MABESNEWS.COM | Banyuwangi- Sejak diterbitkannya Undang-Undang Cipta Kerja 11 Tahun 2020, upaya pembinaan dan pinangkatan investasi dan lapangan kerja, terus ditingkatkan. Hal ini juga berpengaruh besar terhadap perombakan aturan dan kebijakan salah satunya sektor bidang Jasa Konstruksi.
Sektor bidang jasa konstruksi dalam Undang Undang Jasa Konsttuksi No. 2 Tahun 2017 didalamnya mengatur kegiatan dalam 2 ruang lingkup yaitu : 1. Jasa Konsultansi (Perencanaan dan Pengawasan) 2. Jasa Pekerjaan/Pelaksanaan. Perubahan mendasar terkait peraturan dan kebijakan ini, adalah upaya pemerintah RI, dalam pemenuhan kebutuhan peningkatakan “Tata Kelola” yang baik dan bermutu handal dan berkualitas dalam penyelenggaraan jasa konstruksi, baik pada pemerintahan maupun swasta (badan usaha/perorangan). Upaya tersebut salah satunya pengaturan dalam hal kecukupan Kemampuan dan Kompetensi Kerja, para pekerja/personil yang membidangi “Dunia Konstruksi” kedepan.
Kecukupan syarat formal tersebut, telah dibuat aturan turunannya yang diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP), Perlem LKPP sampai SE Kementrian PUPR Surat Edaran No. 02/SE/M/2021 /SE/M/2020 Tentang Perubahan atas Surat Edaran Menteri PUPR No 30/SE/M/2020 memperkuat dan mensyaratkan, Bawa Setiap Badan Usaha/Perorangan “WAJIB” memenuhi Sertifikat Kompetensi Kerja (SKK) Jasa Konstruksi (Perencanaan, Pengawasan dan Pelaksanaan). Bila dilakukan pelanggaran, akan mendapatkan berbagai konsekwensi pelanggaran dan keterkaitan unsur yang masuk dalam “Pemalsuan Dokumen dan Persenkongkolan Proyek”
Untuk mengintegrasikan data tersebut Sistem Informasi Kementrian PU RI, telah meluncurkan DATA PUBLIK, sehingga siapa saja baik Badan Usaha, maupun Perorangan, yang memiliki SKK. masyarakat luas akan dengan mudah mengotrol dan mengawasi, dalam mendapatkan trqcking data atas pelanggaran-pelanggaran dokumen sampai skema pencairan anggaran pada paket pekerjaan konstruksi di BPKAD melalu SPM/SP2D tetapi masih dilakukan dengan kelengkapan yang “Maldokumen/Bodong” tetapi masih terjadi “persengkingkolan”.
Banyaknya Badan Usaha dan SKK “Bodong” masih mendapatkan “celah permainan” oleh Perangkat Daerah di Pemkab Banyuwangi, mengerjakan/dengan mendapatkan “Paket” Kegiatan/Pekerjaan Konstruksi, bahkan karena telah “Bersekongkol” badan usaha “bodong” masih diakomodir mendapatkan paket proyek lebih banyak daripada badan usaha yang mencukupkan syarat sah dokumen formal, namun dikarenakan bukan “lingkup mafia proyek” tidak mendapatkan ruang, dalam persaingan usaha yang “sehat”.
Pelanggaran-pelanggaran hukum, bidang jasa konstruksi, bukan hanya terjadi pada kegiatan “pelaksanaan” saja, naumn bidang perencanaan dan pengawasan juga sama, Ruang Lingkup/Scope Of Work, dilaksanakan “internal” tendesi bisnis oleh pejabatnya oleh “Dinas Perangkat Daerah” sendiri.
Dinas seolah menjadi “perusahaan dalam perusahaan” dalam memanipulasi anggaran “Rekening APBD” dalam hal Perencanaan dan Pengawasan (maksimal 10% APBD Belanja Fisik dan Infrastruktur) dan tidak masuk secara resmi namun dikelola sendiri melibatkan tenaga Kerja THL, sehingga sangat rawan/mudah dimanipulasi/korupsi oleh dinas ) karena menganggap kegiatan Perencanaan dan Pengawasan, bukan “pemaketan pekerjaan”, namun, disalah persepsikan sebagai Anggaran yang menjadi satu bagian “Pelaksanaan Pekerjaan”, sehingga karena tidak “Kontraktual” Pos Rekening Anggaran ” Konsultansi” pada Perencanaan Pengawasan menjadi (0) Nol. Indikasi “Manipulasi” tidak dapat di “entri no SPKnya”
Belum lagi pelibatan Tenaga THL Pemkab Banyuwangi, terutama pada Dinas Teknis, dokumen tersedia pada perencanaan, banyak yang tidak memiliki SKK Perencana yang berkualifikasi pada bidang yang direncanakan. Juga pada “paket” pengawasan konstruksi (Dinas sendiri) personil yang dilibatkan, hanya Tenaga THL yang juga diperparah tidak Bersertifikat pada bidang sesuai pengawasannya. Namun mereka diberi kewenangan sebagai perwakilan Dinas di Pemkab Banyuwangi, melakukan kegiatan pada sektor (seperti konsultan perencana dan pengawas) konstruksi, namun “Bodong” SKK.
Tatakelola dan penerapan Syarat Formal SKK, oleh Dinas PU tidak berlaku bagi masyarakat, dalam memohon PBG, syarat SKK konsultan perencana, sebagai sesuatu yang “wajib” bila tidak permohonan tidak dapat diproses. Hal ini menjadi “ketimpangan” hukum di sektor konstruksi di Pemkab Banyuwangi, seharusnya yang diperketat dalam hal Perencanaan Pengawasan maupun Pelaksanaan, adalah proyek-proyek pemerintah, karena sangat rawan, dalam manipulasi, volume, kualitas, spesifikasi sehingga banyak terjadi persengkongkolan, dan kerjasama bidang “Korupsi”. Hal ini, seperti pemberlakuan 2 sisi hukum yang berbeda penerepan. Kalau Kegiatan Proyek Pemda “dilonggarkan aturan” kalau PBG masyarakat dipersulit dengan aturan formal. Perlu dilakukan “Perombakan besar” dalam tata kelola dan manajemen Konstruksi di Pemkab Banyuwangi.
Surat Edaran No. 02/SE/M/2021 /SE/M/2020 Tentang Perubahan atas Surat Edaran Menteri PUPR No 30/SE/M/2020
Penulis : Andi Purnama
( Saleh supriyanto )