Terdakwa Pemalsuan Dokumen Pertanahan Klaim Ada Rekayasa Kasus, Hakim Didesak Transparan

Prov. Kalbar52 views

MabesNews.com, Mempawah Kalimantan Barat 14 Februari 2025 — AR, seorang terdakwa dalam kasus dugaan pemalsuan dokumen pertanahan, mengungkapkan keberatannya terhadap putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Mempawah yang menyatakan dirinya terbukti melanggar Pasal 263 KUHP tentang pemalsuan surat. AR menilai putusan tersebut tidak berdasarkan fakta hukum yang terungkap dalam persidangan, melainkan hanya pengolahan kata untuk memenuhi unsur pasal yang dituduhkan.

Menurut AR, alat bukti yang diajukan dalam persidangan, termasuk keterangan saksi-saksi dan bukti surat, menunjukkan bahwa yang terjadi adalah perbaikan administrasi sesuai arahan Badan Pertanahan Nasional (BPN), bukan tindak pidana pemalsuan. “Dari bukti yang ada, jelas bahwa perbaikan berkas dilakukan sesuai petunjuk BPN, bukan rekayasa dokumen untuk kepentingan pribadi,” ujarnya.

AR menyebut adanya beberapa kejanggalan dalam perkara ini, di antaranya:

Saksi Madiri, yang disebut sebagai pelapor, mengaku tidak pernah melaporkan kasus ini. Bahkan, tandatangannya dalam beberapa dokumen persidangan berbeda dari yang ada dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP).

Sejumlah saksi lain mengungkap bahwa mereka hanya diminta cap jempol atau tanda tangan dalam BAP tanpa memberikan keterangan langsung.

Penyidik tidak dapat menunjukkan dokumentasi saat pemeriksaan saksi kunci.

Surat-surat yang dianggap palsu oleh jaksa merupakan hasil perbaikan administrasi berdasarkan permintaan Kanwil BPN Kalbar dan Kantor BPN Kubu Raya pada 2018 dan 2019.

Proses perbaikan tersebut mengikuti prosedur resmi yang berlaku.

Dokumen kepemilikan tanah yang digunakan pelapor untuk membuat laporan polisi patut diduga kuat sebagai surat palsu.

Nama dan identitas dalam surat-surat tersebut tidak sesuai dengan fakta yang terungkap di persidangan.

Lebih lanjut, AR juga menyoroti perubahan pihak yang dianggap dirugikan dalam putusan Majelis Hakim. Dalam dakwaan jaksa, pihak yang dirugikan disebut Madiri dengan kerugian Rp4 miliar, tetapi dalam putusan hakim, kerugian dikaitkan dengan Pemerintah Desa Sungai Raya Dalam. “Ini bertentangan dengan Pasal 182 ayat (4) KUHAP, yang menyatakan putusan hakim harus berdasarkan surat dakwaan dan fakta persidangan,” tegas AR.

Atas putusan ini, AR dan keluarganya telah mengajukan banding dan berencana melaporkan dugaan mafia hukum serta mafia tanah yang terjadi dalam kasus ini kepada Komisi Yudisial, Badan Pengawas Mahkamah Agung, dan Komisi III DPR RI. “Kami yakin bahwa kebenaran akan terungkap dan perbuatan oknum yang menutupi fakta hukum akan mendapat konsekuensinya,” pungkas AR.

 

(Samsul/Tim)

 

Sumber : AR Korban Mafia Hukum dan Mafia Tanah Beserta Keluarga

 

Editor/Gugun