Tun Kelana: Pejuang Adat dan Seni Berpantun dari Kepri

MabesNews.com, Batam, 19 Februari 2025 – Nama H. Syamsuddin Jakfar, atau yang lebih dikenal sebagai Tun Kelana, tidak asing bagi masyarakat pecinta seni dan budaya Melayu, khususnya di Kepulauan Riau. Lahir di Sei Asam, Kecamatan Belat, Kabupaten Karimun, pada 20 Agustus 1970, perjalanan hidupnya penuh dedikasi dalam mempertahankan dan mengembangkan adat istiadat Melayu, terutama dalam bidang seni berpantun.

Hijrah ke Kota Batam menjadi titik awal bagi Tun Kelana untuk lebih aktif dalam dunia kebudayaan. Kini, ia mengemban amanah sebagai Wakil Ketua Lembaga Adat Melayu (LAM) Kota Batam, sebuah posisi yang memungkinkannya untuk terus mengabdikan diri dalam menjaga marwah budaya Melayu di tengah gempuran modernisasi.

Pada tahun 2021, Tun Kelana dianugerahi penghargaan Anugerah Batam Madani sebagai bentuk apresiasi atas dedikasinya dalam memajukan adat istiadat dan budaya berpantun. Penghargaan ini menjadi bukti bahwa usahanya dalam menjaga dan melestarikan seni berpantun tidaklah sia-sia.

Sebagai seorang budayawan, Tun Kelana kerap menjadi pengisi acara budaya di berbagai stasiun radio, berbagi ilmu dan pengalaman tentang pantun kepada pendengar setianya. Tidak hanya itu, ia juga dipercaya menjadi juri dalam berbagai perlombaan pantun, baik di tingkat daerah maupun nasional. Bahkan, namanya semakin dikenal luas ketika ia diundang untuk tampil dalam ajang pantun di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, dan Aceh, serta hingga ke negeri tetangga seperti Singapura dan Malaysia.

Komitmen Tun Kelana terhadap seni pantun tidak hanya sebatas sebagai pelaku budaya. Ia juga bergabung dengan Persatuan Rumah Ruas (PERRUAS), sebuah organisasi yang berfokus pada pelestarian seni berpantun. Melalui PERRUAS, ia terus menggali, meneliti, dan menyebarluaskan ilmu tentang seni pantun agar tidak hilang ditelan zaman.

Dalam wawancara singkat, Tun Kelana menegaskan bahwa pantun bukan sekadar seni bertutur yang menghibur, tetapi juga bagian dari identitas dan kearifan lokal masyarakat Melayu. “Pantun adalah cerminan nilai-nilai budaya kita. Jika kita kehilangan pantun, maka kita kehilangan sebagian dari jati diri kita sebagai orang Melayu,” ujarnya.

Di tengah arus globalisasi, upaya melestarikan adat dan budaya lokal memang bukan perkara mudah. Namun, sosok seperti Tun Kelana menjadi inspirasi bahwa dengan semangat dan kerja keras, warisan budaya tetap bisa bertahan dan bahkan semakin dikenal luas. Keberadaannya menjadi bukti bahwa adat dan seni tradisi tetap memiliki tempat di era modern ini, dan ia terus berjuang agar generasi muda tidak melupakan akar budaya mereka.

Bagi masyarakat yang ingin berdiskusi lebih lanjut atau belajar tentang seni pantun, Tun Kelana dapat dihubungi melalui WhatsApp di nomor 0813-6432-9297. (Nursalim Tinggi Turatea).