MabesNews.com.Bulukumba, – Pemilihan umum yang digelar tepat pada tanggal 14 Februari 2024 yang lalu, pemilihan umum dilaksanakan berdasarkan amanat konstitusionalisme, termaktub dalam pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Dasar Negara Republik indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilaksakan menurut undang-undang dasar. Oleh karena itu, rakyat memiliki kedaulatan, tanggung jawab, hak dan kewajiban untuk secara demokratis memilih pemimpin yang akan membentuk pemerintahan, guna mengurus dan melayani seluruh lapisan masyarakat serta memilih para wakil rakyat untuk mengawasi jalanya pemerintahan melalui pemilihan umum secara langsung demi menyalurkan aspirasi politik rakyat.
Sesuai ketentuan undang-undang dasar 1945 pasal 22E ayat (6) bahwa” pemilihan umum diselanggarakan untuk memilih anggota dewan perwakilan rakyat, Dewan perwakilan Daerah dan dewan perwakilan rakyat daerah diselanggarakan berdasarkan asas langsung, umum bebas, rahasia jujur dan adil selama lima tahun sekali.
Perihal pemilihan umum yang kerapkali dilakukan lima tahun sekali, masyarakat Indonesia berhak mengawal pemilihan umum yang sedang berlangsung demi menjaga integritas demokrasi Indonesia, agar tidak ada indikasi penyimpanan dan/atau dugaan kecurangan dalam keberlangsungan pemilihan umum yang diduga dilakukan oleh oknum tertentu atau menghindari dugaan kecurangan yang dilakukan oleh panitia pelaksana pemilihan umum mulai dari Tempat Pemungutan Suara (TPS) hingga pada tingkatan selanjutnya.
Amanat konstitusi sebagaimana termaktub dalam pasal-pasal yang mengatur tentang pemilihan umum hampir punah lantaran banyaknya indikasi panitia pelaksana diduga tidak bersikap independen,adil dan jujur. Asas praduga tersebut berawal dengan adanya problematika yang ditemukan pada proses berlangsungnya pesta demokrasi pada 14 februari yang lalu hingga sampai pada saat ini masih bergulir dalam proses hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku” dugaan kecurangan tentunya adalah upaya yang dilakukan oleh oknum yang hendak menguntungkan salah satu kandidat, sadar atau tidak, perihal tersebut adalah salah satu perbuatan yang merusak demokrasi Indoseia.
Dugaan-dugaan kecurangan tersebut terjadi diantaranya TPS 1, 7 dan 10 di Desa Tanah Towa , TPS 1 sampai TPS 6 di Desa Malleleng sesuai dengan aduan masyarakat yang bergabung dalam ALIANSI MASYARAKAT PEDULI DEMOKRASI ke Lembaga Badan Pengawas Pemilihan Umum atau lebih sering di sebut BAWASLU tertanggal 28 februari 2024, berdasarkan TANDA BUKTI PENYAMPAIAN LAPORAN PENGADUAN dengan Nomor : 004/LP/PL/Kab/27.05/II/2024 yang diwakili oleh Tasmar selaku koordinator Lapangan. Ironisnya, pelaksanaan pemilihan umum yang sedang berlangsung masih dalam tanda tanya karena belum mendapatkan kepastian hukum, lalu adakah upaya hukum yang dijerat bagi oknum dengan sengaja melakukan kecurangan pemilu?
Perihal kecurangan pemilu diatur dalam peraturan perundang-undangan berdasarkan undang-undang Undang-Undang Pemilu Tahun 2017 secara umum mengatur tiga bentuk pelanggaran pemilu yakni” pelanggaran kode etik, pelanggaran administratif, dan pelanggaran tindak pidana pemilu, peraturan Bawaslu Nommor 7 Tahun 2022 dijelaskan bahwa pelanggaran pemmilu adalah tindakan yang bertentangan, melanggar atau tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pemilu, undang-undang nomor 8 Tahun 2024.
Oleh karena itu, masyarakat menilai pesta demokrasi tidak baik-baik saja sementara penindakan tegas terhadap pelanggaran pemilu masih dalam tanda tanya lantaran belum ada kepastian hukum yang ditetapkan oleh lembaga yang berwenang, maka dari itu, mari kita mengawal demokrasi kita hingga pelaksanaan demokrasi kita sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku, tentunya oknum yang terlibat dalam pelanggaran pemilu kiranya dapat diproses sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang ada agar PEMILU 14 FEBRUARI 2024 DI KAJAG TIDAK DALAM TANDA TANNYA.
Penulis: Sindi Juliana Hamsa