Ketum SPBI Nilai Penambahan Kursi Menteri Sesuatu yang lumrah dan dimungkinkan secara aturan UU

Mabesnews.com

Jakarta, Ketua Umum Solidaritas Pemersatu Bangsa Indonesia (SPBI) Dr. Iswadi, M.Pd menilai gagasan menambah jumlah Menteri dalam Kabinet Prabowo adalah sesuatu yang lumrah dan dimungkinkan secara aturan UU.

Terlebih, Presiden Prabowo akan mengakomodir semua kekuatan politik dan para capres-cawapres. Wajar saja jumlah menteri akan lebih banyak.

“Menurut pendapat saya, sampai 41 Kementerian masih Rasional kebutuhannya..Alumni Program Doktoral Manajemen Pendidikan Universitas Negeri Jakarta tersebut mengatakan Dalam konteks politik Indonesia, penambahan jumlah menteri dalam kabinet Prabowo dianggap sebagai langkah yang wajar dan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku,” ujar Dr. Iswadi, M.Pd, Kamis 8 Mei 2024.

Dirinya menyatakan bahwa gagasan ini adalah hal yang lumrah dan dimungkinkan secara aturan Undang-Undang.

“Ini merupakan bagian dari upaya Presiden Prabowo untuk mengakomodir semua kekuatan politik dan para calon presiden dan wakil presiden yang ada,” katanya.

Menurut Dr. Iswadi, penambahan jumlah menteri hingga 41 kementerian masih dalam batas yang rasional sesuai dengan kebutuhan. Pandangan ini mungkin didasarkan pada beberapa pertimbangan yang perlu dieksplorasi lebih lanjut.

“Pertama-tama, dalam konteks politik Indonesia, kabinet yang inklusif dan mewakili berbagai kepentingan politik dianggap penting untuk menciptakan stabilitas politik dan memperkuat legitimasi pemerintah,” katanya.

Dengan mengakomodir semua kekuatan politik utama, Presiden Prabowo berusaha untuk membangun kabinet yang mencerminkan pluralitas politik yang ada di negara tersebut.

Kedua, penambahan jumlah menteri juga dapat dipandang sebagai upaya untuk memperluas cakupan dan fokus kerja pemerintah.

“Dengan memiliki lebih banyak kementerian, pemerintah dapat lebih efektif dalam menangani berbagai isu dan tantangan yang kompleks, termasuk pembangunan ekonomi, pembangunan infrastruktur, kesejahteraan sosial, dan perlindungan lingkungan,” katanya lagi.Namun, pandangan ini juga dapat menimbulkan beberapa pertanyaan dan kritik. Pertama-tama, penambahan jumlah menteri bisa menjadi beban tambahan bagi anggaran negara, mengingat setiap kementerian memerlukan dana untuk operasional dan program-programnya.

Hal ini mengharuskan pemerintah untuk memastikan efisiensi penggunaan sumber daya dan menghindari pemborosan dalam pengeluaran. ucap dia.

Selain itu, ada juga kekhawatiran bahwa penambahan jumlah menteri bisa mengakibatkan fragmentasi dan tumpang tindih dalam tugas dan tanggung jawab antara kementerian-kementerian yang ada.

“Hal ini dapat menghambat koordinasi dan kolaborasi antarinstansi pemerintah, sehingga menghambat efektivitas dalam pengambilan keputusan dan implementasi kebijakan,” ucap dia lagi.

Dalam hal ini, penting bagi pemerintah untuk mempertimbangkan secara seksama kebutuhan dan manfaat dari penambahan jumlah menteri, serta untuk memastikan bahwa struktur kabinet yang baru dapat beroperasi secara efisien dan efektif.

Pemilihan menteri yang kompeten dan berkualitas juga menjadi faktor kunci dalam menjamin kinerja kabinet yang optimal.

Akademisi berdarah Aceh ini menyebut penambahan jumlah menteri dalam kabinet Prabowo merupakan langkah yang lumrah dalam konteks politik Indonesia, yang bertujuan untuk mengakomodir berbagai kekuatan politik dan memperluas cakupan kerja pemerintah.

Namun, hal ini juga memerlukan perhatian yang cermat terhadap aspek-aspek seperti anggaran, koordinasi antarinstansi, dan kualitas para menteri yang dipilih, agar dapat mencapai efisiensi dan efektivitas dalam menjalankan tugas-tugas pemerintahan.

Dr. Iswadi, M.Pd melanjutkan, penambahan jumlah menteri dalam kabinet Prabowo merupakan sebuah keputusan yang didasarkan pada pertimbangan rasional dan strategis.

Dalam menjalankan pemerintahan, terutama dalam konteks Indonesia yang kompleks dan beragam, ada beberapa alasan yang mendukung langkah tersebut dan kita perlu memahami bahwa Indonesia adalah negara dengan populasi yang besar dan keberagaman yang kompleks.

Dengan memiliki lebih banyak menteri, kabinet dapat mencakup berbagai kepentingan dan representasi dari berbagai latar belakang masyarakat.Hal ini penting untuk memastikan bahwa kebijakan yang diambil mampu mencerminkan kebutuhan dan aspirasi dari beragam segmen masyarakat.

Selain itu, penambahan jumlah menteri juga dapat memungkinkan untuk pembentukan portofolio yang lebih spesifik dan fokus.

Dengan demikian, setiap menteri dapat memperoleh tanggung jawab yang lebih jelas dan dapat bekerja lebih efektif dalam menjalankan tugasnya.

Misalnya, dengan adanya menteri khusus untuk masalah lingkungan hidup, kesejahteraan anak, atau pengembangan teknologi, prioritas-prioritas ini dapat mendapatkan perhatian yang lebih besar dan terfokus.

Selanjutnya, penambahan jumlah menteri juga dapat menjadi langkah strategis untuk memperkuat koalisi pemerintahan.

Dalam konteks politik Indonesia yang dinamis, pembentukan kabinet yang inklusif dapat menjadi cara untuk memperluas basis dukungan politik dan menjaga stabilitas pemerintahan.

Dengan melibatkan lebih banyak partai politik atau kelompok kepentingan dalam kabinet, pemerintah dapat memperoleh dukungan yang lebih luas dalam menghadapi berbagai tantangan dan mendukung implementasi kebijakan.

Tidak hanya itu, penambahan jumlah menteri juga dapat membantu dalam mempercepat pengambilan keputusan.

Dengan lebih banyak menteri yang bertanggung jawab atas bidang-bidang tertentu, proses pengambilan keputusan dapat menjadi lebih efisien karena tanggung jawab dan wewenang terdistribusi dengan lebih baik. Hal ini dapat mengurangi birokrasi dan mempercepat respons pemerintah terhadap perubahan-perubahan yang terjadi di dalam dan di luar negeri.

Namun demikian, penambahan jumlah menteri juga harus diiringi dengan langkah-langkah pengawasan dan akuntabilitas yang kuat.

Penting untuk memastikan bahwa setiap menteri bekerja secara efektif dan bertanggung jawab atas tugasnya masing-masing.

Transparansi dalam pengambilan keputusan dan pengelolaan anggaran juga harus diutamakan untuk mencegah potensi penyalahgunaan kekuasaan atau korupsi.

Selain itu, penambahan jumlah menteri juga harus memperhatikan ketersediaan sumber daya yang memadai.Hal ini termasuk dalam hal anggaran untuk gaji menteri, biaya administrasi kementerian baru, dan dukungan staf yang diperlukan untuk menjalankan tugas-tugas pemerintahan.

Oleh karena itu, langkah ini harus dipertimbangkan dengan cermat agar tidak memberikan beban tambahan pada anggaran negara atau mengganggu stabilitas fiskal.

Dalam kesimpulannya, penambahan jumlah menteri dalam kabinet Prabowo dapat dipandang sebagai langkah yang rasional dalam konteks kompleksitas dan dinamika politik Indonesia.

Dengan memperluas representasi, memperkuat koalisi, mempercepat pengambilan keputusan, serta mengutamakan transparansi dan akuntabilitas, penambahan ini dapat berkontribusi pada efektivitas dan efisiensi pemerintahan.

Namun demikian, penting untuk memastikan bahwa langkah ini diiringi dengan pengawasan yang ketat dan memperhitungkan ketersediaan sumber daya yang memadai.Dr. Iswadi, M.Pd. mengatakan dalam Undang-Undang No. 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara menjadi landasan penting dalam struktur pemerintahan di Indonesia. Undang-undang ini memberikan dasar hukum kepada Presiden untuk pembentukan dan pengaturan kementerian-kementerian di negara. Salah satu aspek yang penting dari UU ini adalah ketentuan mengenai penambahan jumlah menteri yang memberikan fleksibilitas kepada pemerintah untuk menyesuaikan struktur kabinet sesuai dengan kebutuhan dan dinamika zaman. Sehingga Presiden dapat menyesuaikan dengan Dinamika politik sehingga Dalam konteks ini, UU No. 39/2008 memberikan kewenangan kepada Presiden untuk menentukan jumlah, jenis, tugas, dan fungsi kementerian. Hal ini tercantum dalam Pasal 4 ayat (1) yang menyatakan bahwa “Kementerian Negara dipimpin oleh menteri dan seorang menteri dapat memimpin lebih dari satu kementerian.” Ketentuan ini memberikan ruang bagi Presiden untuk mengatur ulang struktur kabinet dengan menambah jumlah menteri atau menggabungkan beberapa kementerian di bawah satu kepemimpinan menteri.

Selain itu, Pasal 4 ayat (2) UU No. 39/2008 juga menyebutkan bahwa “Jumlah menteri, serta nama, tugas, dan fungsi kementerian ditetapkan dengan Keputusan Presiden.” Ini menunjukkan bahwa penentuan jumlah menteri dan struktur kementerian merupakan kewenangan eksklusif Presiden, yang dapat dilakukan melalui keputusan administratif.

Namun demikian, penambahan jumlah menteri tidak bisa dilakukan begitu saja tanpa pertimbangan yang matang. Presiden perlu mempertimbangkan berbagai faktor seperti kebutuhan akan peningkatan efektivitas pemerintahan, representasi politik, serta keberlanjutan kebijakan pembangunan nasional. Proses penambahan menteri juga harus memperhatikan keterwakilan dan keberagaman regional, suku, agama, dan jenis kelamin untuk mencerminkan keberagaman masyarakat Indonesia.

Selain itu, keputusan untuk menambah jumlah menteri juga harus memperhitungkan dampak terhadap anggaran negara. Pembentukan kementerian baru atau penambahan menteri akan berdampak pada peningkatan biaya administrasi pemerintahan. Oleh karena itu, penilaian yang cermat perlu dilakukan untuk memastikan bahwa manfaat dari penambahan menteri tersebut sebanding dengan biaya yang dikeluarkan.

Penambahan jumlah menteri juga harus diikuti dengan pembagian tugas dan fungsi yang jelas serta alokasi sumber daya yang memadai. Pembentukan kementerian baru tidak hanya sekadar menambah posisi dalam kabinet, tetapi juga harus diikuti dengan penyusunan program kerja yang konkret untuk mencapai tujuan dan visi pemerintahan.

Selain itu, UU No. 39/2008 juga memberikan landasan untuk pengawasan dan pertanggungjawaban kinerja menteri. Pasal 20 ayat (1) UU tersebut menyebutkan bahwa “Menteri bertanggung jawab kepada Presiden dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya.” Ini menegaskan bahwa menteri sebagai pejabat pemerintah harus bekerja sesuai dengan mandat yang diberikan oleh Presiden dan bertanggung jawab atas hasil kinerjanya.

Pengawasan terhadap kinerja menteri dilakukan melalui berbagai mekanisme, termasuk evaluasi kinerja secara periodik, laporan pertanggungjawaban, dan pengawasan oleh lembaga-lembaga terkait seperti Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dengan demikian, penambahan jumlah menteri juga harus diikuti dengan perhatian yang lebih besar terhadap efektivitas dan akuntabilitas kinerja pemerintah.

Selain itu, UU No. 39/2008 juga mengatur mengenai prosedur penggantian menteri dalam Pasal 21. Proses penggantian menteri dilakukan atas usul Presiden dan disetujui oleh DPR. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun Presiden memiliki kewenangan untuk menetapkan menteri, namun pengangkatan dan penggantian menteri tetap memerlukan persetujuan dari lembaga legislatif untuk memastikan keterwakilan dan kontrol politik.

Dengan demikian, UU No. 39/2008 memberikan kerangka hukum yang komprehensif untuk pengaturan struktur kementerian dan penentuan jumlah menteri di Indonesia. Namun, implementasi dari ketentuan ini memerlukan koordinasi yang baik antara eksekutif dan legislatif serta perhatian yang lebih besar terhadap efektivitas, efisiensi, dan akuntabilitas pemerintahan. Penambahan jumlah menteri harus dilakukan dengan pertimbangan yang matang dan memperhatikan kepentingan masyarakat serta keberlanjutan pembangunan nasional. (*)