MabesNews.com, Tanjung Pinang, 29 Januari 2025 – Kerusakan lingkungan di Bintan terus berlanjut tanpa adanya tindakan tegas dari aparat penegak hukum maupun instansi terkait, seperti Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) serta Dinas Lingkungan Hidup (DLH). Padahal, berbagai laporan telah diajukan, namun respons yang diberikan masih jauh dari harapan.
Rasid, seorang pegiat lingkungan yang selama ini berjuang melawan pengrusakan ekosistem di Bintan, mengungkapkan bahwa penghancuran kawasan mangrove di wilayah tersebut diduga mendapat dukungan dari oknum-oknum berkepentingan. Ia menegaskan bahwa proyek ini bukanlah sekadar ekspansi pembangunan, tetapi ada kepentingan tersembunyi di baliknya.
Dugaan Keterlibatan Pengusaha dan Oknum Berpengaruh
Dugaan kuat muncul bahwa seorang pengusaha ternama berinisial “S” telah mengucurkan dana besar untuk proyek ini, meskipun pihaknya mengklaim mengalami kerugian. Namun, pertanyaannya, jika benar proyek tersebut merugi, mengapa masih terus berjalan? Apakah ada jaminan dari pihak-pihak tertentu yang membuat proyek ini tetap berlanjut meskipun dampak lingkungannya begitu besar?
Sumber yang enggan disebutkan namanya mengungkapkan bahwa ada kelompok tertentu yang membackup proyek ini. Namun, siapa yang sebenarnya berada di balik semua ini masih menjadi tanda tanya besar. Yang jelas, transparansi dalam hal ini sangat diperlukan, termasuk audit menyeluruh terhadap proyek yang mengancam keberlangsungan lingkungan hidup di Bintan.
Fenomena “Tokojo” dan Tembok 500 Meter
Salah satu hal yang mencuri perhatian publik adalah fenomena “Tokojo,” sebuah istilah yang kini ramai diperbincangkan di kalangan masyarakat Bintan. Informasi yang beredar menyebutkan bahwa telah dibangun tembok sepanjang 500 meter di kawasan tersebut, yang menimbulkan pertanyaan besar: Apa tujuan dari pembangunan tembok ini? Siapa yang menginisiasi proyek ini? Dan yang lebih penting, apakah pembangunan ini sudah melalui prosedur yang benar?
Keberadaan tembok sepanjang setengah kilometer ini dikhawatirkan akan berdampak negatif pada ekosistem setempat, terutama jika tidak ada kajian lingkungan yang memadai. Apalagi, tanpa adanya transparansi dari pemerintah daerah, berbagai spekulasi semakin berkembang di masyarakat.
Di Mana Peran Pemerintah Daerah?
Bupati Bintan kini menjadi sorotan publik. Banyak pihak mempertanyakan ke mana arah kebijakan pemerintah dalam menangani isu lingkungan yang kian kritis ini. Masyarakat menginginkan jawaban yang jelas: Apakah pemerintah daerah benar-benar peduli terhadap kelestarian lingkungan, atau justru membiarkan kerusakan terus terjadi demi kepentingan segelintir pihak?
Seharusnya, dalam kasus seperti ini, pemerintah daerah tidak boleh diam. DKP dan DLH wajib turun tangan, bukan hanya untuk melakukan investigasi, tetapi juga mengambil tindakan tegas terhadap pelaku perusakan lingkungan. Jika ada keterlibatan oknum dalam proyek ini, maka aparat penegak hukum harus bertindak cepat sebelum Bintan semakin rusak dan kehilangan ekosistem alaminya.
Seruan untuk Transparansi dan Tindakan Nyata
Kasus ini harus menjadi perhatian serius bagi semua pihak. Publik membutuhkan transparansi, terutama mengenai siapa yang berada di balik proyek ini dan bagaimana izin lingkungan dikeluarkan. Jika memang ada oknum yang membackup proyek ini, maka harus ada langkah hukum yang jelas untuk menghentikan praktik semacam ini.
Rasid dan para pegiat lingkungan lainnya terus menyuarakan perlawanan terhadap perusakan alam di Bintan. Namun, perjuangan mereka tidak akan berarti tanpa dukungan dari masyarakat dan tindakan nyata dari pemerintah serta aparat hukum.
Pulau Bintan adalah salah satu aset alam yang harus dijaga. Jangan biarkan kepentingan segelintir orang menghancurkan warisan lingkungan yang seharusnya bisa dinikmati oleh generasi mendatang. Transparansi dan tindakan nyata dari pemerintah serta aparat hukum adalah kunci untuk menghentikan kerusakan yang semakin meluas ini.