MabesNews.com, Seruyan – Penanganan polisi terhadap para demonstran berakhir ricuh kembali terjadi di Kabupaten Seruyan, Kalimantan Tengah (Kalteng), Kericuhan terjadi di PT Hamparan Mas Sawit Bangun Persada (HMBP) 1, Kecamatan Seruyan Raya, Kabupaten Seruyan,Sabtu (7/10/2023).
Demonstrasi tersebut menuntut agar Plasa Sawit Sebesar 20% untuk warga sekitar perusahaan. Dalam kericuhan itu, satu orang tewas dan satu orang lainnya tertembak di bagian pinggang.
Korban tewas tertembak di bagian dada, atas nama Gijik, warga Desa Bangkal. Gijik tertembak di bagia dada hingga tembus ke belakang. Sedangkan, korban kritis akibat luka tembak, bernama Upik.
Dalam kericuhan itu, 20 warga Desa Bangkal ditangkap polisi. Selain itu, 50 mobil dan motor milik warga yang ikut memaki disita polisi.
Terkait kejadian tersebut,beberapa orang yang enggan di sebutkan namanya, mempertanyakan soal Standar Operasional Prosedur (SOP) kepolisian dalam menangani massa aksi.
Dalam penanganannya, secara umum warganet cenderung menilai SOP kepolisian tidak humanis karena terkesan arogan hingga mengakibatkan salah satu warga merenggang nyawa.
Terkait persoalan tersebut, kepolisian memiliki aturan khusus yang mengatur hal sebagaimana tertuang dalam Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia No. 9 Tahun 2008 (Perkapolri 9/2008) tentang Tata Cara Penyelenggaraan, Pelayanan, Pengamanan dan Penanganan Perkara Penyampaian Pendapat di Muka Umum.
Serta, Peraturan Kapolri No. 16 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengendalian Massa (Protap Dalmas),merangkum SOP kepolisian dalam menangani para demonstran:
1. Melindungi Hak Asasi Manusia
Berdasarkan Pasal 13 Perkapolri 9/2008, berikut ini yang perlu menjadi dasar penanganan massa aksi bagi aparat keamanan:
a. melindungi hak asasi manusia;
b. menghargai asas legalitas;
c. menghargai prinsip praduga tidak bersalah; dan
d. menyelenggarakan pengamanan.
Hal tersebut tentu mengacu pada diperbolehkannya menggelar demonstrasi atau unjuk rasa sebagaimana dijamin dalam UU Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum (UU 9/1998).
2. Penindakan tegas massa aksi yang anarkis dapat dilakukan dengan menangkap dan diperlakukan secara manusiawi,Hal tersebut sebagaimana tertuang dalam Pasal 23 ayat [1] Perkapolri 9/2008, sebagai berikut:
a. terhadap peserta yang taat hukum harus tetap di berikan perlindungan hukum;
b. terhadap pelaku pelanggar hukum harus dilakukan tindakan tegas dan proporsional;
c. terhadap pelaku yang anarkis dilakukan tindakan tegas dan diupayakan menangkap pelaku dan berupaya menghentikan tindakan anarkis dimaksud.
Kendati demikian, pelaku pelanggaran yang telah ditangkap harus diperlakukan secara manusiawi (tidak boleh dianiaya, diseret, dilecehkan, dan sebagainya).
3. Menghilangkan nyawa para Aksi adalah bentuk pelanggaran, meski dengan dalih keadaan darurat dan terpaksa
Hal tersebut sebagaimana tertuang dalam Pasal 24 Perkapolri 9/2008 bahwa dalam menerapkan upaya paksa harus dihindari terjadinya hal-hal yang kontra produktif, misalnya:
a. tindakan aparat yang spontanitas dan emosional, misalnya mengejar pelaku, membalas melempar pelaku, menangkap dengan kasar dengan menganiaya atau memukul;
b. keluar dari ikatan satuan/formasi dan melakukan pengejaran massa secara perorangan;
c. tidak patuh dan taat kepada perintah kepala satuan lapangan yang bertanggung jawab sesuai tingkatannya;
d. tindakan aparat yang melampaui kewenangannya;
e. tindakan aparat yang melakukan kekerasan, penganiayaan, pelecehan, melanggar HAM;
f. melakukan perbuatan lainnya yang melanggar peraturan perundang-undangan;
Selain itu, pemukulan sebagai sebuah pelanggaran juga tercantum dalam Peraturan Kapolri No. 16 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengendalian Massa (Protap Dalmas).
Di dalam Protap itu tidak mengenal adanya kondisi khusus yang bisa dijadikan dasar aparat polisi melakukan tindakan represif.
Dalam kondisi apapun, Protap justru menegaskan bahwa anggota satuan dalmas dilarang bersikap arogan dan terpancing perilaku massa.
Protap juga melarang anggota satuan dalmas melakukan tindakan kekerasan yang tidak sesuai dengan prosedur.
Bahkan hal rinci, seperti mengucapkan kata-kata kotor, pelecehan seksual, atau memaki-maki pengunjuk rasa pun dilarang.
Hal-hal yang dilarang dilakukan satuan dalmas berdasarkan Pasal 7 ayat (1) Protap Dalmas.Sehingga, dengan alasan apapun, aparat yang bertugas mengamankan jalannya demonstrasi tidak memiliki kewenangan untuk memukul demonstran terlebih lagi hingga menghilangkan nyawa.
Bony A/Red