hanya memengaruhi kemampuan akademik, tetapi juga merusak kreativitas dan daya kritis mereka. Anak-anak yang terbiasa dengan media digital cenderung mencari informasi instan tanpa proses analisis mendalam, sehingga kualitas pendidikan menjadi terancam.
Pengalaman Swedia: Kembali ke Akar Pendidikan Tradisional
Swedia adalah negara maju yang pernah menjadi pelopor penggunaan teknologi digital dalam pendidikan. Selama lebih dari satu dekade, mereka mengganti buku fisik dengan perangkat elektronik. Namun, hasilnya jauh dari yang diharapkan.
Penelitian di Swedia menunjukkan bahwa digitalisasi pendidikan tidak memberikan dampak positif yang signifikan. Sebaliknya, anak-anak mengalami penurunan keterampilan literasi dasar, termasuk kemampuan membaca, menulis, dan berhitung. Tidak hanya itu, anak-anak kehilangan keterampilan motorik halus akibat jarangnya mereka menulis tangan.
Akibatnya, pemerintah Swedia memutuskan untuk kembali menggunakan buku teks fisik dan metode tradisional dalam proses pembelajaran. Guru dilatih untuk mengedepankan pendekatan interaksi langsung, sementara penggunaan teknologi dibatasi. Langkah ini dilakukan untuk mengembalikan fokus pada kualitas pendidikan, yang sebelumnya terganggu oleh dominasi media digital.
Apa yang Bisa Dipelajari Indonesia?
Pengalaman Swedia memberikan pelajaran penting bagi Indonesia, yang saat ini berada di persimpangan antara adopsi teknologi digital dan pelestarian metode tradisional. Digitalisasi pendidikan di Indonesia harus dilakukan secara bijak agar tidak merusak fondasi literasi generasi muda.
Sistem tradisional seperti membaca buku fisik dan menulis tangan memberikan banyak manfaat. Membaca buku fisik membantu meningkatkan daya ingat, pemahaman, dan kemampuan analitis karena melibatkan proses kognitif yang lebih mendalam. Menulis tangan juga terbukti melatih koordinasi motorik halus, meningkatkan kreativitas, dan membangun fokus anak-anak.
Namun, ini bukan berarti teknologi harus ditinggalkan sepenuhnya. Sebaliknya, teknologi harus dimanfaatkan sebagai alat pendukung untuk melengkapi metode tradisional. Contohnya, media digital dapat digunakan untuk menyediakan sumber daya tambahan, sementara buku fisik tetap menjadi inti dari proses pembelajaran.
Kesimpulan: Mengembalikan Fokus pada Literasi
Teknologi digital dalam pendidikan tidak selalu menjadi solusi terbaik, terutama jika digunakan secara berlebihan. Pengalaman Swedia menunjukkan bahwa penting untuk mempertahankan tradisi literasi sambil memanfaatkan teknologi secara bijaksana.
Indonesia harus memprioritaskan pengembangan keterampilan literasi dengan pendekatan yang seimbang. Metode tradisional harus tetap menjadi dasar pendidikan, sementara teknologi digital berperan sebagai pelengkap. Dengan demikian, generasi muda tidak hanya akan memiliki kecerdasan teknologi, tetapi juga kemampuan baca tulis yang kuat serta karakter yang kokoh.
Masa depan bangsa sangat bergantung pada bagaimana kita mendidik anak-anak hari ini. Keseimbangan antara tradisi dan inovasi adalah kunci untuk menciptakan generasi yang cerdas, kreatif, dan berbudaya.