Ketum PDKN Rahman Sabon Nama Apresiasi Indonesia Bergabung di BRICS

MabesNews.com, Jakarta – Ketua Umum Partai Daulat Kerajaan Nusantara (PDKN), Dr. Rahman Sabon Nama, mengapresiasi langkah Indonesia di bawah pemerintahan Prabowo Subianto bergabung dalam keanggotaan mitra BRICS. Menurutnya, melalui kebijakan itu terbuka langkah untuk mendayagunakan Aset Collateral Kerajaan Nusantara untuk kemakmuran bangsa.

BRICS (Brasil – Rusia – India – China – South Africa) merupakan kelompok negara-negara yang merancang-bangun sistem keuangan global dengan melepaskan ketergantungan pada Dollar AS. Ada enam negara yang bergabung lagi sebagai anggota penuh Kelompok BRICS sejak 1 Januari 2024, yakni Iran, Mesir, Arab Saudi, Ethiopia, dan Uni Emirat Arab.

Pada KTT BRICS di Kazan Rusia, 22-24 Oktober pekan lalu, 13 negara menyatakan bergabung sebagai anggota mitra (bukan anggota penuh). Negara-negara tersebut adalah Aljazair, Belarus, Bolivia, Indonesia, Kazastan, Kuba, Malaysia, Nigeria, Thailand, Turki, Uganda, Uzbekistan, dan Vietnam.

“PDKN dan segenap Sultan-Raja Nusantara yang bergabung di PDKN menyampaikan apresiasi dan dukungan penuh atas bergabungnya Indonesia dalam Kelompok BRICS. Ini langkah strategis dan tepat Presiden Prabowo mengawali 100 hari pemerintahannya,” kata Rahman Sabon Nama (RSN), Rabu, 30 Oktober 2024 lalu.

Namun dia juga menyarankan agar Indonesia tidak hanya bergabung sebagai anggota mitra. Indonesia lebih baik dan strategis menjadi anggota penuh.

Alumnus Lemhanas ini mengatakan tiga tahun ke belakang, yakni sejak 2021, dirinya intens mengikuti progres dan isu global mengenai pergerakan BRICS yang didirikan pada 16 Juni 2009. Desain program dan agenda BRICS, kata dia, yang bermuara pada de-dollarisasi, atau peniadaan kebergantungan pada Dollar AS, dalam sistem keuangan dunia merupakan reformasi fundamental moneter dan keuangan dunia.

“Kedepannya, mata uang yang berlaku dalam transaksi perdagangan internasional adalah mata uang nasional setiap negara. Pada gilirannya, sistem keuangan ini membuat semua mata uang negara di dunia, equal 1:1. Inilah keadilan,” kata Rahman Sabon.

Selain itu, imbuhnya, nilai mata uang dalam sistem keuangan dunia dipatok berdasarkan nilai emas. Bukan lagi dipatok berdasar dolar AS yang sejak 1944 diberlakukan, atau sejak 3 dekade berdirinya Federal Reserve pada 1914 dan Word Bank-IMF pada Juni 1944 oleh Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) dengan Jaminan Collateral Dinasti Kerajaan Nusantara.

Secara spesifik Rahman memberi penekanan pada gerakan BRICS yang mengubah rezim mata uang berpatokan Dolar AS ke emas. “Gerakan kelompok paling fenomenal ini dapat menjadi jalan bebas hambatan mendaya-manfaatkan aset collateral emas milik Kerajaan Nusantara yang tersimpan di lembaga keuangan dunia untuk kepentingan Indonesia,” kata Rahman.

Selama ini, menurut Wareng Pahlawan Pra Kemerdekaan Adipati Kapitan Lingga Ratuloli dari Kerajaan Adonara/Sunda Kecil, NTT ini, aset collateral emas Kerajaan Nusantara digunakan sebagai jaminan pencetakan dan peredaran uang 153 negara di dunia. Tetapi sejak runtuhnya Perjanjian Bretton Woods tahun 1970, kala ekonomi dan keuangan dikuasai para globalis Amerika, Israel dan Eropa, basis nilai pencetakan mata uang diubah dari emas ke Dollar AS.

Pada poin itulah pertukaran dan perdagangan mata uang internasional melalui pengembangan Word Bank dan IMF menjadi lumbung pengembangan pertukaran mata uang internasional. Inilah yang membuat Amerika dan Israel jadi superior.

Kini, aset collateral emas milik Dinasti Kerajaan Nusantara, yang menurut Rahman digunakan globalis AS dan blok Barat tanpa ‘kulo nuwun’ kepada sang pemilik, telah terkunci. Digembok rapat.

“Asbabnya, masa kontrak Aset Collateral dengan Dinasti Kerajaan Nusantara selaku pemilik telah berakhir pada Agustus 2024. Sedangkan untuk perpanjangan kontrak harus dengan ahli waris pemegang Induk Collateral, bukan dengan Pemerintah Republik Indonesia,” jelas Rahman Sabon.

Rahman tidak menampik bahwa akibat berakhirnya kontrak Aset Collateral itu berdampak menyulitkan sistim keuangan dunia yang berpengaruh buruk pula terhadap ekonomi dan keuangan Indonesia. Menurutnya, tahun fiskal tahun 2025 Indonesia akan mengalami perlambatan ekonomi.

Dalam catatan ihwal kesulitan keuangan dunia, Rahman mengungkapkan, saat ini Tahun Fiskal AS telah berakhir dan mengalami kesulitan lantaran tidak ada persetujuan anggaran oleh Kongres, hanya berjalan tanpa hasil dengan Dollar Fiat.

Ketika roda pergerakan BRICS berjalan kencang, menurutnya, maka bukan tidak mungkin Federal Reserve (Bank Sentral AS) akan kolaps kemudian tutup. Di sinilah sebuah fakta yang akan mengubah sistim keuangan dunia baru.

Per saat itu, imbuh Rahman, ada 134 negara yang committed menjadi anggota BRICS, telah bergerak dengan transfer kekayaan terbesar dalam sejarah dengan meninggalkan mata uang Dollar AS, beralih ke mata uang yang didukung emas. “Efeknya, masing-masing mata uang negara itu akan diperdagangkan pada rasio 1:1. Praktis, hal ini akan menciptakan persaingan yang lebih ketat dari sebelumnya,” beber Sabon Nama.

Karenanya, dia memprediksi, apabila Donald Trump memenangkan Pemilu Amerika November ini, kemungkinan Amerika akan juga memulai Tahun Fiskal barunya dengan mata uang US Note yang didukung emas sebagai bagian dari rancangan Global Currency Reset.

Karenanya Rahman berpandangan bahwa bila bergabungnya Indonesia sebagai anggota penuh BRICS, akan menjadi solusi tepat mengentaskan kesulitan keuangan, ekonomi, dan utang negara sebesar Rp 15.000 Triliun yang dibebankan Jokowi ke pundak Presiden Prabowo.

Rahman yang merupakan salah satu pemegang Aset Collateral Kerajaan Nusantara menyatakan, bergabungnya Indonesia di BRICS dapat dengan leluasa bagi Pemerintahan Prabowo menjalin komunikasi substantif dengan BRICS dalam memproses Aset Collateral emas Kerajaan Nusantara bagi kepentingan Indonesia secara menyeluruh.

“Pada kerangka itu pulalah tentu perlu ada jalinan komunikasi antara Presiden Prabowo dengan pemilik Aset Collateral Kerajaan Nusantara yang bergabung di PDKN. Demi kepentingan bangsa, kepentingan nasional, komunikasi ini menjadi penting dan utama,” kata dia.

Ihwal menyejahterakan dan memajukan bangsa Indonesia melalui Aset Coleteral kerajaan, sejatinya sudah menjadi tekad dan cita-cita luhur Raja-Sultan Nusantara. Mengkontemplasi perjalanan bangsa belakangan ini, menurut Rahman, para Raja-Sultan Nusantara menyatakan keprihatinan dan kegalauan atas konstitusi dasar bangsa ini, UUD 1945, yang mengalami empat kali amandemen.

Itu sebabnya, menurut Rahman Sabon Nama, Dekrit Presiden Prabowo kembali ke UUD 1945 yang Asli menjadi elemen utama relasi penggunaan Aset Collateral Kerajaan Nusantara yang dimiliki para Raja dan Sultan. Penyandang gelar Doktor itu percaya bahwa relasi penggunaan Aset Colateral Kerajaan Nusantara dengan UUD 1945 Asli dapat dipahami jauh lebih dalam oleh Presiden Prabowo yang memiliki otoritas penuh perihal perubahan konstitusi dasar negara: Dekrit Presiden Kembal ke UUD 1945 Asli.

“Saya juga percaya bahwa kapasitas dan kekayaan tabungan pengalaman diplomasi internasional Presiden Prabowo dalam kiprah Indonesia sebagai anggota BRICS, akan menuai hasil menggembirakan bagi Indonesia ke depannya,” pungkas pria kelahiran pulau Adonara, NTT itu.

 

(Samsul/Tim)