MabesNews.com, Batam, 29 Oktober 2024 – Insiden tragis yang baru-baru ini terjadi dalam prosesi adat Mangaru di Kabupaten Pangkep telah menimbulkan gelombang keprihatinan di kalangan masyarakat, khususnya di Kepulauan Riau. Nursalim Turatea, Ketua Ikatan Wartawan Online Indonesia (IWO) Kepri, serta Abdul Rahman Ramli, seorang tokoh terkemuka dalam Kerukunan Keluarga Sulawesi Selatan (KKSS) di Kepri, dengan tegas mengimbau kepada masyarakat untuk lebih berhati-hati dalam penggunaan senjata tajam dalam konteks adat dan budaya. Mereka sepakat bahwa keselamatan harus menjadi prioritas utama agar insiden serupa tidak terulang di masa mendatang.
Dalam pernyataannya yang disampaikan di Batam pada Selasa, 29 Oktober 2024, Nursalim Turatea menegaskan betapa pentingnya menempatkan keselamatan di atas segalanya, meskipun tradisi seperti Mangaru memiliki nilai luhur dan merupakan bagian integral dari identitas budaya masyarakat Sulawesi Selatan. “Walaupun kita sangat menghargai tradisi yang mengikat kita sebagai komunitas, keselamatan tetap harus menjadi yang terpenting. Saya sangat prihatin atas insiden yang telah merenggut nyawa seseorang dalam prosesi tersebut,” ungkap Nursalim.
Lebih lanjut, ia mengingatkan agar penggunaan senjata tajam, seperti badik, dilakukan dengan penuh kehati-hatian dan hanya oleh individu yang benar-benar menguasainya. “Jangan sembarangan menggunakan senjata tajam, bahkan jika itu bagian dari tradisi. Penggunaan senjata oleh orang yang tidak terlatih atau ragu dapat berpotensi mengakibatkan kecelakaan yang serius,” tambahnya.
Nursalim juga menyerukan kepada pemerintah daerah dan para pemangku adat untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap aturan dan prosedur pelaksanaan tradisi adat yang melibatkan senjata tajam. “Tradisi dan budaya seharusnya menjadi simbol kebanggaan, bukan ancaman. Apabila ada keraguan dalam menggunakan alat berbahaya, sebaiknya kita tidak memaksakan diri untuk menggunakannya,” jelasnya. Ia berharap langkah ini dapat membantu menjaga pelestarian budaya lokal dengan cara yang aman dan bertanggung jawab.
Abdul Rahman Ramli, tokoh KKSS Kepri, turut menyampaikan rasa duka cita mendalam atas insiden tersebut. Ia mengusulkan agar penggunaan senjata tajam asli dalam acara adat dipertimbangkan kembali, mengingat risiko kecelakaan yang dapat terjadi. “Kecelakaan adalah hal yang tidak dapat diprediksi, dan penggunaan senjata tajam asli dalam prosesi adat sangat berpotensi meningkatkan risiko tersebut. Saya turut berduka atas kejadian ini dan berharap almarhum mendapatkan husnul khotimah,” katanya dengan nada sedih.
Abdul Rahman juga membagikan pengalamannya dalam melarang penggunaan badik asli dalam acara pernikahan adat Bugis yang pernah ia hadiri. “Saya pernah menolak penggunaan badik asli pada acara tersebut dan menyarankan untuk mencari alternatif yang lebih aman atau melibatkan orang yang lebih berpengalaman dalam penggunaannya,” ungkapnya. “Penting bagi kita untuk lebih bijak dalam menjalankan adat yang melibatkan senjata tajam. Jika memang diperlukan, carilah orang yang benar-benar ahli di bidang tersebut.”
Kekhawatiran yang diungkapkan oleh Nursalim Turatea dan Abdul Rahman Ramli mencerminkan urgensi untuk menemukan keseimbangan antara pelestarian budaya dan perlindungan keselamatan masyarakat. Keduanya berharap insiden tragis ini dapat menjadi pelajaran berharga bagi masyarakat, terutama di Sulawesi Selatan, agar tradisi yang diwariskan dapat dilaksanakan dengan tetap mengedepankan aspek keamanan.
Dengan demikian, diharapkan bahwa budaya dan tradisi adat dapat tetap lestari tanpa mengorbankan keselamatan jiwa. Keduanya sepakat bahwa pelaksanaan adat yang melibatkan senjata tajam di depan umum perlu ditinjau ulang, sehingga nilai-nilai luhur dalam budaya kita dapat terus menjadi sumber kebanggaan tanpa menimbulkan risiko bagi keselamatan masyarakat. (Nursalim Turatea).