Dr. Iswadi, M.Pd Berbicara tentang Sistem Pemilu yang Ideal Untuk Indonesia dimasa yang akan datang

Jakarta : Ketua Umum Solidaritas Pemersatu Bangsa Indonesia (SPBI) Dr. Iswadi, M.Pd mengatakan Pemilihan umum (pemilu) adalah instrumen utama demokrasi yang memungkinkan rakyat untuk memilih pemimpin dan wakil mereka di lembaga legislatif. Di Indonesia, pemilu memiliki peran strategis dalam menentukan arah pembangunan dan kebijakan negara.

Namun, meskipun telah berlangsung selama beberapa dekade, pelaksanaan pemilu di Indonesia masih menghadapi sejumlah tantangan. Oleh karena itu, diskusi tentang sistem pemilu yang ideal untuk Indonesia di masa depan menjadi sangat relevan.Hal tersebut disampaikan , Dr. Iswadi, M. Pd. kepada wartawan, Rabu 18 Desember 2024

Alumni Program Doktoral Manajemen Pendidikan Universitas Negeri Jakarta tersebut mengatakan Saat ini, Indonesia menerapkan sistem pemilu campuran antara sistem proporsional terbuka untuk legislatif dan mayoritarian untuk pemilihan kepala daerah serta presiden. Dalam sistem proporsional terbuka, pemilih tidak hanya memilih partai politik tetapi juga calon legislatif secara langsung.

Meskipun sistem ini memberikan kebebasan bagi rakyat untuk menentukan pilihan mereka secara langsung, dampaknya justru menciptakan kompetisi yang sangat ketat di antara calon-calon dari partai yang sama. Akibatnya, biaya politik meningkat drastis, praktik politik uang semakin meluas, dan partai kehilangan kendali atas kadernya.

Di sisi lain, pemilu kepala daerah dan presiden yang menggunakan sistem mayoritarian atau pemenang suara terbanyak sering kali menimbulkan konflik horizontal, terutama di wilayah yang memiliki polarisasi politik tinggi. Tantangan lainnya adalah besarnya biaya pemilu yang harus ditanggung negara dan kandidat, lemahnya pengawasan terhadap kampanye, serta kerentanan terhadap manipulasi suara.

Akademisi yang juga politisi muda asal Aceh ini mengatakan Untuk menjawab tantangan sistem pemilu yang ideal bagi Indonesia di masa depan harus memenuhi beberapa kriteria misalnya Sistem pemilu harus memastikan bahwa semua kelompok masyarakat, termasuk minoritas, terwakili dalam pengambilan keputusan politik. Hal ini penting untuk menjaga keutuhan dan persatuan bangsa yang majemuk. Selanjutnya Proses pemilu harus efisien dari segi waktu dan biaya. Selain itu, transparansi dalam setiap tahapannya, mulai dari pencalonan hingga penghitungan suara, harus dijamin untuk membangun kepercayaan publik.

Selain itu Sistem yang ideal harus mampu meminimalkan politik uang yang merusak integritas demokrasi. Ini dapat dilakukan dengan memperketat aturan pendanaan kampanye dan meningkatkan pengawasan terhadap pelaksanaannya.

Selanjutnya Pemimpin dan wakil rakyat yang terpilih harus memiliki akuntabilitas terhadap konstituen mereka. Hal ini dapat dicapai dengan memperkuat mekanisme evaluasi kinerja mereka oleh masyarakat.

Menurut Dr.Iswadi peluang untuk Mengembalikan sistem proporsional tertutup dapat menjadi solusi untuk mengurangi kompetisi antar calon dalam satu partai. Dalam sistem ini, pemilih hanya memilih partai, sementara calon legislatif dipilih berdasarkan daftar yang disusun oleh partai. Namun, untuk memastikan integritas dan kualitas calon, partai politik harus menjalankan mekanisme seleksi internal yang demokratis dan transparan.

Kemudian Untuk pemilu legislatif di tingkat daerah, sebaiknya diterapkan sistem distrik atau mayoritarian. Dengan sistem ini, setiap distrik diwakili oleh satu wakil yang dipilih berdasarkan suara terbanyak.

“Sistem ini lebih sederhana dan memungkinkan masyarakat lebih mengenal wakilnya secara langsung. Selain itu Penggunaan teknologi seperti e-voting juga dapat mempercepat proses pemilu, mengurangi biaya operasional, dan meningkatkan akurasi penghitungan suara. Namun, penerapannya harus disertai dengan infrastruktur digital yang memadai dan sistem keamanan yang kuat untuk mencegah kecurangan.

Kemudian Badan pengawas pemilu harus diperkuat dengan kewenangan lebih besar dan independensi yang terjamin. Selain itu, pelibatan masyarakat sipil sebagai pengawas partisipatif harus didorong untuk memastikan pelaksanaan pemilu yang jujur dan adil. Selain itu Pendidikan politik bagi masyarakat harus ditingkatkan agar mereka lebih memahami hak dan kewajiban mereka dalam pemilu. Dengan demikian, pemilih akan lebih kritis dalam menentukan pilihannya dan tidak mudah terpengaruh oleh politik uang atau propaganda.

Dr.Iswadi menegaskan untuk

Menerapkan sistem pemilu yang ideal tentu tidak mudah. Salah satu tantangan utama adalah resistensi dari pihak-pihak yang diuntungkan oleh sistem saat ini. Selain itu, reformasi pemilu juga membutuhkan waktu, biaya, dan koordinasi yang intensif di berbagai level pemerintahan.

Namun, peluang untuk melakukan perubahan tetap ada, terutama jika didukung oleh kesadaran kolektif masyarakat dan komitmen dari para pemangku kepentingan.karena Pemilu yang ideal bukan hanya tentang memilih pemimpin, tetapi juga mencerminkan kualitas demokrasi sebuah bangsa.

Untuk Indonesia, sistem pemilu di masa depan harus mampu mengatasi tantangan yang ada sekaligus memenuhi kebutuhan masyarakat yang semakin kompleks. Dengan sistem yang lebih representatif, efisien, dan berintegritas, Indonesia dapat membangun demokrasi yang lebih kokoh dan inklusif, serta mewujudkan cita-cita menjadi negara yang adil, makmur, dan berdaulat. (*)