MabesNews.com, RIBUAN tahun silam, Socrates (469 SM-399 SM), pernah berkata, “Orang yang semakin pandai, pasti akan semakin baik (sikap dan perilakunya).
Mungkin kita akan membantah pendapat ini. Sebab, fenomena sosial yang terjadi akhir-akhir ini banyak orang-orang berkedudukan dan berilmu tinggi melakukan perbuatan rendah. Seperti korupsi, khianat, bahkan suka manipulatif.
Namun, putra seorang tukang batu dan bidan, yang memperkenalkan konsep “kebajikan adalah pengetahuan” dan dianggap sebagai salah satu bapak filsafat Barat tersebut, punya jawabannya.
Menurutnya, jika da orang yang pintar tapi tidak baik atau jahat, berarti orang tersebut belum pintar (masih bodoh), karena dia tidak tau efek merusak dari kejahatan yang dilakukannya.
Di sini Socrates mengajarkan pentingnya integrasi ilmu ke dalam perilaku kehidupan. Neny Rostiati dan Fakhry Zamzam (2021), seperti kami kutip dari detik .com, menyebut ajaran Socrates ini sebagai intelektualisme etis, yakni pengetahuan yang benar tentang etika secara otomatis akan diikuti oleh perilaku yang benar.
Ingat, ilmu tidak hanya untuk dimiliki dan dipahami, tetapi harus mampu membuat perubahan dalam perilaku hidup.
Dengan konsep integrasi ilmu dalam perilaku kehidupan seperti ini, maka orang yang berilmu tidak akan berbuat jahat. Justru semakin tinggi ilmu yang dimiliki seseorang, maka orang itu akan menjadi semakin baik.
Jadi, jika ada orang yang bertambah ilmu dan gelar akademiknya, tetapi perilakunya tidak bertambah baik, khianat, manipulatif, playing victim bahkan sombong, maka ada yang salah dalam pengetahuannya.
Mungkin orang semacam ini hanya sekolah tinggi supaya dapat ijasah, tetapi tak pernah berpikir. Atau jangan-jangan suka bolos.
Bagaimana menurut Anda? (Nursalim Turatea)