Di Duga Gunakan Dana Desa Kumpulan Geusyik di Daerah Syariat Islam Melancong Ke Pulau Dewata Salah Satunya Kec. Matang Kuli

Pemerintah151 views

Mabesnews.com l Aceh Utara – Ratusan Keuchik di Aceh Utara (daerah syariat islam) diduga malah melancong ke Bali (pulau dewata) dengan dalih Bimtek, salah satunya adalah rombongan Geusyik dari kecamatan Matang Kuli.

Hal ini mendapat perhatian dan sorotan dari masyarakat dan menjadi bahan pergunjingan di tengah masyarakat, Masyarakat menilai Bimtek selama ini tidak ada mamfaat bagi masyarakat, tapi sekarang malah semakin menjadi-jadi dengan memilih pulau Bali sebagai sasaran kunjungan sang Geusyik, mengingat masyarakat aceh yang kental dengan syariat islam nya, masyarakat menduga rombongan Geusyik ini tidak bermoral lagi dan sudah tidak mau peduli dengan kritikan masyarakat, salah satunya adalah rombongan Geusyik di kecamatan Matang kuli, yang di duga di koordinasikan oleh ketua forum Geusyik.

Apalagi selama ini realisasi anggaran dana desa di kabupaten Aceh Utara tercatat sebagai daerah kabupaten Yang paling terendah realisasinya.

Berdasarkan data portal yang di publikasikan oleh djpk.kemenkeu.go.id, Dari jumlah pagu anggaran dana desa tahun anggaran 2023, kabupaten Aceh Utara mencapai Rp 620,59 Milyar yang terbagi untuk 852 gampong dalam 27 kecamatan di kabupaten Aceh Utara, realisasinya baru mencapai Rp 276,82 Milyar atau 44.61%, dan jumlah persen dimaksud, kabupaten Aceh Utara tercatat sebagai daerah paling rendah realisasi anggaran dana desa di Aceh, Rabu (26/7/2023)

Sebab Rata-rata Desa di kabupaten Aceh Utara, baru selesai melakukan realisasi anggaran dana desa tahap pertama, sedangkan untuk Tahap ke dua, banyak desa di Aceh Utara belum selesai melakukan realisasinya dan malah ada desa yang belum melakukan pengajuan tahap kedua.

Warga tak menampik, Para keuchik melancong ke Bali dengan dalih Bimtek atau Studi Banding, seharusnya para kepala desa mengutamakan dulu kepentingan rakyatnya di desa, Habis itu baru melancong keluar daerah,”Terang beberapa Warga desa di kecamatan Pirak timu,

Karena, kegiatan yang menghabiskan ratusan juta uang untuk pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa di Aceh Utara selama ini, tak memberikan dampak apa pun pada perkembangan dan kemajuan di desa,

Kegiatan itu, dinilai hanya seremoni dan jalan-jalan para keuchik ke Bali, Berulangkali para Keuchik di Aceh Utara melakukan Bimtek, namun pengelolaan keuangan di tingkat desa belum optimal dan tidak Akuntabel.

Buktinya, realisasi Alokasi Dana Desa di Aceh Utara, belum mencapai target dan malah tercatat sebagai daerah paling lambat realisasi anggaran dana desa, dan banyak di temukan Penggunaan dana desa di kabupaten Aceh Utara yang terkesan merugikan negara.

Karena itu warga mendesak Pejabat Bupati Aceh Utara yang baru menjabat, mampu mengkondisikan kebiasaan para keuchik melakukan Bimtek keluar daerah, dan menegur para Keuchik untuk mengutamakan pemanfaatan dana desa yang tepat sasaran untuk pembangunan dan pemberdayaan masyarakat ditingkat desa, bukan untuk menghambur-hamburkan uang rakyat keluar daerah dengan modus bimtek.

“Kelalaian dan terlambatnya realisasi anggaran dana desa di kabupaten Aceh Utara, diduga juga akibat kurangnya pembinaan dan pengawasan dari pihak Dinas Pemberdayaan Masyarakat Gampong (DPMG) sebagai dinas yang terlibat langsung dalam melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap realisasi dana desa ditingkat kabupaten, sehingga, alokasi dan penggunaan dana desa di Aceh Utara, tercatat sebagai daerah yang paling Rendah realisasinya di tahun 2023 ini.

Dan pihak penegak hukum di wilayah kabupaten Aceh Utara, diminta juga jangan tutup mata melihat kondisi pengololaan dana desa di Aceh Utara, yang kerap di manfaatkan oleh oknum-oknum mafia dengan madus bimtek setiap tahunnya.

Dalam tahun anggaran 2023 ini, rata-rata desa di kabupaten Aceh Utara, sudah dua kali melakukan penganggaran dana desa untuk perjalanan bimtek keluar daerah, yang menelan anggaran setiap desa mencapai Rp 45 juta, dan tidak Hannya itu saja, menurut informasi bimtek akan di laksanakan kembali dengan anggaran dana desa Rp 15 juta di tahap selanjutnya.

Artinya, tidak kurang dari tiga kali bimtek dalam setahun di Aceh Utara, yang menguras dana setiap desa, hampir Rp 100 juta dalam setahun, seharusnya pihak pedamping dan pengawasan dana desa, baik ditingkat kecamatan dan kabupaten, melakukan pertanyaan dan melarang para keuchik untuk Bimtek keluar daerah, dan pihak penegak hukum di wilayah kabupaten Aceh Utara, juga serusnya mengawali pengunaan dana desa, yang terkesan banyak terjadi penyimpangan.

“Berdasarkan Pantauan Media ini dilapangan dan pengakuan para Keuchik, terkait Dilemanya Penggunaan dana desa di kabupaten Aceh Utara kusunya, sudah sangat luar biasa, Para Keuchik mengaku, mengola dana desa Seperti Memakan buah simalakama, di “Makan mati Ayah tak di makan mati Mama” begitulah umpamanya.

Para keuchik Bercerita, dana desa yang di kuncurkan oleh pemerintah pusat kepada desa, tidak seutuhnya bisa di gunakan untuk membiayai Pembangunan, Pemberdayaan dan peningkatan Ekonomi masyarakat di Desa.

“Pasalnya, Dana desa di kabupaten Aceh Utara dalam tiga tahun terakhir ini, banyak terpakai untuk hal-hal yang sifatnya tidak bermamfaat kepada masyarakat, salah satunya seperti Pogram bimtek keluar daerah, para keuchik, mengikuti program Bimtek itu, mengaku mendapatkan tekanan dari oknum-oknum tertentu, yang Mendesak agar para Keuchik untuk ikut kegiatan bimtek keluar daerah,

Jika para keuchik menolak, akan di persulitkan dalam pertanggungjawaban dana desa yang dikelola oleh keuchik, sebenarnya kegiatan bimtek itu, bukan keinginan murni dari pada keuchik sendiri, cuma ada Juga yang sebagian keuchik memang keinginannya sendiri.” Ungkap beberapa Keuchik di kecamatan Tanah luas.

Tambahnya, Kegiatan bimtek keuchik di Aceh Utara, kayanya sudah menjadi ajang bisnis orang-orang tertentu ditingkat kabupaten, yang berkerja sama dengan lembaga luar daerah, dengan perjanjian Fee, dan bimtek keuchik di Aceh Utara, diduga adalah Pogram titipan oleh oknum-oknum atau lembaga-lembaga APH di kabupaten Aceh Utara itu sendiri, sehingga pelaksanaan program bimtek tersebut, berjalan begitu mulus setiap tahunnya.

Mereka tidak tak peduli, efek dan resiko yang di hadapi oleh para keuchik didesa, walau terkadang menjadi benturan dan perdebatan, yang saling tuding menuding antara masyarakat dan Keuchik di Gampong, sebagai penguasa anggaran, sering dituntut transparan untuk menempelkan papan informasi pagu anggaran dan penggunaan dana desa setiap tahun.

“yang sangat sulit untuk bisa dituruti oleh para Keuchik di Aceh Utara, dikarenakan banyak anggaran dana desa yang tak terduga dan tidak bisa di sebutkan pada publik atau pada masyarakat banyak, yang telah di pergunakan oleh para Keuchik hampir semua Gampong di Aceh Utara, karena cukup banyak anggaran dana desa selama ini, yang mengalir keluar desa akibat kebijakan-kebijakan yang di ambil oleh para Keuchik, mengikuti arahan dan petunjuk Pihak kecamatan.

Yang kadang-kadang kebijakan itu di ambil, bisa merugikan masyarakat desa itu sendiri, Para Keuchik tak peduli walau itu berbahaya, Karena para Keuchik di Aceh Utara saat ini, Rata-rata kurang memahami secara detil sistem manajemen pengololaan anggaran dena desa, sehingga para Keuchik sebagai penguasa anggaran di desa.

Mengikuti saja, arahan dan petunjuk dari pihak Kecamatan, seperti arahan para Camat, kasi (PMD) dan Pendamping Desa (PD) serta (PLD) dalam penggunaan atau Menyusun Rencana Anggaran Pembangunan Gampong (RAPG atau APBG).

Dalam hal itu, para Oknum Pendamping Desa (PD-PLD) dan Oknum pegawai bidang bersangkutan di kantor kecamatan dalam kabupaten Aceh Utara, juga memanfaatkan situasi itu, merenguk sebagian persen dana desa, dengan berbagi macam dalih yang di lontarkan kepada para Keuchik-Keuchik Gampong.

Seperti meminta penyusun RPJM, RAPG, APBG dan LPJ setiap Gampong, untuk dikerjakan oleh pihak oknum ditingkat kecamatan, dengan anggaran dana desa mencapai Rp 12 juta sampai Rp 17 juta malah ada yang Rp 20 juta pertahun, dibayar untuk upah penyusunan RPJM, RAPG, APBG dan LPJ kepada pihak ketiga yang diduga calo di kecamatan, Sehingga para Keuchik di Gampong sebagai penguasa anggaran dan Operator atau kerani desa serta TPK gampong tinggal duduk manis saja.

Tak harus repot-repot Menyusun Rencana Anggaran pembangunan Gampong, dan yang paling anehnya, para aparatur Gampong di Aceh Utara, setiap bulannya ambil jerih, dan itu sudah menjadi hal yang lumraha bagi aparatur desa di Aceh Utara, tampa berkerja dapat jerih.

Karena semua yang terkait persiapan dokumentasi Desa, sudah diupahkan pada pihak kecamatan dengan dana Desa mencapai Rp 20 juta lebih dalam setahun yang diduga di koordinirkan oleh pihak camat, kasi PMD dan para Pendamping desa.

“Badan Permusyawaratan Desa (BPD) atau Tuha Peut Gampong, selalu mempersoalkan anggaran dana desa yang telah di gunakan oleh Keuchik sebagai penguasa anggaran, Meminta untuk mempertanggung jawabkan satu persatu di hadapan masyarakat, ketika ada Rapat Musyawarah atau Musrenbang di tingkat Desa.

“Hal itu terjadi akibat para BPD atau Tuha Peut dan Masyarakat di Gampong-gampong menduga para Keuchik melakukan penyelewengan dana desa, dan ada juga para tuha Peut Gampong yang masih kurangnya memahami, terkait tugas dan fungsinya serta kurang paham penggunaan dana desa itu sendri, sehinga timbul rasa tidak percaya kepada Keuchik, mencurigai berlebihan kepada Keuchik, seperti menduga para keuchik melakukan penyelewengan dana desa.

Yang juga diakibatkan banyaknya para Keuchik Gampong di kabupaten Aceh Utara yang tidak transparan dalam menggunakan dena desa, dengan tidak menempelkan papan informasi Publikasi pendapat dan belanjaan anggaran dana desa di Gampong masing-masing.” Terang sejumlah Keuchik dalam 15 kecamatan di kabupaten Aceh Utara Saat di temui media ini. (Rizal)