MabesNews.com|Magelang – Warga di lereng perbukitan Menoreh tepatnya Desa Kebonsari Kecamatan Borobudur Kabupaten Magelang hidup dari merangkai bilah dan batang bambu menjadi berbagai kerajinan unik nan berkelas. Secara turun temurun mereka menekuni kriya tersebut dengan pangsa pasar wisatawan dalam dan luar negeri.
Salah satu perajin bambu Desa Kebonlegi Heri Sutrisno misalnya, sejak 2017 dirinya sudah menekuni karya kerajinan bambu. Dalam berproses tersebut akhirnya menemukan bentuk kerajinan bambu berkarakter cantik dengan nilai seni tinggi.
Agar mudah di ingat, pria kelahiran 1979 ini memberi label nama usahanya Coilin yang berarti lingkaran. “Produk kami adalah kap lampu, perlengkapan rumah, dekor dan lalin sebagainya,” kata Heri yang ditemui. Kamis (25/07/2024).
Menurut Heri, di setiap dusun Desa Kebonsari, semua bagian bambu dioleh secara sederhana atau manual oleh warga. Pada akhirnya tercipta berbagai sovenir seperti gantungan kunci, aneka pulpen hingga aksesoris rumah tangga dan hotel.
Khusus untuk produk Coilin mengerjakan pesanan tutup lampu, piring, tempat buah dan lain sebagainya. Bahan bakunya adalah bilah bilah bambu yang di satukan melingkar bulat dan kemudian di bentuk sesuai keinginan menggunakan martil. Selanjutnya merapikan bentuk dengan diamplas, kemudian jemur dan dipoles cat penguat.
Menariknya, dalam pembuatan kerajinan itu, setiap warga memiliki peran masing masing, ada yang mengolah ranting, bilah bambu, hingga tenaga merangkai.
Berbagai kerajinan sovenir etnik dari bambu ini laris dijual ke seluruh nusantara. Sedangkan untuk produk Coiling selama ini rutin mendapat pesanan khusus dari Bali untuk dijual ke wisatawan mancanegara.
Dikatakan Heri untuk harga jual bervariasi mulai dari ratusan ribu hingga jutaan rupiah tergantung bentuk dan ukurannya.
Heri menceritakan warga Desa Kebonsari sejak dahulu berprofesi menjadi perajin bambu tradisional alat rumah tangga seperti eblek atau tampah.
Dari kenyataan itu kemudian muncul ide kreatif agar dari bilah bambu biasa diolah menjadi produk kerajinan luar biasa yang memiliki nilai seni tinggi dan diminati semua pasar dengan, harga jual tinggi dengan proses pembuatan cepat.
“Bagaimana sebilah bambu menjadi produk bernilai dan laku dijual. Hal itu agar perajin bambu itu setara dengan usaha lain Jadi ketemulah cara kita bikin Coiling itu,” terangnya.
Sedangkan kendala yang dihadapi, menurut Heri adalah cuaca yang tidak menentu untuk pengeringan. Sedangkan alat pengering belum dimiliki. Sehingga saat musim hujan proses pengeringan agak lama.
Selain itu, lanjutnya tantangan lain adalah ketika mendapat pesaran/order dengan waktu yang pendek. Namun demikian heri memastikan setiap pesanan tetap diselesaikan tepat waktu.
Dengan adanya bambu disetiap kehidupan masyarakat warga Desa Kebonsari itu menarik bagi wisatawan dan akademisi, seperti Mahasiswa Universitas Gajah Mada Yogyakarta dalam program Kuliah Kerja Nyata (KKN) 2024 vokasi dan pemberdayaan masyarakat.
“Inofasi yang dilakukan warga cukup menarik, termasuk Coiling itu sudah mengolah bambu untuk alat fungsional menjadi alat makan kebutuhan rumah tangga seperti vas bunga tutup lampu dan tas juga ada,” kata salah satu Mahasiswa KKN UGM Yogyakarta.Angelina Vanisa Mailani.