Kontroversi Lagu ‘Bayar, Bayar, Bayar’ Band Sukatani: Polisi Dituduh Intimidasi, DKJ Desak Kebebasan Berekspresi Dijamin

MabesNews.com, JAKARTA – Langkah polisi yang mendatangi personel band punk Sukatani terkait lagu mereka yang berjudul “Bayar, Bayar, Bayar” menuai kritik dari berbagai pihak. Setelah didatangi polisi, Sukatani menarik lagu tersebut dari platform digital dan membuat video permintaan maaf. Hal ini memicu dugaan intimidasi terhadap band tersebut, yang lirik lagunya dianggap mengkritik aparat kepolisian.

Akibatnya, empat anggota Direktorat Reserse Siber (Ditreskrimsus) Polda Jawa Tengah kini menghadapi pemeriksaan oleh Biro Pemeriksaan dan Pengawasan Internal (Biropaminal) Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri. Pemeriksaan ini dilakukan menyusul laporan dugaan intimidasi terhadap Sukatani.

Setelah kasus ini ramai dikritik publik, polisi akhirnya mengizinkan Sukatani kembali membawakan lagu tersebut. Kabid Humas Polda Jawa Tengah, Kombes Pol Artanto, menegaskan bahwa tidak ada larangan atau intervensi terhadap band tersebut. “Ya monggo-monggo saja. Kami menghargai ekspresi dan kritik membangun kepada Polri. Kritik yang baik justru menjadi teman Bapak Kapolri,” ujar Artanto, Sabtu (22/2/2025).

Dewan Kesenian Jakarta Desak Kebebasan Berekspresi:

Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) menegaskan bahwa karya seni tidak boleh dibatasi karena memiliki peran penting dalam membangun masyarakat yang kritis dan demokratis. DKJ meminta pemerintah dan semua pihak terkait untuk menghormati dan melindungi hak-hak seniman dalam berkarya. “Negara harus menjamin kebebasan berekspresi agar tidak ada pembungkaman karya-karya seni,” tegas DKJ dalam unggahan Instagram-nya.

DKJ juga menyatakan bahwa penarikan lagu “Bayar, Bayar, Bayar” oleh Sukatani merupakan bentuk pembungkaman terhadap kebebasan berekspresi. “Situasi ini menunjukkan adanya upaya sistematis untuk mempersekusi karya-karya seni yang kritis terhadap pemerintah,” kata DKJ.

Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) juga menyatakan bahwa lagu “Bayar, Bayar, Bayar” adalah bagian dari kebebasan berekspresi yang dilindungi oleh undang-undang. “Memang lagu tersebut adalah bagian dari kebebasan berekspresi. Untuk kritik, masukan, apapun namanya,” ucap Anam, anggota Kompolnas, saat dihubungi.

Anam mengingatkan bahwa Polri seharusnya tidak anti-kritik, sebagaimana arahan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Sigit sendiri pernah menggelar lomba Bhayangkara Mural Festival 2021 yang memuat kritik terhadap Polri. “Gunakan kebebasan berekspresi ini sebagai bagian dari partisipasi publik untuk pembangunan negara kita,” ujar Anam.

Vokalis D’Masiv, Rian, menyatakan bahwa musisi seringkali menyuarakan pengalaman pribadi melalui karya-karyanya. Ia berpendapat bahwa sebuah lagu masih bisa ditoleransi selama tidak mengandung unsur SARA atau kata-kata yang menyinggung pihak lain. “Seniman seharusnya tidak dibatasi, asal tidak menyakiti pihak lain,” ujar Rian.

Rian juga menyayangkan keputusan Sukatani untuk menarik lagu tersebut. Menurutnya, karya seni seharusnya tidak dibatasi, asal tidak menyakiti pihak lain. “Seniman itu memang enggak bisa dibatasi. Mereka selalu mengekspresikan apa yang mereka rasakan,” lanjut Rian.

Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menegaskan bahwa Polri tidak anti-kritik. Sigit meminta jajarannya untuk legawa dalam menerima kritikan. “Polri tidak anti-kritik. Kritik sebagai masukan untuk evaluasi. Dalam menerima kritik, tentunya kita harus legawa dan yang penting ada perbaikan,” ujar Sigit.

Sigit menjelaskan bahwa Polri terus berbenah untuk melakukan perbaikan. Jika ada anggota yang melanggar, mereka akan diberikan hukuman. Sebaliknya, jika polisi berprestasi, mereka akan diberikan penghargaan. “Itu merupakan upaya dan komitmen Polri terus melakukan perbaikan dan evaluasi terhadap kekurangan,” katanya.

Kasus ini terus menjadi perbincangan publik, dengan banyak pihak mendesak agar kebebasan berekspresi seniman dijamin dan tidak dibatasi oleh intervensi yang tidak semestinya.

 

(Samsul/Tim)