Mabesnews.com
Banda Aceh – Aktivis dayah Aceh, Tgk. H. Umar Rafsanjani, Lc, MA mengatakan sosok Muallem atau Muzakkir Manaf selaku Ketua Umum Partai Aceh (PA) akan sangat ideal jika dalam Pilkada ini dapat berpasangan dengan kalangan ulama dayah di Aceh.
Hal ini, menurut Tgk. Umar Rafsanjani, karena Muallem sebagai sosok mantan kombatan yang memiliki idealisme keAcehan yang tinggi maka akan semakin melengkapi jika berpasasangan dengan kalangan ulama yang memiliki kecintaan yang tinggi untuk cita-cita Keislaman.
“Figur Muallem selaku mantan kombatan jika berpasangan dengan kalangan ulama dayah di Aceh itu akan menjadi kandidat yang sangat kuat di satu sisi, serta merupakan kebutuhan Aceh di sisi lainnya, “ ujar aktivis Ikatan Sarjana Alumni Dayah (ISAD) ini melalui siaran persnya pada Kamis, 18 April 2024.
Menurut Tgk. Umar Rafsanjani, figur Muallem dengan gerbong besar Partai Aceh itu akan menjadi sangat kuat jika menyatu erat dengan figur ulama yang akan membawa basis kalangan santri dayah di Aceh.
“Harus diakui, di Aceh itu, kekuatan real massa itu ada di Partai Aceh selaku partai mantan kombatan dan di dayah yang mewakili kekuatan Islami tradisional yang menyejarah di Aceh. Itu sebab, jika Muallem mengambil wakil dari kalangan ulama maka akan menjadi pasangan terkuat, “ sebut Tgk. Umar Rafsanjani,.
Dan di sisi lain, tambah Tgk. Umar Rafsanjani, figur mantan Kombatan dan ulama dibutuhkan untuk memimpin Aceh saat ini karena di satu sisi Aceh perlu mengejar realisasi cita-cita keAcehan dalam konteks sejarah dan hubungan dengan pemerintah pusat, dan juga cita-cita Keislaman yang menyatu dengan keAcehan yang disuarakan secara konsisten oleh para ulama dayah di Aceh di masa ke masa.
“Kejayaan Aceh itu terwujud tatkala menyatunya keAcehan dan keislaman menjadi kekuatan kita sebagai bangsa dalam membangun. Nah disinilah pasangan Muallem dengan ulama dayah di Aceh menjadi suatu kebutuhan yang real untuk Aceh saat ini, “ kata Tgk. Umar Rafsanjani yang merupakan lulusan Al-Azhar Mesir ini.
Apalagi, lanjut Tgk. Umar Rafsanjani, status Aceh saat ini yang menjalankan Syari’at Islam dapat dikatakan semakin menjauh dari cita-cita Syari’at Islam yang dulu pernah diperjuangkan berdarah-darah oleh para mantan kombatan, para ulama, akademisi dan santri di Aceh. (*)