Belum Kunjung Selesai Pelaporan Dumas Kasus Pemalsuan Surat Nikah Di Polres Mojokerto 2 tahun 2 Bulan  

MabesNews.com, Mojokerto,Jawa Timur-Kasus dugaan tindak pidana pemalsuan surat nikah yang dilaporkan atau dilakukan Pengaduan Masyarakat (Dumas) oleh Emi Lailatul Uzlifah (37) warga Dusun Bolorejo, Desa Mojojajar, Kecamatan Kemlagi, Kabupaten Mojokerto ke Satreskrim Polres Mojokerto atas nama terlapor Nina Farida (56) asal Jalan Kedawung, Kelurahan Tulusrejo, Kecamatan Lowokwaru, Kota Malang jalan ditempat selama 2 tahun 2 bulan, (26 bulan) hingga berita ini ditulis,Pada Hari Sabtu 28 Desember 2024.

Berhentinya proses penanganan kasus pengaduan masyarakat dugaan tindak pidana pemalsuan surat nikah tersebut akhirnya menjadi sorotan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Lumbung Informasi Rakyat (LiRA) setelah pelapor secara resmi Pada Hari Senin (23/12/2024) memberikan surat kuasa kepada pihak LSM LIRA dan tim advokasi dan hukum LSM LIRA untuk menindaklanjuti proses hukumnya.

“Winarno, S.T.,S.H.,M.Hum Bupati LSM LIRA Sidoarjo selaku (penerima kuasa) dikonfirmasi terkait kasus yang ditanganinya mengatakan, kami bersama tim advokasi LSM LIRA dan lawyer pelapor setelah mendapatkan surat kuasa, langsung bergerak mendatangi Polres Mojokerto untuk menanyakan tindak lanjut proses hukum yang sudah pernah dilaporkan atau diadukan oleh pihak pelapor 26 bulan lalu terkait kasus dugaan tindak pidana pemalsuan surat nikah yang diduga dilakukan oleh terlapor atas nama Nina Farida.

“Pelaporan pengaduan masyarakat terhadap terlapor dilakukan dan diterima oleh Satreskrim Polres Mojokerto pada 24 Oktober 2022 tentang dugaan tindak pidana pemalsuan surat nikah Nomor : 197/I/IX/1993 tanggal 1 September 1993 atas nama Handika Susilo dan Nina Farida sebagaimana dimaksud pasal 263 KUHP yang terjadi di salah satu kantor Notaris di Mojokerto pada bulan Januari 2022 yang hingga saat ini masih dalam proses,” jelas Winarno.

Lanjut Winarno, harusnya pelaporan atau pengaduan masyarakat yang dilakukan oleh pelapor ke Satreskrim Polres Mojokerto sudah diproses dan sudah ada progres perkembangan tindak lanjut yang menurut kami bisa ada hasil yang kita harapkan. Namun justru hingga hari ini kita penerima kuasa mendapati proses hukumnya malah jalan ditempat.

“Perkembangan yang kita terima malah berbalik, Klien kami justru dilaporkan balik oleh pihak terlapor (Nina Farida) atas pemalsuan surat nikah antara Handika Susilo dengan Emi Lailatul Uzlifah dan saat ini malah menjadi terpidana menjalani hukuman di Lapas Klas IIB Mojokerto. Ini kan aneh mas. Makanya kita datang ke Polres Mojokerto berkirim surat ke Propam Polres Mojokerto untuk minta jawaban terkait progres perkembangan dari hasil penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan petugas (penyidik) terhadap Klien kami,” pungkas Winarno.

Di tempat yang sama, Andik Rusianto wakil sekretaris DPD LSM LIRA kota Mojokerto yang juga sebagai saksi atas dumas pelaporan Emi Lailatul Uzlifah mengatakan, bahwa kesaksian Nina Farida dalam putusan perkara pidana nomor : 407/Pid.B/2024/PN Mjk di bawah sumpah mengatakan “Bahwa kurang lebih 3 (tiga) bulan sebelum menikah dengan Nina Farida dan Handika Susilo masuk islam dan menggunakan nama islam yaitu Muhammad Taufiq dan pada dokumen buku nikah antara Nina Farida dengan Handika Susilo, nama suami tertulis Muhammad Taufiq” namun faktanya buku nikah Nina Farida nomor : 197/I/IX/1993 yang di duga digunakan untuk menjual SPBU tertulis nama suami Handika Susilo, apakah mungkin buku nikah register yang sama dengan nama suami yang berbeda, tempat kota kelahiran juga beda, kemudian di tetapkan dengan tahun yang sama oleh dua kepala KUA Kec. Bareng Kab. Jombang, lalu di buat penetapan di Pengadilan Negeri Malang pada tahun 2022 sedangkan orng tersebut sudah meninggal pada tahun 2021.

Untuk itu kami mohon kepada yang Terhormat Bapak Kapolres Mojokerto, Bidpropam, Bapak Kapolda Jawa Timur, Bapak Mabes Polri, Kompolnas, untuk menjadikan atensi dan segera menggelar perkara ini supaya terang dan jelas sesuai dengan Pasal 4 Keputusan Kapolri No. Pol:KEP/32/VII/2003 menyatakan menyatakan yang benar adalah benar, yang salah adalah salah, tidak memihak, tidak menimbulkan penderitaan akibat penyalahgunaan wewenang dan sengaja menimbulkan rasa kecemasan, kebimbangan, dan ketergantungan pada pihak-pihak yang terkait. “Jelas Andik.

Karena “Barang siapa yang memberikan keterangan palsu di atas sumpah diancam dengan pidana penjara maksimal 7 tahun, sesuai pasal 242 KUHP” Hari Sabtu 28 Desember 2024.

 

(Asnawi)