MabesNews.com, Surakarta, 8 Januari 2025 – Sebuah kejadian memilukan mengungkap adanya dugaan pelanggaran prosedur hukum oleh aparat kepolisian dari Unit Reserse Narkotika (Restik) Polres Surakarta. Yudi Setiasno, seorang warga Surakarta yang sehari-hari tinggal bersama anaknya Kenji di sebuah rumah kos miliknya, mendapati dirinya dituduh secara sepihak terlibat dalam kasus narkotika. Perjalanan kasus ini tidak hanya memunculkan pertanyaan besar tentang profesionalisme penegakan hukum, tetapi juga menyentuh sisi kemanusiaan yang seharusnya dijunjung tinggi oleh aparat penegak hukum.
Kronologi Kejadian
Menurut keterangan Yudi, pada malam kejadian ia sedang memasak di dapur rumahnya ketika sejumlah polisi dari Unit Restik Polres Surakarta tiba-tiba datang membawa dokumen Daftar Pencarian Orang (DPO) atas nama Tito. Tito adalah teman dari Ray, seorang kenalan lama Yudi, yang sebelumnya meminta izin menitipkan Tito di rumah Yudi sementara waktu untuk menunggu jemputan. Ray meninggalkan Tito di rumah Yudi karena harus mengambil pakaian sebelum mereka bersama-sama berangkat ke Jakarta.
Tanpa memberikan penjelasan yang memadai, salah seorang polisi bernama Daniel menunjukkan dokumen DPO Tito kepada Yudi. Ketika Yudi bertanya, “Ada apa ini?”, Daniel hanya menjawab, “Ini bukan urusan Mas Yudi, Mas Yudi tenang saja.” Polisi kemudian menangkap Tito, yang saat itu sedang berada di dekat pintu depan rumah. Tito langsung dibawa ke kamar Kenjiro, salah satu penghuni kos, dan pintu kamar tersebut ditutup. Yudi, yang merasa tidak tahu-menahu, diminta untuk tidak ikut campur dan diminta mematikan ponselnya selama proses tersebut berlangsung.
Dugaan Temuan Barang Bukti
Sekitar satu jam setelah interogasi Tito di dalam kamar Kenjiro, polisi mengklaim menemukan satu bungkus plastik yang diduga berisi sabu-sabu beserta alat hisap (bong) di kamar tersebut. Sebelumnya, Yudi telah meminta agar pemeriksaan rumahnya dilakukan dengan didampingi oleh Ketua RT atau warga setempat, namun permintaan itu diabaikan. Tito, yang hanya dikenalnya melalui Ray, berada di rumah tersebut dalam kapasitas sebagai tamu sementara.
Setelah “temuan” barang bukti, polisi memanggil seorang anggota Linmas untuk menyaksikan bahwa barang tersebut ditemukan di kamar Kenji. Namun, anggota Linmas yang dipanggil terlihat bingung dan tidak mengetahui secara pasti apa yang terjadi. Polisi bahkan meminta Yudi memegang barang bukti tersebut, tetapi Yudi menolak karena ia merasa tidak memiliki kaitan dengan barang tersebut dan bukan pengguna narkoba.
Pemaksaan di Kantor Polisi
Yudi kemudian dibawa ke kantor polisi bersama anaknya Kenji, serta mobil milik Yudi dan Kenji, untuk diperiksa sebagai saksi. Sesampainya di kantor polisi, Tito mengaku kepada Yudi bahwa barang tersebut miliknya dan merupakan pesanan Ray. Namun, Tito mencoba meminta Yudi mengaku bahwa barang tersebut diambil bersama-sama, permintaan yang tegas ditolak oleh Yudi.
Keesokan harinya, Yudi diminta menandatangani Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang isinya tidak diperbolehkan dibaca terlebih dahulu. Ketika Yudi mencoba membaca BAP tersebut, ia mendapati bahwa dokumen itu menyebut dirinya sebagai pemilik, pembawa, pengedar, sekaligus pengguna narkotika. BAP tersebut juga menyebutkan bahwa Yudi pernah terlibat kasus serupa pada tahun 2019 dan menjalani hukuman penjara selama empat tahun. Padahal, Yudi membantah semua tuduhan tersebut.
Tindakan Tidak Manusiawi
Selama ditahan sebagai saksi selama tiga hari, Yudi dan Kenji mengaku diperlakukan secara tidak manusiawi. Mereka dipaksa meminum air seni dari botol air mineral ketika merasa haus dan diberi makanan yang sudah tidak layak konsumsi karena dipenuhi semut. Yudi juga tidak diberi jatah makanan karena statusnya bukan tahanan, melainkan hanya saksi. Akhirnya, setelah tiga hari, Yudi dibebaskan karena tidak terbukti bersalah. Tito sendiri dikirim ke rehabilitasi oleh Badan Narkotika Nasional (BNN).
Kehilangan dan Dugaan Pemerasan
Setelah dibebaskan, Yudi mendapati bahwa sejumlah barang miliknya hilang. Jam tangan yang biasa ia gunakan serta uang sebesar Rp800 ribu yang disimpan di kamar Kenji untuk kebutuhan sekolah anaknya raib. Selain itu, di kantor polisi, Yudi diminta uang sebesar Rp60 juta oleh Kanit Restik Dewo dengan alasan untuk diberikan kepada Kasat Restik. Ketika Yudi menyatakan tidak memiliki uang, Kanit Dewo menyarankan agar Yudi menjual mobilnya. Dugaan adanya pemerasan ini semakin memperburuk situasi yang dialami Yudi.
Keterlibatan Ray yang Belum Terungkap
Dalam perjalanan kasus ini, Ray, yang diduga memiliki keterkaitan langsung dengan barang bukti yang ditemukan, belum berhasil diamankan oleh pihak kepolisian. Bahkan, Ray sempat menelepon Yudi menggunakan ponsel milik Kasat Restik ketika Yudi masih berada dalam tahanan. Ray meminta Yudi untuk tetap tenang dan berjanji akan membebaskannya, tetapi Yudi menjawab, “Tidak usah dibebaskan, karena aku tidak bersalah.”
Ketua BNN Solo, Edison Panjaitan, yang mengetahui kasus ini, meminta agar penanganan dilakukan secara prosedural. Namun, hingga kini, pihak kepolisian belum memberikan penjelasan yang memadai terkait keberadaan Ray maupun keabsahan proses hukum yang dijalankan.
Pertanyaan Besar tentang Proses Hukum
Kasus ini menyisakan sejumlah pertanyaan besar yang menuntut transparansi dan akuntabilitas dari pihak berwenang:
1. Di mana hasil laboratorium forensik (labfor) terkait barang bukti yang ditemukan? Hingga kini, Yudi tidak pernah menerima hasil labfor yang seharusnya menjadi dasar kuat dalam menentukan keterlibatan seseorang dalam kasus narkotika.
2. Mengapa BAP dibuat tanpa meminta keterangan Yudi? BAP yang disodorkan kepada Yudi telah memuat tuduhan yang tidak sesuai dengan fakta. Penyidik bahkan memaksa Yudi untuk menandatangani BAP tanpa memberinya kesempatan membaca isi dokumen tersebut.
3. Mengapa Ray belum diamankan? Ray, yang diduga memiliki keterkaitan langsung dengan Tito dan barang bukti, masih bebas dan belum diproses hukum. Padahal, kesaksian Tito jelas menyebutkan bahwa barang tersebut merupakan pesanan Ray.
4. Mengapa Yudi dipaksa menjadi tersangka? Jika Yudi memang bersalah, mengapa ia dibebaskan setelah tiga hari? Proses penahanan yang dilakukan juga terkesan tidak manusiawi dan melanggar hak asasi manusia.
Harapan untuk Keadilan
Kasus ini mencerminkan pentingnya penegakan hukum yang berkeadilan dan menghormati hak-hak warga negara. Dugaan pelanggaran prosedur, pemerasan, hingga tindakan tidak manusiawi yang dialami Yudi menjadi peringatan keras bahwa transparansi dan akuntabilitas harus ditegakkan di setiap lini aparat penegak hukum.
Yudi berharap kasus ini diusut tuntas dan pihak-pihak yang terbukti bersalah, baik dari kalangan pelaku kejahatan maupun oknum penegak hukum, diberikan sanksi tegas sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Masyarakat pun menunggu langkah konkret dari Polres Surakarta untuk memberikan kejelasan dan memastikan bahwa kasus serupa tidak akan terulang di masa mendatang.
Winna