Kader Gerindra Kecam Pernyataan Zamzami, Penghinaan Bagi Presiden RI dan “Teumeunak” Terhadap Safaruddin

MabesNews.com, Banda Aceh – Pernyataan Zamzami dalam Orasi Politiknya pada Kampanye salah salah satu pasangan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Aceh Barat Daya pada sabtu malam, 19 Oktober 2024 di Blangpidie menimbulkan kemarahan bagi kader partai Gerindra, salah satunya Hadi Surya Kader Partai Gerindra Aceh Selatan.

Pernyataan Zamzami dalam bahasa Aceh “pemimpin yang sagoe jeh, gohlom meujeuet ka dipeungeut rakyat, nyan na keun lom bahwasa jih nyoe tanggal 20 singoh bungoh kadilantik Wen Bowo, misal jih, nyan na tuma dijak ancam, apabila macam ikeun, meujak drop kekdah ureung yang dukung pasangan salman, dipike nanggroe nyoe nanggroe ayah jih” (Pimpinan sebelah sana, belum jadi sudah menipu rakyat, ada pula dibilang bahwa sanya tanggal 20 besok sudah dilantik wen bowo misal nya, itu ada pula mengancam, mau mengangkap yang mendukung pasangan salman, dipikirnya negeri ini negeri ayah nya), teriak Zamzani dihadapan masa yang menghadiri acara tersebut.

Menurut Hadi Surya, panggilan “Wen Bowo” di depan umum adalah suatu panggilan nama yang tidak pantas disebutkan, bahkan Zamzami menuduh kader gerindra mengancam menangkap tim sukses yang mendukung pasangan lain.

“Kami Kader Gerindra dalam berpolitik tidak pernah dan tidak akan mengancam menangkap bagi tim sukses lawan politik” ungkap Hadi Surya yang merupakan Ketua DPC Partai Gerindra Kabupaten Aceh Selatan, Minggu 20 Oktober 2024.

Hadi Surya juga mengingatkan Zamzami untuk tidak menggunakan panggilan Wen Bowo kepada Presiden Republik Indonesia dan jangan menggunakan penekanan kata “Nanggroe Ayah jih” dihadapan publik.

“Menurut saya hal itu sikap yang tidak beradab, kasar dalam berpolitik, dia akan menerima konsekwensi atas penghinaan, makian dan tuduhan mengancam menangkap tersebut,” terang Hadi.

Kata Hadi, pernyataan “kon nanggroe ayah jih” terhadap pemimpin sebelah yang dimaksud jelas tertuju terhadap kandidat Safaruddin yang notabanenya ayah beliau sudah almarhum. Ini jalas memangcing emosi keluarga dan kerabat dekat Safaruddin. Setelah menuduh melanjutkan dengan “teumeunak” itu yang sengaja didesain “Selain sikap tidak beradab, dia juga menjadi provokator politik pada pilkada Abdya, dengan sengaja memancing emosi keluarga dan kerabat dekat Safaruddin agar tercipta kegaduhan politik” tambahnya.

Hadi Surya menambahkan, perhelatan pilpres telah berlalu, presiden pun telah dilantik dan memang dulu kita beda barisan dalam mendukung pasangan presiden. Kampanye dengan cara “teumeunak” justru menunjukkan kapasitas seseorang, selain tidak ada adab juga terlihat kurang paham tentang cara berkampanye yang baik.

“Kebencian pilpres jangan diseret ke pilkada sehingga ada panggilan wen bowo dan “nanggroe ayah jih” dalam kampanye pilkada, ini tidak baik secara etika dan adab, ingat, adab itu lebih tinggi daripada ilmu” tutup Hadi Surya

 

(Samsul)