MabesNews.com | Disampaikan oleh Prof. Dr. Chabullah Wibisono yang bertepatan pada hari Ahad, 14 Januari 2024, pukul 08.30 WIB – selesai bertempat di masjid Prof. Dr. Hamka. Komplek Dakwah Muhammadiyah Asean Batu Aji Batam.
Dalam pengajian tersebut sekaligus mengajak kita semua berpartisipasi dengan berinfaq melalui Rek. BSI 7049217883 a.n LazisMu Batam.
Dalam pengajian tersebut Cabullah Wibisono mengatakan bahwa Pandangan Intelektual Dalam Islam berkemajuan berdasarkan pada Islam Kargas pada QS Al Baqarah : 208, Islam Integral QS Ibrahim ayat : 24-25, Dakwah Islam Q:S An Nahl : 125, Islam penyeimbang antara Spritual dan material QS Al Qash: 5.
Dibahas pula dalam pengajian bulanan tersebut adalah fungsi jantung, otak, dan hati. Di mana dalam diri manusia ada berbagaiacam nafsu yaitu nafsu, ammarah, nafsu lauwmah, nafsu ammarah dan nafsu sufiah tutur Chabullah Wibisono.
Nafsu ammarah adalah nafsu yang sering mengajak manusia untuk selalu berbuat jahat atau kerusakan, nafsu lauwamah adalah nafsu yang sering membuat manusia untuk selalu berbuat kemunafikan, nafsu mutmainnah adalah nafsu yang selalu mengajak manusia untuk berbuat baik, dan nafsu Sufiah adalah nafsu yang selalu mengajak manusia untuk selalu merasa cinta kepada ciptaan Allah.
Dijelaskan pula tentang ciri masyarakat modern berkemajuan yang memiliki ciri yang sangat penting, salah satu ciri dari Masyarakat Islam yang menjadi tujuan Muhammadiyah adalah “berkemajuan”. Ketua PP Muhammadiyah Syafiq Mughni mengatakan bahwa ada lima karakteristik utama Islam Berkemajuan, yaitu pertama, berlandaskan tauhid (al-mabni’ ‘ala al-Tauhid). Salah satu misi utama Muhammadiyah adalah menegakkan tauhid yang murni.
Muhammadiyah seringkali disebut sebagai gerakan Islam puritan karena keteguhannya dalam mengajak masyarakat untuk senantiasa berpegang pada akidah yang lurus, bersih dari anasir yang merusak seperti keyakinan terhadap tahayul, relativisme agama, dan sekularisme.
“Dengan Tauhid inilah Muhammadiyah menolak bermacam usaha untuk mencampuradukan agama, untuk merelativisasikan agama, sinkretisme, dan beragam macam yang mengarah pada syirik,
Kedua, bersumber al-Qur’an dan Sunnah (al-ruju’ ila al-Quran wa al-Sunah). Muhammadiyah melarang sikap taklid beribadah tanpa dasar-dasar dan pemahaman yang mendalam. Muhammadiyah juga tidak menolak pendapat dan eksistensi mazhab, tetapi tidak mengikuti mazhab tertentu secara taken for granted. Muhammadiyah menjadikan Al Quran dan Al Sunah sebagai sumber ajaran utama dengan pendekatan yang proposional.
Islam Berkemajuan’ sendiri bukanlah reduksi kepada keluasan makna Islam. Melainkan sebuah penekanan terhadap warna Islam yang aplikatif dan bisa dibawa oleh Muhammadiyah.
perumusan istilah ‘Islam Berkemajuan’ melalui diskusi panjang para ahli di Persyarikatan.
Islam Berkemajuan sendiri menurutnya memiliki lima ciri utama (al-khasaaish al-khamsah), antara lain:
berlandaskan tauhid. Syafiq menjelaskan jika dalam keyakinan Muhammadiyah, tauhid itu bukan hanya sekadar keyakinan, tapi juga pengamalan. Selain itu, Muhammadiyah menghindari perdebatan kalam ataupun teologis.
“Oleh karena itu garis besarnya, bahwa tauhid yang jadi landasan bagi Muhammadiyah atau Islam Berkemajuan itu adalah tauhid yang punya implikasi bagi kehidupan sosial, bagi alam semesta. Juga bagaimana manusia sebagai makhluk yang tunggal itu harus dimuliakan, ditinggikan derajatnya, dicerahkan dengan dakwah penuh cinta agar mereka kembali ke jalan yang benar dan menghindari jalan yang sesat,” jelasnya, kembali kepada Alquran dan Sunnah. Pada poin ini, Muhammadiyah menjadikan Alquran dan Sunnah sebagai pedoman. Namun, meski demikian Muhammadiyah tidak asal menelannya secara mentah-mentah (tekstual).
“Bagi Islam Berkemajuan, kembali itu tidak semata-mata bermakna tekstual bahwa semua ayat harus dimaknai apa adanya, begitu pula Hadis Nabi. Tapi ada dimensi logika, ilmu pengetahuan dan teknologi yang harus kita libatkan dalam memaknai Alquran dan Sunnah itu,” jelasnya.
Contoh paling aktual soal ini adalah cara Muhammadiyah mengartikan hadis terkait penentuan waktu puasa Ramadan yang bunyinya Shumu li ru’yatii wa afthiru li ru’yatihi fa in ghummiya ‘alaikum al-syahru fa ‘uddu tsalatsina, menghidupkan ijtihad dan tajdid. Pada poin ini, Muhammadiyah berpendapat bahwa pintu ijtihad tidak akan tertutup sampai akhir zaman.
“Bagi Muhammadiyah, baik secara normatif maupun tidak, ijtihad itu tidak pernah tertutup, terus terbuka bahkan sampai ashrun (zaman) taklid pun, tetap ada orang yang berijtihad, mengembangkan wasatiyah. Sikap tengahan (wasatiyah) ini, kata Syafiq diambil dari makna Surat Al-Baqarah ayat 143 untuk menjadi umat tengahan (ummatan wasathan). Dalam berbagai tafsir, ummatan wasathan diartikan sebagai umat terbaik (khairu ummah).
“Maka harus dipertahankan kewasatiyahan ini dan jangan sampai terseret ke kanan yang ekstrim atau ke kiri yang tasahul, meremehkan (syariat). Jadi tidak terlalu liberal dan tidak terlalu konservatif,” jelas Syafiq., menunjukkan sifat rahmatan lil-‘alamin ditunjukkan kepada siapapun tanpa membeda-bedakan latar belakang. Termasuk kepada yang berbeda agama, dan kepada lingkungan.
Bagaimana kita menjadi rahmat bagi lingkungan. Ini saya kira pemahaman yang komprehensif, bukan berarti reduksionis yang menyederhanakan Islam menjadi sekadar rahmat, tapi karena memang isi dari Islam itu adalah rahmatan lil-‘alamin.
“Maka menjadi tugas kita semua untuk mewujudkan lima ciri khas atau al khasaaish al khamsah ini supaya menjadi ciri dari kita baik keputusan yang diambil Tarjih, kebijakan pimpinan, maupun gerakan dan pengkhidmatan kita untuk membangun dunia yang aman dan sejahtera karena mendapat limpahan dari rahmatan lil-‘alamin,” pungkas Chabullah. (Nursalim Turatea).