APH Diduga Bungkam, Tambang Ilegal di WIUP PT Timah Kolong Merbuk, Kenari, dan Pungguk Kembali Beraksi

Pemerintah, Polri183 views

Mabesnews.com.Bangka Tengah – Aktivitas tambang timah ilegal kembali mencuat di kawasan WIUP (Wilayah Izin Usaha Pertambangan) PT Timah, tepatnya di belakang Pasar Modern Koba, Kabupaten Bangka Tengah (Bateng). Dalam sepekan terakhir, kolong Merbuk, Kenari, dan Pungguk kembali menjadi sasaran penjarahan oleh penambang ilegal, meski kawasan ini sebelumnya telah ditertibkan.

Puluhan ponton tambang ilegal terpantau aktif di lokasi, beroperasi secara terang-terangan meski sebelumnya telah dibersihkan oleh tim gabungan dari Polres Bateng dan berbagai instansi terkait. Namun, penertiban tersebut hanya bertahan sementara. Kini, aktivitas ilegal tersebut kembali menggeliat, bahkan memicu konflik antar-kelompok yang terlibat dalam penambangan di kawasan terlarang ini. Salah satu konflik nyaris berujung bentrok fisik antara penambang dan pembeli timah, sebelum akhirnya dilerai oleh koordinator lapangan.

Dugaan Bekingan Oknum Aparat

Seorang penambang yang enggan disebutkan identitasnya mengaku bahwa aktivitas tambang ilegal ini diduga mendapatkan dukungan dari oknum aparat.

“Kami cuma mau begawe (bekerja). Kami sudah koordinasi dengan aparat dan lainnya,” ujarnya.

Ia menambahkan bahwa hasil tambang di beberapa wilayah mulai menipis, sehingga mereka berpindah ke wilayah yang diawasi kelompok tertentu. Sistem pembagian hasil dianggap tidak adil, di mana penambang harus menyetor 2 kilogram dari setiap 10 kilogram timah yang mereka dapatkan.

“Di sini yang mengatur itu Bang I (inisial). Orang pindah ke sini karena masih ada hasil. Tapi tetap harus setor, dan timahnya langsung diambil orang tertentu,” tambahnya.

Kebisingan dan Dampak pada Warga

Warga setempat turut mengeluhkan kebisingan yang ditimbulkan oleh mesin tambang. Deswi, seorang warga di sekitar kawasan Kenari, mengatakan bahwa suara mesin terdengar hingga Simpangperlang.

“Setiap pagi, suara mesin tambang sangat bising. Itu sangat mengganggu kami,” ungkapnya.

Selain itu, Deswi juga menyoroti kerusakan lingkungan yang semakin parah akibat tambang ilegal ini. Ia mengingatkan peristiwa banjir besar pada Februari 2016 yang disebabkan oleh jebolnya tanggul kolong Jongkong 12 Nibung.

“Kejadian itu bukan bencana alam murni, tapi akibat kelalaian manusia. Sekarang, retakan-retakan sudah terlihat di dam kolong Kenari. Apa kita harus menunggu bencana serupa terjadi lagi?” tegasnya.

Tuntutan kepada APH dan PT Timah

Masyarakat mendesak Aparat Penegak Hukum (APH) dan PT Timah untuk mengambil langkah tegas terhadap tambang ilegal ini. Mereka meminta agar penindakan tidak hanya menyasar pekerja tambang kecil, tetapi juga aktor utama yang berada di balik aktivitas tersebut.

“Jangan biarkan masyarakat menjadi tameng untuk aktivitas ilegal ini. Jika terus dibiarkan, kerugian lingkungan semakin besar, sementara keuntungan hanya dinikmati oleh segelintir orang serakah,” ujar Deswi.

Hingga berita ini diturunkan, pihak Polres Bateng belum memberikan pernyataan resmi terkait kembali maraknya aktivitas tambang ilegal di kolong Merbuk, Kenari, dan Pungguk. Masyarakat berharap tindakan nyata segera dilakukan sebelum dampaknya semakin meluas.**