FPMPA Sesalkan Penyataan Ketua DPRA Seret Wagub dan Bendahara Gerindra Aceh Soal Surat Penunjukan Plt Sekda

MabesNews.com, Banda Aceh – Kegaduhan yang timbul oleh protes ketua DPRA kepada Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh seyogyanya tidak terjadi jika ketua DPRA melakukan komunikasi yang baik dengan ketua umum DPA Partai Aceh, H Muzakir Manaf yang kini menjabat Gubernur Aceh. Pasalnya protes keras dinilai tak subtantif dan hanya berpotensi merusak hubungan baik antara eksekutif dan legislatif maupun antara Aceh dan pusat.

“Anehkan, jika membuat kegaduhan hanya karena persoalan paraf, kop surat dan redaksi surat. Padahal, pemberi paraf bukan orang yang bertanggung jawab atas isi surat keputusan itu. Seseorang yang memaraf surat keputusan itu hanya bertugas memastikan bahwa surat itu sesuai format, jadi pihak yang membubuhi paraf itu juga tidak boleh merubah subtansi surat, serta berbagai persoalan adminitrasi lainnya yang sebenarnya tak merubah subtansi keputusan tersebut,” ungkap Ketua Forum Paguyuban Mahasiswa dan Pemuda Aceh (FPMPA) Muhammad Jasdy, Sabtu 22 Februari 2025.

Pria yang akrab disapa Jhon Jasdy itu mengatakan, secara format, surat tersebut tak menyalahi aturan BKN. Apalagi, sudah ada pernyataan pakar hukum yang memperkuat keabsahan surat penunjukan Plt Sekda tersebut. Sehingga, semakin menunjukkan protes ketua DPRA tersebut tidak mendasar dan hanya menimbulkan kegaduhan yang merugikan Aceh.

 

Seharusnya, kata Jhon Jasdy, seorang ketua DPRA memahami betul bahwa yang menandatangani surat tersebut adalah Gubernur yakni Mualem yang juga ketua Partai Aceh tempat beliau bernaung, bukan wakil gubernur. Sementara, Wakil Gubernur hanya menyerahkan surat keputusan penunjukan Plt Sekda tersebut.

 

“Kenapa ketua DPRA justru memprotes Wakil Gubernur Fadhlullah, padahal yang tanda tangani surat tersebut adalah Mualem sebagai Gubernur. Sementara, Wagub hanya menyerahkan. Dengan memprotes Wagub, berarti juga Ketua DPRA sedang memprotes pemerintahan officio dan juga memprotes Mualem sebagai Gubernur dan Ketum PA yang merupakan pengambil keputusan tersebut,” ujarnya.

 

FPMPA juga menyesalkan pernyataan ketua DPRA dalam sidang DPRA yang terkesan menjelekkan nama Wakil Gubernur Fadhlullah dan Bendahara Gerindra Aceh Irysadi.

“Jika Ketua DPRA secara publik menjelekkan Wagub dan Irsyadi, maka akan berpotensi merusak komunikasi Aceh dengan Jakarta. Pasalnya, selama ini di Jakarta, Wagub yang merupakan ketua Gerindra Aceh dan Irsyadi adalah sosok yang dihormati karena komunikasinya yang baik dengan semua pejabat di level Kementrian. Hal seperti ini sebenarnya tak elok karena dapat merusak hubungan Aceh dan Pusat yang kini mulai membaik,” sebutnya.

 

Jhon Jasdy juga menilai, protes keras ketua DPRA atas keputusan Gubernur Aceh dengan menyeret nama Wagub tersebut juga berpotensi merugikan rakyat Aceh.

 

“Jika ketua DPRA masih terus-terusan menjelekkan wagub dan bendahara Gerindra, maka dikhawatirkan akan berefek kepada proses lobi terkait Prolegnas revisi UU Nomor 11 Tahun 2006 (UUPA) dan penambahan dana Otonomi Khusus,”katanya.

 

Kata Jhon Jasdy, jika revisi UUPA untuk perpanjangan dana Otsus stagnan, maka pada akhirnya akan membuat Aceh semakin terpuruk terutama setelah melewati periode efisiensi.

“Intinya, jangan sampai gegara sikap ketua DPRA yang demikian, justru yang dirugikan adalah rakyat Aceh. Jangan sampai karena nila setitik rusak susu sebelanga, jangan sampai karena misi pribadi tertentu merugikan rakyat Aceh semua,” pungkasnya.

 

(Samsul/Tim)