Mabesnews.com.Makassar – Pemerintah berencana akan menaikkan pajak pertambahan nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen pada tahun 2025 mendatang.
Hal itu disampaikan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati yang menyatakan bahwa rencana kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 1 Januari 2025 bakal tetap dijalankan sesuai mandat Undang-Undang (UU).
Wacana PPN 12 persen tertuang dalam UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) yang disusun pada 2021.
Menyikapi hal tersebut, Jimi Saputra selaku ketua Komite Pusat Gerakan Revolusi Demokratik (KP-GRD) menilai kenaikan PPN 12 persen di tahun 2025 akan memberikan dampak buruk terhadap ekonomi masyarakat.
Menurutnya, rencana kenaikan PPN 12 persen ditengah kondisi ekonomi yang belum stabil pasca Covid-19 akan semakin melemahkan daya beli masyarakat. Ditambah lagi pemerintah belum menetapkan upah minimum provinsi (UMP) 2025.
“Rencana kenaikan PPN menjadi 12 persen menunjukkan bahwa pemerintah tidak mempertimbangkan daya beli masyarakat yang masih lemah serta kondisi upah buruh yang masih jauh dari taraf hidup layak,” ujar Jimi Saputra dalam pernyataan sikapnya pada, Jumat (22/11/2024).
“Saat ini UMP 2025 saja belum ada penetapan sementara tarif PPN 12 persen terus diwacanakan. Ini akan melemahkan daya beli masyarakat secara besar-besaran apabila kenaikan UMP 2025 tidak sejalan dengan PPN 12 persen,” pungkasnya.
Lebih lanjut, Jimi Saputra menyampaikan bahwa KP-GRD secara tegas menolak rencana pemerintah menaikkan pajak pertambahan nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen pada 2025.
“Kami secara kelembagaan baik KP-GRD maupun Komite Kabupaten/Kota secara tegas menolak rencana kenaikan PPN 12 persen pada 2025. Karena kami anggap kebijakan ini adalah upaya pemerintah memeras rakyat untuk membiayai proyek ambisius IKN, menutupi utang dan membiayai program makan siang gratis,” tegasnya.
“Kami meminta agar pemerintah mengkaji ulang rencana kenaikan PPN 12 persen, karena hal ini akan melemahkan daya beli masyarakat serta berpotensi menimbulkan PHK massal di sektor industri,” tutupnya.*