MabesNews.com, DI ABAD ke-16, Niccolò Machiavelli (1469-1527), menulis buku Il Principe (The Prince). Ia dicela sebagai guru par excellence pengkhianatan politik dengan siasat yang jahat dan beriku-liku.
Machiavelli berpendapat, untuk mencapai tujuan politiknya, seseorang harus mampu berpura-pura, bahkan melakukan pengkhianatan, dan menggunakan tipu daya.
Pada tahun 1559, semua karya Machiavelli ditempatkan pada “Indeks Buku Terlarang” gereja Katolik. Gereja Protestan yang baru dibentuk juga mengutuk buku The Prince, dan dilarang di Inggris pada masa Elizabeth.
Machiavelli disalahkan karena mengilhami Henry VIII untuk menentang paus dan merebut otoritas keagamaan untuk dirinya sendiri.
Bahkan William Shakespeare menyebut Machiavelli sebagai “Machiavel pembunuh” dalam Henry VI , dan banyak karakternya yang mencerminkan sifat-sifat Machiavellian.
Filsuf Edmund Burke menggambarkan Revolusi Perancis sebagai bukti “prinsip-prinsip menjijikkan dari kebijakan Machiavellian.”
Pada abad ke-20, beberapa orang menganggap Machiavelli berperan dalam kebangkitan diktator seperti Adolf Hitler dan Joseph Stalin.
Hitler menyimpan salinan The Prince di samping tempat tidurnya, dan Stalin diketahui telah membaca dan memberi anotasi pada salinan buku tersebut.
Para pemimpin bisnis juga memandang pekerjaan ini sebagai pendekatan yang kejam untuk maju, dan buku tersebut disebut “Kitab Mafia ” karena para gangster, termasuk John Gotti, mengutip dari halaman-halamannya.
Hingga kini buku tersebut dibaca secara luas, dan nama penulisnya identik dengan perilaku licik dan tidak bermoral karena memisahkan etika dari realitas politik. “Tujuan membenarkan cara-cara,” katanya.
Bagaimana menurut Anda? (Nursalim Turatea)
_____
Disarikan dari:
history .com
The Prince oleh Niccolò Machiavelli, diterbitkan oleh Dover Publications, 1992.
Machiavelli: Renaissance Political Analyst and Author oleh Heather Lehr Wagner, diterbitkan oleh Chelsea House Publishers, 2006.