Hilangnya Moralitas Penegakan Hukum Di Banyuwangi

Pemerintah680 views

Oleh : Choirul Hidayanto
(Ketua LPBI-INVESTIGATOR Banyuwangi)

MabesNews.Com |Banyuwangi — Menyikapi perihal Pro dan Kontra wacana pertambangan tanpa izin atau ilegal yang ada di Kabupaten Banyuwangi sangat menarik untuk diulas dan perlu diluruskan agar kembalinya nalar berfikir hukum, Kamis (12/1/2023).

Berkaitan dengan substansi pokok terkait pertambangan tanpa izin atau ilegal adalah di mana pelaku usaha yang melakukan kegiatan pertambangan tanpa dilengkapi dengan izin lengkap berupa IUP Operasi Produksi sebagaimana tertuang dalam pasal 35 Undang-Undang No. 3 Tahun 2020 tentang Minerba, sehingga hal ini dapat menimbulkan beberapa dampak dan bentuk kerugian, yang pertama kerugian di sektor pajak sebagai bentuk pendapatan negara, yang kedua kerugian terhadap lingkungan karena kerusakan yang disebabkan tanpa ada bentuk tanggung jawab yang konkrit dari pelaku usaha pertambangan, ketiga kerugian terhadap masyarakat secara luas yang terdampak baik langsung maupun tidak langsung karena adanya pembiaran dan tidak adanya penegakan hukum yang jelas sehingga Penegakan Hukum di Banyuwangi dinilai gamang.

Diketahui sebelumnya bahwa di kabupaten Banyuwangi banyak tersebar titik lokasi tambang tak berizin atau ilegal yang terbukti dengan ditindaknya 33 titik Lokasi tambang ilegal oleh tim terpadu yakni Tim Gabungan Forkopimda kecuali DPRD Kabupaten Banyuwangi yang tidak dilibatkan, pasca penutupan tambang ilegal, alih-alih demi rakyat kecil para pelaku tambang ilegal melakukan aksi unjuk rasa dengan mengerahkan ratusan dumtruk dan hal ini yang menjadi pola atau strategi permainan para mafia tambang ilegal yang ada di Banyuwangi setiap tahunnya.

Modus dengan mengerahkan seluruh armada dam truk untuk melakukan aksi demo yang menuntut agar tambang-tambang yang mengatasnamakan tambang rakyat ini bisa dibuka kembali padahal diketahui bahwa pertambangan rakyat itu adalah tambang tradisional yang tanpa menggunakan alat berat dan dilakukan oleh swadaya masyarakat setempat, bukan tambang konvensional yang menggunakan alat berat excavator dengan target produksi dan hanya menggunakan tenaga kerja 3 sampai 5 orang saja apalagi bukan warga setempat, dan pola-pola seperti ini terus terulang setiap tahunnya yang seharusnya bisa dipetakan dan bisa diantisipasi dengan mudah oleh pihak penegak hukum.

Pasca aksi demo oleh para armada dumtruk yang digerakan oleh para pelaku usaha pertambangan ilegal, Tim terpadu mengeluarkan diskresi yang katanya menurut mereka itu adalah toleransi untuk para penambang ilegal dengan membolehkan mereka membuka kembali aktivitasnya asal dengan catatan mereka mau mengurus perizinannya dengan dikasih deadline waktu 3 bulan, toleransi 3 bulan inilah yang dijadikan diskresi oleh Tim terpadu memperbolehkan aktivitas pertambangan ilegal tanpa izin di Banyuwangi bisa kembali beraktifitas.

Memperhatikan Diskresi yang katanya Toleransi tersebut sangat tidak berdasarkan hukum dan justru bertentangan dengan undang-undang itu sendiri dan juga moralitas dalam penegakan hukum, maka seluruh aktivis yang ada di Banyuwangi baik itu LSM, Media, Akademisi maupun Para Advokat harus turut bergerak menyuarakan kebenaran hukum bahwasanya hal tersebut sangat bertentangan dan melanggar hukum yang akan menjadi presedent buruk dalam catatan sejarah Banyuwangi.

Dan menurut kajian, hal ini sudah merupakan modus operandi para mafia tambang ilegal untuk dapat memperkaya diri sendiri atau orang lain atau kelompok dan golongan yang dapat dikatakan termasuk bentuk tindak pidana korupsi dan pencucian uang, baik pelaku tambang ilegalnya, penegak hukumnya, maupun Tim Terpadu yang telah mengeluarkan Diskresi dalam bentuk Toleransi, karena dari dulu bentuk Diskresi itu ya toleransi, dan toleransi dari penguasa itu ya Diskresi, dan tidak ada bentuk produk konkritnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *