Buntut Nadiem Cabut Aturan Pramuka Ketum SPBI Nilai Kurikulum Merdeka Hanya Slogan Belaka

Pemerintah78 views

Mabesnews.com

Jakarta, Ketua Umum Solidaritas Pemersatu Bangsa Indonesia (SPBI) Dr. Iswadi, M.Pd mengatakan kebijakan pendidikan yang berubah-ubah, terdengarlah kabar besar yang mengguncang dunia pendidikan di Indonesia.

Pasalnya, setelah Nadiem Makarim, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), mengumumkan keputusan kontroversial yang mengejutkan banyak pihak karena pencabutan aturan terkait pramuka dari Kurikulum Merdeka secara sepihak.

Keputusan ini telah menjadi perbincangan hangat di berbagai kalangan, menimbulkan beragam reaksi dan interpretasi.karena

“Pramuka, sebuah gerakan pendidikan luar sekolah yang telah ada sejak lama di Indonesia, telah menjadi bagian integral dari kehidupan siswa. Bagi banyak orang, pramuka bukan hanya tentang kegiatan ekstrakurikuler, tetapi juga tentang pembentukan karakter, kepemimpinan, dan pengembangan keterampilan sosial. Namun, keputusan Mendikbudristek untuk mencabut aturan pramuka dari Kurikulum Merdeka dan ini merupakan suatu keanehan dan Kalau beliau ( Nadiem) Pernah merasakan dunia Pramuka dimasa sekolah nya mustahil beliau mengambil kebijakan itu,” jelas, Dr. Iswadi, M. Pd. kepada wartawan, Senin 1 April 2024.

“Dari keputusan Nadiem untuk mencabut aturan Pramuka dalam Kurikulum Merdeka kita menilai sebagai sekadar slogan belaka tanpa substansi yang jelas,” tambahnya.

Alumni Program Doktoral Manajemen Pendidikan Universitas Negeri Jakarta tersebut mengatakan banyak pertanyaan dan perdebatan tentang tujuannya dan implikasinya.

“Sebagian orang menyambut keputusan ini dengan antusiasme,dan menganggapnya sebagai langkah positif menuju sistem pendidikan yang lebih fleksibel dan berorientasi pada hasil,” katanya.

Mereka berpendapat bahwa pramuka, meskipun memiliki nilai-nilai positif, tidak seharusnya menjadi bagian yang mengikat dalam kurikulum sekolah.

Menurut mereka, siswa seharusnya memiliki kebebasan untuk memilih kegiatan ekstrakurikuler sesuai minat dan bakat mereka, tanpa adanya paksaan untuk bergabung dengan pramuka.

Namun, di sisi lain, banyak pihak yang menentang keputusan ini dengan tegas….”Mereka menganggap pramuka sebagai suatu institusi yang penting dalam pembentukan karakter dan kepemimpinan generasi muda,” kata dia.

Dengan mencabut aturan pramuka dari Kurikulum Merdeka, mereka khawatir nilai-nilai yang diajarkan oleh pramuka akan terpinggirkan atau bahkan dilupakan.

Mereka juga mengkhawatirkan bahwa keputusan ini dapat mengurangi minat siswa untuk bergabung dengan pramuka, yang pada gilirannya dapat mengancam eksistensi gerakan pramuka itu sendiri.

“Kita menilai Kurikulum Merdeka  hanya Slogan belaka jika Aturan tersebut tidak segera duanulir. Sementara itu, banyak pihak juga yang menyebut keputusan ini sebagai “slogan belaka,” ucap Dr.Iswadi.M.Pd

“Mereka berpendapat bahwa pencabutan aturan pramuka dari Kurikulum Merdeka hanya sekadar simbolisme tanpa substansi yang nyata,” tambahnya.

Mereka menyoroti bahwa meskipun aturan tersebut dicabut, hal tersebut tidak secara otomatis menghapus pramuka dari kegiatan sekolah.

“Pramuka tetap dapat dijalankan sebagai kegiatan ekstrakurikuler tanpa harus terikat oleh regulasi kurikulum,” tutur nya.

Namun, di balik semua perdebatan dan kontroversi, pertanyaan mendasar tetap mengemuka: apa sebenarnya tujuan dari kebijakan ini? Apakah pencabutan aturan pramuka dari Kurikulum Merdeka akan membawa dampak positif atau negatif bagi pendidikan di Indonesia?

Untuk menjawab pertanyaan ini, penting untuk mempertimbangkan konteks yang lebih luas dari kebijakan pendidikan yang tengah dilakukan oleh pemerintah.

Kurikulum Merdeka sendiri merupakan inisiatif untuk mengubah paradigma pendidikan di Indonesia, yang sebelumnya cenderung berbasis pada kurikulum yang bersifat terpusat dan kurikulum yang dianggap kaku.

Kurikulum Merdeka bertujuan untuk memberikan lebih banyak kelonggaran kepada sekolah dan guru dalam merancang kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan dan konteks lokal mereka.

Dalam konteks ini, pencabutan aturan pramuka dari Kurikulum Merdeka mungkin bisa dipandang sebagai bagian dari upaya untuk memberikan lebih banyak kebebasan kepada sekolah dalam menentukan kegiatan ekstrakurikuler mereka.

Namun, pada saat yang sama, hal ini juga menimbulkan pertanyaan tentang apakah kebebasan ini akan diimbangi dengan peningkatan dukungan dan sumber daya untuk mendukung kegiatan ekstrakurikuler yang bervariasi dan bermutu.

Dr. Iswadi, M.Pd. menyebut juga di tengah perdebatan yang sengit ini, satu hal yang jelas adalah perlunya kajian mendalam dan evaluasi menyeluruh tentang dampak dari kebijakan ini.

Penting bagi pemerintah, para pendidik, dan masyarakat secara keseluruhan untuk bekerja sama dalam memastikan bahwa kebijakan pendidikan yang diambil benar-benar memberikan manfaat bagi pembangunan karakter, keterampilan, dan potensi siswa Indonesia.

Seiring waktu, kita akan dapat melihat apakah pencabutan aturan pramuka dari Kurikulum Merdeka benar-benar membawa dampak positif atau sebaliknya.

“Yang pasti, diskusi dan evaluasi terus-menerus diperlukan untuk memastikan bahwa kebijakan pendidikan yang diambil selalu berpihak pada pembangunan generasi muda yang tangguh dan berkualitas.bukan karena selera yang yang minim Pengalaman,” demikian Dr. Iswadi, M.Pd. (*)