BITUNG_MABESNEWS.COM
Badan Usaha Milik Daerah – BUMD Pasar berdiri 2021 silam. Sesuai semangatnya, maka keberadaan BUMD tersebut diharapkan mampu mendorong perubahan didalam wilayah pasar dikota Bitung. Perubahan2 yang paling krusial adalah menyangkut infrastruktur ekonomi dan tata kelola penataan pasar, yang mampu menjawab kebutujan iklim perdagangan. Sebab, itulah peran BUMD sebagai pengelola ” Operator”.
Sejauh ini, tantangan pertama BUMD secara eksternal sudah mampu dijawab. Kemampuan BUMD merebut lahan pasar, yang awalnya dikuasai pihak lain sudah berhasil. Contoh diWinenet, ketika berdiri seluruh wilayah pasar dikuasai ahli waris keluarga, namun sekarang telah dikelola BUMD. Bahkan di Girian, 8 tahun dikuasai ahli waris, kini sudah dikusai Pemerintah dan dikelola BUMD.
Upaya merebut aset pemerintah sangat penting bagi BUMD, karena aset tersebut adalah sumber utama pendapatan. Dengan merebut pasar dari tangan pihak luar, maka pemerintah (BUMD) mampu memaksimalkan pendapatan untuk menghidupi perusahaan (kemandirian) dan memperbaiki pasar.
Jika berbicara pendapatan BUMD Sekrang, dibanding Dinas Perdagangan Bitung, diatas kertas banyak pihak melihat ada lonjakan pemasukan yang fantastis. Contoh saja penagihan JPP (jasa pelayanan Pasar) sebesar Rp. 5000/pedagang, yang dulunya disebut retribusi pasar. JPP melekat pada setiap pedagang yg melaksankan kegiatan usaha diwilayah pengelolaan BUMD, baik diaset pemerintah maupun swasta. Pada asumsi umum, penagihan JPP seharusnya berbanding lurus dengan jumlah pedagang pasar. artinya, pada kondisi ideal, maka jumlah pedagang akan menunjukan angka pemasukan pada BUMD lewat JPP.
Maksimalitas pendapatan BUMD bertumpu pada JPP. Pertanyaannya ? apakah jumlah penyetoran JPP sesuai dengan jumlah pedagang pasar ?. Atau benarkah uang penagihan JPP masuk ke kas perumda, sesuai dengan jumlah pedagang ??
Berbekal pertanyaan itu, maka sejak awal APPSI mendorong adanya data pedagang seluruh pasar dikota Bitung. Desakan pendataan ini berkali-kali disampaikan kepada BUMD, agar identifikasi sumber pendapatan dilakukan maksimal. Namun upaya internal tidak berhasil dilakukan, sepanjang 2021 hingga 2022. Pada 2023 awal, ketika direksi mengalami pergantian, lewat MOU bersama BUMD, APPSI mendorong ada pendataan. Sayangnya, tim pendataan yg di SK kan Direksi, bubar karena konflik kepentingan, diduga ada pihak yang sengaja berupaya menggagalkan hal tersebut, lewat intervensi politik. Karena kondisi itulah organisasi pedagang mencoba melakukan identifikasi aset pedagang secara eksternal.
Lewat identifikasi bersama pedagang dan organisasi, didapatlah gambaran umum penagihan JPP yang bersumber dari pedagang Pasar. Angkanya fantastis, seluruh pasar nyaris mencapai 1900an pedagang. Dengan deviasi sekitar 5% maka ada angka pedagang kurang lebih 1700an.
Pada asumsi ini seharusnya, total pendapatan BUMD lewat jalur JPP ada di angka 8 hingga 9 jutaan per hari. Diluar penagihan parkir dan lainnya. Pada perhitungan 9 jutaan, estimasi bulanan (x 30 hari, pasar tdk libur ) pendapatan BUMD ada pada nilai Rp. 270.000.000 / bulan. Atau setara Rp. 3. 240.000 / tahun..
Jika estimasi angka ini masuk pendapatan resmi BUMD, maka besar harapan publik ada perubahan dalam pasar. Apalagi jika ditambah dengan pendapatan parkir, yang diinformasikan kurang lebih 1 juta/ hari.
Apakah Hal Ini Sesuai kenyataan ??
Informasi diduga data mengemuka di BUMD, rate pendapatan tdk maksimal. JPP yang harus menjadi senjata andalan, justru banyak kebocoran. Sehingga data awal pendapatan melorot dari target jumlah pedagang ? Dimana Kesalahannya, apakah karena sistem atau oknum. Mari kita coba membedah sistem BUMD dalam konteks penagihan.
JPP disetiap pasar ditagih oleh Kolektor. Selanjutnya diketahui kepala unit pasar naik ke Kas bUMD, lewat jalur internal. Menururt informasi, Sejak 2021 hingga 2023 banyak catatan dari pemasukan yg menunjukan pemasukak tdk maksimal. Selama ini diduga data pedagang berbanding terbalik dgn jumlah penyetoran dari lapangan. angka 1700 tdk tercermin dari pemasukan JPP.
Sejak awal, sinkronisasi data ini penting. agar BUMD tidak dikepung “Pambalolo”. Rawan dalam sistem, mulai dari tingkat.kolwktor hingga masuk ke kas BUMD. Dari tingkat kolektor, apakah tidal ada potongan ? uang rokok, makan Dll. Meski ada gaji yg diterima setiap bulan. Wajar jika kemudian dugaan temuan kolektor pasar, hingga unit “balolo” doi JPP. Bahkan ada dilevel unit, karcis bermasalah. Mulai dari puntung hingga uang, yg diduga mencapai belasan juta rupiah. Belum lagi “pambalolo” kolektor bulanan, yg diduga mencapai puluhan juta.
BUMD ini diduga memang dikepung Pambalolo, dan terseok seok. Sistem pengawasan dijegal dan Dilawan oleh para “Begundal” politik tangan kanan ini dan tangan kanan itu. relawan ini dan relawan itu, bahkan orangnya ini dan orangnya itu. YANG JADI KORBAN PEDAGANG PASAR !!
Karena kondisi. ini maka sebaiknya pedagang mengontrol secara sistemik BUMDnya. agar para ” Pambalolo” hentikan kejahatannya. Sebab, secara sisteme pengawasan intermal juga dilawan dgnnasumsi politik. Semua temuan tidak ditindaklanjuti, bahkan dijadikan alat bergaining. Menurut info yg beredar, penggantian direksi lama juga akibat melindungi para” begundal politik “, yang dekat dengan penguasa. Sebab, lewat direksi tahap II, data pembanding JPP berhasil diinventarisir mereka.
Jika “ pambalolo “ini tidak ditertibkan. maka BUMD akan runtuh dan sulit berkembang. Sistem akan diperbaiki, tetapi Komitmen pemimpin dalam hal ini KPM juga patut diemplementasikan agar kata ” awasi dorang jangan sampai korupsi ” kepada APPSI benar2 diwujudnyatakan. Jangan dilindungi hanya karena pertimbangan politik.
APPSI selalu mendukung pemerintah dengan cara yang efektif. Sepanjang kebocoran tidak mampu diperbaiki dengan sistem pengawasan yang maksimal, maka selamanya organisasi akan menolak memaksimalkan pendapatan, yang diduga hanya akan digunakan untuk memperkaya oknum dan bukan perusahaan.
Oragnisasi juga mendorong ada pertanggung – jawaban publik, terkait pengelolaan keuangan di BUMD sesuai amanat PP 54 Tahun 2017 Pasal 97 angka (6) “ Direksi mempublikasikan laporan tahunan kepada masyarakat paling lambat 15 (lima belas hari) hari kerja setelah laporan tahunan disahkan oleh Kuasa Pemilik Modal – KPM dalam hal ini Walikota.
Penulis : Litbang DPD APPSI Kota Bitung