MabesNews.Com |Bireuen,- Sesungguhnya ikhlas merupakan kunci dakwah para Rasulullah Muhammad SAW, sebab, dengan sikap ikhlas yang ada dalam hati semua ibadah seseorang akan diterima. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam firman Allah Subhanahuwata’ala adalah
“Padahal mereka hanya diperintah menyembah Allah dengan ikhlas menaati-Nya semata-mata karena menjalankan agama.”
(QS. Al–Bayyinah : 5).
Allah Ta’ala berfirman :
“Ingatlah! Hanya milik Allah agama yang murni dari syirik”
(QS. Az–Zumar : 3).
Dalam surat lain Allah Ta’ala berfirman :
“Yang menciptakan mati dan hidup, untuk menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya.”
(QS. Al–Mulk : 2).
Maksud dari ayat ini adalah amalan yang paling ikhlas dan yang paling benar dan sesungguhnya amalan perbuatan jika dikerjakan dengan ikhlas tapi caranya tidak benar, maka amalan tersebut juga tidak diterima.
Begitu juga halnya, jika dikerjakan dengan cara yang benar tapi tidak ikhlas maka tidak akan diterima pula, sampai amalan tersebut dikerjakan dengan ikhlas dan benar.
Ikhlas Dalam Beramal
adalah amalan tersebut dikerjakan hanya untuk Allah semata, sedangkan benar adalah amalan yang sesuai dengan Sunnah .
Firman Allah Ta’ala :
“Maka barangsiapa mengharap pertemuan dengan Tuhannya maka hendaklah dia mengerjakan kebajikan dan janganlah dia mempersekutukan dengan sesuatu pun dalam beribadah kepada Tuhannya.”
(QS. Al–Kahfi : 110).
Firman Allah Ta’ala :
“Dan siapakah yang lebih baik agamanya daripada orang yang dengan ikhlas berserah diri kepada Allah, sedang dia mengerjakan kebaikan.”
(QS. An–Nisaa`: 125).
Ibnu Katsir berkata, : “Maksudnya adalah orang yang beramal dengan ikhlas hanya untuk Allah Ta`ala, maka ia beramal dengan penuh keimanan dan berharap pahala dari Tuhannya.”
Dengan demikian, Islam adalah mengikhlaskan tujuan dan amalan hanya untuk Allah. Sedangkan Ihsan adalah meniti jalan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam dan mengikuti sunnahnya.
Adapun orang yang beramal tidak karena Allah Ta’ala, maka Allah menceritakan tentang mereka dalam Al-Qur`an, :
“Dan Kami akan perlihatkan segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami akan jadikan amal itu bagaikan debu yang beterbangan.”
(QS. Al-Furqaan : 23).
Maksudnya adalah amalan yang tidak sesuai dengan Sunnah atau dengan amalan tersebut seseorang berharap selain kepada Allah Ta’ala.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallah Anhu sebuah hadits secara marfu, :
“Allah Tabaraka wa Ta’ala berfirman,:
“Aku tidak membutuhkan sekutu dan kesyirikan. Barangsiapa yang mengerjakan suatu amalan yang dicampuri dengan kesyirikan kepada-Ku, maka Aku akan meninggalkannya bersama kesyirikannya.”
(HR. Muslim).
Rasulullah Shallallahu Alaihi wasallam bersabda, :
“Barangsiapa yang mengerjakan shalat untuk dilihat orang maka ia telah berbuat syirik, dan barangsiapa yang berpuasa untuk dilihat orang maka ia telah berbuat syirik, dan barangsiapa yang bersedekah untuk dilihat orang maka ia telah berbuat syirik.”
(HR. Ahmad).
Diriwayatkan dari Umar bin Khathab, dia berkata,:
“Aku pernah mendengar Rasulullah Shallallahu aliaihi wa Sallam bersabda, :
“Sesungguhnya setiap amalan itu tergantung pada niatnya, dan setiap orang hanya mendapatkan dari apa yang diniatkannya. Maka, barangsiapa yang hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya itu kepada Allah dan Rasul-Nya.
Dan barangsiapa yang hijrahnya karena dunia yang akan dicapainya atau wanita yang akan dinikahinya, maka hijrahnya sesuai dengan niat hijrahnya.”
(Muttafaq ‘Alaihi).
Sesungguhnya ikhlas adalah amalan hati yang penting dan termasuk dalam definisi iman. Amalan hati mempunyai kedudukan yang agung, bahkan perbuatan hati lebih penting dan didahulukan daripada amalan panca indra.
Amalan hati merupakan pondasi iman dan kaidah pokok agama, seperti mencintai Allah dan Rasul-Nya, bertawakal kepada-Nya, ikhlas dalam menjalankan perintah agama karena Allah, bersyukur kepada Allah, bersabar atas hukum yang dite