MabesNew.com,Pontianak kalimantan Barat
Kota Pontianak 20 Februari 2025 – Dalam dunia jurnalistik yang sarat dengan kode etik dan profesionalisme, keberadaan organisasi pers seperti Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) menjadi penting sebagai wadah pengawasan dan pembinaan.
Namun, belakangan muncul kasus mengejutkan terkait salah satu bekas anggotanya, Hendry Chairudin Bangun, yang kini resmi dinyatakan bukan lagi bagian dari PWI.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) PWI Pusat, Wina Armada Sukardi, secara tegas mengingatkan publik untuk tidak mudah terkecoh oleh manuver-manuver yang dilakukan Hendry Chairudin Bangun setelah pemecatannya.
*Penyelewengan Dana UKW hingga Pemecatan Tiga Tingkat*
Kasus ini berawal dari penyelewengan dana Ujian Kompetensi Wartawan (UKW) sebesar Rp 6 miliar yang bersumber dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Modus operandi yang digunakan adalah skema cashback , di mana Hendry diduga memanfaatkan uang organisasi seolah-olah diminta oleh pihak BUMN.
Dewan Kehormatan PWI Pusat akhirnya menjatuhkan sanksi pemecatan kepada Hendry Chairudin Bangun atas pelanggaran serius tersebut.
Namun, pemecatan ini tidak hanya berhenti pada tingkat Dewan Kehormatan saja. Pada lapis kedua, Pengurus PWI Provinsi DKI Jakarta turut mengukuhkan keputusan pemecatan tersebut melalui proses berita acara.
Hal ini penting karena Hendry sebelumnya tercatat sebagai anggota PWI dari wilayah DKI Jakarta. Proses administratif ini menegaskan bahwa keputusan pemecatan memiliki dasar legalitas yang kuat.
Puncaknya, pada lapis ketiga, pemecatan Hendry diperkuat dalam Kongres Luar Biasa (KLB) PWI. Hasil KLB menyatakan bahwa semua tindakan Hendry setelah dipecat dinilai ilegal dan tidak sah.
“Jadi, pemecatan terhadap Hendry sangat terukur dan bukan keputusan kaleng-kaleng,” tegas Wina Armada.
*Bantahan Hendry Chairudin Bangun dan Pembelaan Wina Armada*
Menanggapi pemecatannya, Hendry Chairudin Bangun sempat berkilah dengan alasan bahwa keputusan Dewan Kehormatan tidak sah karena sekretaris Dewan Kehormatan sudah dia berhentikan lebih dahulu.
Namun, Wina Armada menepis argumen ini dengan tiga poin kuat. Pemecatan Hendry Chairudin Bangun diambil dalam sidang pleno Dewan Kehormatan, bukan keputusan individu atau pribadi sekretaris Dewan Kehormatan. Oleh karena itu, alasan Hendry Chairudin Bangun tidak relevan.
*Legalitas Ketua Dewan Kehormatan*
Sasongko Tedjo, selaku Ketua Dewan Kehormatan, dipilih secara resmi dalam Kongres PWI di Bandung Jawa Barat pada September 2023.
Nama Sasongko juga tercantum dalam Akta Administrasi Hukum Umum (AHU), sehingga memiliki kewenangan yang sah.
*Hierarki Organisasi PWI*
Sebagai anggota maupun ketua umum, Hendry Chairudin Bangun tidak memiliki otoritas untuk memberhentikan anggota Dewan Kehormatan.
“Itu ibarat kopral memerintah jenderal,” kata Wina, yang juga merupakan ahli hukum pers dan etika.
Lebih lanjut, Wina menyoroti klaim Hendry tentang persetujuan rapat pleno diperluas untuk memberhentikan sekretaris Dewan Kehormatan. Menurutnya, rapat tersebut tidak memiliki kewenangan untuk mengambil keputusan semacam itu. Faktanya, rapat pleno yang diperluas tersebut sama sekali tidak mengeluarkan keputusan apa pun terkait pemberhentian sekretaris Dewan Kehormatan.
*Manipulasi AHU dan Klaim HPN 2025*
Selain masalah internal organisasi, Hendry Chairudin Bangun juga diketahui menggunakan dokumen AHU yang telah dibekukan oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) untuk mencitrakan dirinya sebagai ketua umum PWI yang sah.
Dokumen AHU hasil pleno diperluas tanggal 9 Juli 2024 ternyata telah diblokir pada 16 Juli 2024.
Manipulasi ini digunakan Hendry untuk meyakinkan Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan agar menjadi tuan rumah Hari Pers Nasional (HPN) 2025.
Dalam upayanya, Hendry Chairudin Bangun bahkan mencatut nama Presiden Prabowo, sejumlah menteri, dan Ketua MPR RI untuk mendukung acara tersebut.
Namun, faktanya berbanding terbalik. Gubernur Kalimantan Selatan sendiri tidak hadir dalam peringatan HPN pada 9 Februari di Banjarmasin.
“Jadi, bagi para mitra, mohon berhati-hati agar tidak menjadi korban bualan mengenai AHU,” tegas Wina.
Refleksi Etika dan Moralitas
Sebagai rekan satu angkatan dalam karier jurnalistik, Wina Armada mengungkapkan bahwa ia dan Hendry Chairudin Bangun pernah bersama-sama meniti pelatihan pers di Surat Kabar Kampus UI “Salemba” pada tahun 1979.
Namun, ada perbedaan nasib; Wina berhasil lulus, sedangkan Hendry Chairudin Bangun tidak lulus alias DO bin Drop Out.
Di tengah perjalanan karier mereka, perbedaan pendapat kerap terjadi, termasuk saat Hendry Chairudin Bangun memaki Wina di media sosial dengan menyebutnya “nama kesohor tapi otak bego.”
Wina memilih tidak menanggapi komentar tersebut karena yakin publik dapat menilai mana yang benar.
Sebagai sesama wartawan senior, Wina berharap Hendry bisa legowo dan melakukan introspeksi diri.
Ia mengimbau Hendry Chairudin Bangun untuk tidak dikuasai oleh nafsu angkara murka.
“Bagaimana pun, kita tidak mengharap dia mendapat stroke apalagi gangguan jiwa. Sebaliknya, dia tetap waras,” tutur Wina.
*Pentingnya Kewaspadaan Publik*
Kasus ini menjadi pengingat akan pentingnya kewaspadaan publik terhadap individu-individu yang mencoba memanfaatkan nama besar organisasi untuk kepentingan pribadi.
Hendry Chairudin Bangun, yang kini bukan lagi anggota PWI, harus dipahami oleh masyarakat sebagai pihak yang telah melanggar aturan organisasi dan etika jurnalistik.
Keputusan pemecatannya melalui tiga lapis struktur organisasi menunjukkan bahwa proses ini dilakukan secara transparan, terukur, dan berdasarkan fakta.
Publik diminta untuk tidak mudah percaya pada klaim-klaim yang tidak berdasar, terutama terkait status keanggotaan dan legitimasi organisasi.
Sebagai konsumen informasi, kita harus kritis dan cerdas dalam memilah kebenaran dari berbagai narasi yang berkembang.***
Tags//
#PWI #Hendry Chairudin Bangun #WinaArmada #KodeEtikJurnalistik #PenyelewenganDanaUKW #AHUBlokir #HPN2025 #EtikaPers
Deskripsi//
Hendry Chairudin Bangun resmi bukan anggota PWI lagi setelah dipecat melalui tiga lapis struktur organisasi. Publik diminta waspada terhadap manuvernya yang menggunakan dokumen AHU palsu dan mencatut nama pejabat negara. Simak ulasan lengkap kasus ini//
Wartawan Selinus