MabesNews.com,Tanjungpinang, 8 Januari 2025 – Polemik keberadaan Pelabuhan Penyeberangan Pelantar Kuning yang menghubungkan Tanjungpinang dan Pulau Penyengat semakin menjadi perhatian. Sebagai salah satu infrastruktur vital, pelabuhan ini tidak hanya berfungsi sebagai sarana transportasi masyarakat, tetapi juga merupakan simbol budaya dan sejarah Kota Tanjungpinang. Namun, kondisi pelabuhan yang memprihatinkan serta wacana relokasi terus menuai pro dan kontra.
Harapan masyarakat agar Pelantar Kuning tetap dipertahankan semakin menguat usai Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang digelar pada 6 Januari 2025. Rapat ini melibatkan Ketua DPRD Provinsi Kepulauan Riau, Dinas Perhubungan Provinsi, Dinas Perhubungan Kota Tanjungpinang, dan Gerakan Bersama Penyelamatan Pelantar Kuning. Diskusi lintas sektoral juga menghadirkan Lembaga Adat Melayu, Pemko Tanjungpinang, serta tokoh masyarakat.
Dalam pertemuan tersebut, satu kesimpulan utama mencuat: Pelantar Kuning harus diselamatkan, bukan direlokasi. Masyarakat dengan tegas menolak wacana pemindahan pelabuhan ke lokasi lain. Bagi mereka, Pelantar Kuning bukan sekadar pelabuhan, tetapi juga bagian dari identitas Tanjungpinang yang sarat nilai sejarah dan budaya.
Pemko Tanjungpinang Tegaskan Dukungan untuk Pelantar Kuning
Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Tanjungpinang, Zul Hidayat, menyatakan bahwa Pemko mendukung penuh keberlanjutan Pelantar Kuning. Menurutnya, pelabuhan ini memiliki nilai strategis, baik secara budaya maupun ekonomi. “Pemko berharap Pelantar Kuning tetap bertahan di lokasi saat ini. Kami akan berkolaborasi dengan Pemprov untuk mengupayakan anggaran perbaikan pelabuhan demi keberlanjutan dan pelayanan yang lebih baik,” ujar Zul Hidayat dalam pernyataan resminya.
Namun, hingga kini, upaya konkret dari pemerintah masih minim. Kondisi Pelantar Kuning tetap memprihatinkan, bahkan perbaikan hanya dilakukan secara swadaya oleh penambang perahu yang sehari-hari menggunakan pelabuhan ini. Hal ini menjadi ironi, mengingat pelabuhan ini adalah aset penting milik pemerintah daerah.
Warga Serukan Perbaikan Fasilitas
Keluhan dari masyarakat terkait fasilitas Pelantar Kuning juga semakin menggema. Beberapa warga menyebutkan bahwa infrastruktur yang ada tidak memadai, terutama untuk kebutuhan parkir kendaraan dan keamanan pengguna pelabuhan.
“Sejak dulu kami selalu pakai pelantar ini kalau mau ke Pulau Penyengat. Kalau pindah ke tempat lain, aksesnya terlalu jauh. Yang perlu diperbaiki itu fasilitas parkir dan keamanannya. Jangan cuma janji, harus ada solusi nyata,” ujar seorang warga setempat.
Kritik serupa juga disampaikan oleh Gerakan Bersama Penyelamatan Pelantar Kuning, yang menuntut pemerintah bertindak lebih tegas. Mereka meminta Pemprov dan Pemko segera mengalokasikan anggaran renovasi serta memastikan pengelolaan pelabuhan dilakukan secara profesional. “Cukup sudah pembiaran ini. Jangan tunggu sampai pelabuhan ini roboh baru ada tindakan,” tegas salah satu perwakilan gerakan tersebut.
Relokasi Bukan Solusi
Wacana relokasi pelabuhan yang sempat muncul mendapat penolakan keras dari berbagai pihak, terutama masyarakat pengguna pelabuhan. Menurut mereka, relokasi tidak hanya akan menyulitkan akses, tetapi juga menghilangkan nilai historis Pelantar Kuning.
Lembaga Adat Melayu turut menyuarakan pentingnya mempertahankan pelabuhan di lokasi yang telah menjadi bagian dari identitas budaya Tanjungpinang. Mereka menilai relokasi justru dapat merusak warisan budaya yang selama ini dijaga.
“Pelantar Kuning bukan sekadar tempat naik turun penumpang. Ia adalah saksi bisu perjalanan sejarah Tanjungpinang dan Pulau Penyengat. Relokasi hanya akan menghilangkan jati diri kota ini,” ujar seorang tokoh adat setempat.
Respon Pemerintah Ditunggu
Walikota terpilih Tanjungpinang, Lis Darmansyah, hingga kini belum memberikan tanggapan resmi terkait polemik ini. Meski demikian, respon positif dari Sekda Kota diharapkan menjadi awal dari penyelesaian permasalahan yang berlarut-larut.
Warga berharap janji pemerintah tidak hanya menjadi wacana, tetapi diwujudkan melalui tindakan konkret. Pelabuhan Pelantar Kuning adalah simbol penting bagi masyarakat Tanjungpinang, dan keberlanjutannya bergantung pada keseriusan pemerintah dalam menyelamatkannya.
Aset Daerah yang Perlu Diselamatkan
Pelantar Kuning tidak hanya memiliki nilai historis dan budaya, tetapi juga berperan vital dalam aktivitas ekonomi masyarakat. Sebagai jalur utama penghubung Tanjungpinang dan Pulau Penyengat, pelabuhan ini menjadi bagian penting dari kehidupan sehari-hari warga.
Relokasi bukanlah solusi yang diinginkan. Sebaliknya, pemerintah harus segera mengambil langkah-langkah strategis untuk merenovasi, memperbaiki, dan meningkatkan fasilitas pelabuhan. Kolaborasi antara Pemko dan Pemprov menjadi kunci utama agar Pelantar Kuning dapat dikelola secara profesional dan berkelanjutan.
Masyarakat Tanjungpinang berharap suara mereka didengar. Pelantar Kuning adalah simbol identitas kota, dan menyelamatkannya adalah tanggung jawab semua pihak. Kini, bola panas ada di tangan pemerintah. Apakah mereka akan bertindak atau membiarkan warisan berharga ini terlupakan?