MabesNews.com, KUBU RAYA KALBAR-Kasus sengketa tanah di Jalan Parit Derabak, Desa Parit Baru, Kecamatan Sungai Raya, Kabupaten Kubu Raya, kembali menjadi sorotan publik. Perselisihan hukum yang bermula pada awal 2022 ini kini memasuki tahap persidangan, namun dipenuhi tudingan rekayasa dan kejanggalan
Dikatakan Dr. Herman Hofi Munawar, kasus ini berawal dari laporan William Andrean Bianto, pemilik Sertifikat Hak Milik (SHM) No. 1314, ke Polres Kubu Raya pada 31 Januari 2022. William melaporkan adanya tindakan pemagaran di tanah miliknya yang dilakukan oleh Madiri. Namun, laporan tersebut tidak mendapat tindak lanjut yang memadai.
Sebaliknya, pada 23 Februari 2022, Madiri melaporkan balik William dengan dasar Surat Pernyataan Tanah (SPT) Tahun 2021 yang diterbitkan Kepala Desa Parit Baru, Musa, dalam laporan itu, Madiri menuding SHM milik William palsu. Laporan ini dengan cepat ditingkatkan menjadi laporan polisi pada 26 April 2022.
Pada 2024, penanganan kasus ini dialihkan ke Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Kalimantan Barat. Dari hasil penyelidikan, dua tersangka, KA dan AR, ditetapkan. Berkas perkara mereka telah dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Mempawah, dengan AR saat ini sedang menjalani proses persidangan di Pengadilan Negeri Mempawah.
Penasihat hukum AR, Dr. Herman Hofi, dengan tegas menyebut dakwaan yang diajukan Jaksa Penuntut Umum (JPU) tidak berdasar dan mengandung unsur rekayasa. Menurutnya, uraian fakta dalam surat dakwaan banyak yang tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya, terutama mengenai riwayat kepemilikan tanah.
Hofi menyoroti kejanggalan dalam SPT Tahun 2021 milik Madiri yang menyatakan luas tanah sebesar 10.690 m². Padahal, pada tahun 2018, sebagian tanah tersebut telah diserahkan kepada pihak lain, sehingga luas tanah semestinya berkurang menjadi 9.490 m². Selain itu, batas-batas tanah dalam SPT tersebut tidak mencerminkan perubahan akibat penyerahan sebagian tanah.
“Dokumen ini jelas cacat hukum dan tidak bisa dijadikan dasar dalam proses hukum,” ujar Hofi.
Hofi juga mempertanyakan proses administrasi terkait pengurusan sertifikat tanah milik Ariyanto, salah satu pihak dalam sengketa ini. Ia menilai ada kejanggalan dalam pengelolaan berkas permohonan Ariyanto pada tahun 2012.
Menurut Hofi, peraturan Badan Pertanahan Nasional (BPN) mengatur bahwa berkas yang dinilai tidak lengkap seharusnya dikembalikan kepada pemohon. Namun, dalam kasus ini, berkas tersebut tidak dikembalikan dan justru disimpan bertahun-tahun.
“Jika berkas itu tidak pernah dikembalikan, berarti seharusnya berkas tersebut sudah memenuhi syarat,” tegasnya.
Hofi juga menyebut bahwa dokumen permohonan sertifikat telah ditandatangani oleh saksi-saksi sejak 2018. Hal ini bertentangan dengan klaim JPU yang menyatakan bahwa dokumen tersebut belum lengkap.
Lebih jauh, Hofi menuding dakwaan terhadap kliennya sebagai bagian dari upaya manipulasi hukum untuk menjerat AR dengan tuduhan pemalsuan dokumen.
“Ini bukan sekadar kesalahan administrasi, tetapi fitnah yang disengaja,” kata Hofi. Pada awak media 26 November 2024 di Kantornya.
Meski demikian, Hofi menyatakan keyakinannya bahwa Majelis Hakim Pengadilan Negeri Mempawah akan memutuskan perkara ini secara obyektif. Ia optimistis kebenaran akan terungkap dan kliennya terbebas dari dakwaan.
“Kami percaya bahwa hukum akan ditegakkan, dan dakwaan yang tidak berdasar ini akan gugur,” tutupnya.
(Samsul)
Sumber : Dr Herman Hofi Munawar Law