MabesNews.com, Kalimantan Tengah – Chris Apandie, M.Pd. (Dosen IAKN Palangka Raya) pernah menulis dengan tema : HUMA BETANG: FALSAFAH SUKU DAYAK DI KALIMANTAN TENGAH pada 11/05/2021.
Apandie mengungkapkan dalam sebuah karyanya Huma Betang adalah rumah adat asli Suku Dayak yang didirikan oleh nenek moyang pada jaman dahulu yang merupakan rumah adat masyarakat Kalimantan Tengah.
“Rumah yang dibangun dengan cara gotong royong ini berukuran besar dan panjang mencapai 30 – 150 meter , lebarnya antara 10-30 meter, bertiang tinggi antara 3-4 meter dari tanah” (Riwut, 2003).
Menurut Apandie Huma betang lebih dari sekedar tempat tinggal bagi masyarakat Suku Dayak, huma betang mencerminkan loso hidup Suku Dayak atau dapat dikatakan jantung dari struktur kehidupan orang Dayak. Hal ini dikarenakan huma betang mengandung unsur-unsur berupa nilai, moral, hukum adat, kebiasaan, yang sudah dianggap sebagai pandangan hidup bagi masyarakat Suku Dayak.
Lanjut Apandie”Kebudayaan Indonesia secara nasional tercermin dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat.Baik itu pakaian adat, upacara adat, rumah adat, bahasa daerah, peralatan peninggalan sejarah, lagu daerah, dan masih banyak lagi unsur kebudayaan nasional yang lainnya, hingga media ini mengankat kembali tulisan tersebut untuk di ketahui secara umumnya,30/6/2023.
Pelaksanaan dari nilai-nilai budaya yang terkandung dalam setiap unsur kebudayaan merupakan bukti pelestarian terhadap budaya. Terlebih lagi di Indonesia dengan segala kearifan budaya lokal daerahnya dapat menjadi sarana dalam membangun karakter warga negara yang beradab, tulis Apandie.
Kebiasaan atau pola tingkah laku yang tergambar dari loso huma betang itu sendiri diantaranya ialah
1) Gotong royong
Nilai gotong royong yang sering dilakukan oleh penghuni betang serta penduduk sekitar, seperti misalnya membuka lahan secara bersama-sama, bergiliran setiap harinya berpindah-pindah.
2) Kebersamaan
Struktur huma betang yang berbentuk panjang dengan sekat-sekat ruangan yang minim, dapur dan ruangan utama yang luas, ditambah banyaknya jumlah keluarga yang tinggal dalam satu atap tersebut memudahkan interaksi antar sesama mereka yang tinggal, sehingga kemudahan interaksi tersebut mempererat tali persaudaraan dan menumbuhkan keakraban.
3) Toleransi
Huma betang ditinggali oleh sejumlah kepala keluarga yang memiliki sub Suku Dayak yang berbeda, kemudian sifat, karakter, bahasa, bahkan agama yang berbeda-beda memunculkan rasa saling menghargai, saling menghormati, saling memiliki satu sama lain.
4) Rukun
Kerukunan antar penghuni betang dan penduduk sekitar tercermin dari kerjasama yang terbentuk baik dalam keseharian maupun saat acara-acara penting seperti menyambut tamu atau pengunjung betang, maupun saat upacara adat dilangsungkan
5) Hidup berdampingan
Maksud dari hidup berdampingan ini ialah rasa persatuan sebagai sesama Suku Dayak yang kuat tidak menjadi sesuatu yang eksklusif di tengah warga pendatang. Baik penghuni betang maupun penduduk sekitar beraktivitas dan berinteraksi seperti biasa tanpa ada perbedaan, semuanya bersatu dan hidup berdampingan.
Falsafah huma betang memiliki keterkaitan dengan nilai-nilai keadaban kewarganegaraan, seperti halnya nilai gotong royong, kebersamaan, toleransi, rukun, dan hidup berdampingan. Nilainilai ini juga mirip dengan loso hidup suku Dayak, yaitu belom bahadat, handep, serta hapungkal lingu nalatai hapangjan. Nilai-nilai inilah yang sepatutnya dipelihara sebagai kearifan lokal di Kalimantan Tengah. Meskipun huma betang merupakan unsur budaya dalam bentuk sik, namun falsafah yang tercermin di dalamnya telah hidup sejak huma betang itu didirikan dan melekat dalam kebiasaan sehari-hari Suku Dayak.
Nilai-nilai yang dianut sebagai re eksi dari falsafah huma betang telah menjadikan masyarakat Kalimantan Tengah toleran, rukun, dan hidup berdampingan. Hal ini terlihat dari banyaknya bangunan gereja dan masjid yang saling berdampingan di beberapa wilayah di Kalimantan Tengah. Perwujudan ini diyakini sebagai wujud nyata dari falsafah huma betang yang sebenarnya, falsafah huma betang yang mencerminkan nilai-nilai kebudayaan dan nilai karakter yang luhur.
Kpw-K¹/Bony A