MabesNews.com, ADA KALANYA manusia sulit memahami hakikat anugerah yang diberikan Allah. Ketika harapannya tidak sesuai kenyataan, lalu menyalahkan takdir, seolah Allah tidak adil kepadanya.
Syekh Ibnu Ajibah, pemuka Tarekat Syadziliyah di abad 18 Masehi, dalam kitabnya Iqadhul Himam, mengibaratkan manusia seperti anak kecil yang masih sangat polos.
“Ketika si anak mengambil makanan beracun, sang ayah menolaknya, maka si anak menangisinya karena ketidaktahuannya, sedangkan sang ayah menolaknya secara paksa karena tahu ada racunnya.”
Kalam hikmah di atas sesuai dengan ayat Alquran, (QS al-Baqarah: 216), “Boleh jadi kalian tidak menyenangi sesuatu, padahal itu baik bagi kalian; dan boleh jadi kalian menyukai sesuatu, padahal itu tidak baik bagi kalian. Allah mengetahui, sedangkan kalian tidak mengetahui.”
Dalam menyikapi kelapangan dan kesempitan hidup, Syekh Ibnu Ajibah mengatakan “Orang-orang arif billah lebih takut ketika diberikan kelapangan daripada diberikan kesempitan.”
Kenapa demikian? Sebab, bagi mereka dalam keadaan sempit, akan lebih tenang dan lebih tentram dekat pada Allah dan menjalankan semua perintah-Nya. Sedangkan dalam keadaan semua keinginan terpenuhi, akan berpotensi sombong dan tidak bersyukur.
“Dalam kelapangan hidup, nafsu manusia ikut ambil bagian (menikmatinya), sebab adanya rasa gembira. Sedangkan dalam kondisi sempit, nafsu manusia tidak ikut ambil bagian (merasakannya),” tulisnya.
Sementara Imam al-Bushiri dalam al-Burdah mengatakan, “Betapa banyak kenikmatan justru berujung pada kematian, karena orang tidak menyadari bahaya racun yang terkandung di dalamnya.”
Bagaimana menurut Anda? (Nursalim::: INSPIRASI JUMAT: Memahami Anugerah
ADA KALANYA manusia sulit memahami hakikat anugerah yang diberikan Allah. Ketika harapannya tidak sesuai kenyataan, lalu menyalahkan takdir, seolah Allah tidak adil kepadanya.
Syekh Ibnu Ajibah, pemuka Tarekat Syadziliyah di abad 18 Masehi, dalam kitabnya Iqadhul Himam, mengibaratkan manusia seperti anak kecil yang masih sangat polos.
“Ketika si anak mengambil makanan beracun, sang ayah menolaknya, maka si anak menangisinya karena ketidaktahuannya, sedangkan sang ayah menolaknya secara paksa karena tahu ada racunnya.”
Kalam hikmah di atas sesuai dengan ayat Alquran, (QS al-Baqarah: 216), “Boleh jadi kalian tidak menyenangi sesuatu, padahal itu baik bagi kalian; dan boleh jadi kalian menyukai sesuatu, padahal itu tidak baik bagi kalian. Allah mengetahui, sedangkan kalian tidak mengetahui.”
Dalam menyikapi kelapangan dan kesempitan hidup, Syekh Ibnu Ajibah mengatakan “Orang-orang arif billah lebih takut ketika diberikan kelapangan daripada diberikan kesempitan.”
Kenapa demikian? Sebab, bagi mereka dalam keadaan sempit, akan lebih tenang dan lebih tentram dekat pada Allah dan menjalankan semua perintah-Nya. Sedangkan dalam keadaan semua keinginan terpenuhi, akan berpotensi sombong dan tidak bersyukur.
“Dalam kelapangan hidup, nafsu manusia ikut ambil bagian (menikmatinya), sebab adanya rasa gembira. Sedangkan dalam kondisi sempit, nafsu manusia tidak ikut ambil bagian (merasakannya),” tulisnya.
Sementara Imam al-Bushiri dalam al-Burdah mengatakan, “Betapa banyak kenikmatan justru berujung pada kematian, karena orang tidak menyadari bahaya racun yang terkandung di dalamnya.”
Bagaimana menurut Anda? (Nursalim Turatea )