Masyarakat Tuntut Supremasi Hukum Terkait Dugaan Penjualan Tanah Bengkok Desa Yang Diduga libatkan Oknum Perangkat Desa Datar

MabesNews.com, Kuningan Jawabarat – Senin 7 Oktober 2024, Mediasi/musyawarah terkait tanah bengkok desa Bunder yang diduga telah dijual oleh pihak oknum perangkat desa Bunder kepada pihak developer PT.Bakti Land di gelar di kantor pemerintah kecamatan Cidahu dihadiri oleh pihak masyarakat desa bunder,desa datar dan juga pihak pihak terkait di pemerintahan kecamatan Cidahu,Polsek dan Koramil kecamatan Cidahu telah mendapatkan mufakat,bahwa akan dilakukan pengukuran kembali/ulang atas obyek tanah yang di maksud.

Dijumpai salah satu warga Desa Bunder yang enggan di sebutkan namanya,mewakili masyarakat desa bunder kepada SBI, menyampaikan, dalam perkara ini masyarakat akan tetap menuntut supremasi hukum atas perbuatan yang dapat berpotensi merugikan pihak masyarakat bunder,pihak pemerintah desa Bunder dan merugikan negara

“adapun hasil musyawarah tadi diantaranya,bahwa,pihak PT.Bakti Land sebagai pihak pembeli akan mengembalikan tanah bengkok milik desa kepada pihak pemerintah desa Bunder,namun dalam perkara ini kami /masyarakat desa Bunder juga menuntut agar penegakan hukum atas perbuatan yang berpotensi pada kerugian negara harus tetap di tempuh,agar menjadi edukasi bagi kita semua khususnya para perangkat pemerintahan desa dan pemerintah daerah di kabupaten Kuningan pada umumnya,hukum itu dibuat untuk di tegakan, perbuatan melawan hukum harus mendapatkan ganjaran hukum,tanpa membedakan siapa pelakunya,” tegasnya

Melanjutkan penjelasannya,tanah bengkok desa adalah tanah negara,tanah yang tidak dipunyai dengan sesuatu hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, dan/atau tidak merupakan tanah ulayat Masyarakat Hukum Adat, tanah wakaf, barang milik negara/daerah/desa atau badan usaha milik negara/ badan usaha milik daerah, dan tanah yang telah ada penguasaan dan belum dilekati dengan sesuatu hak atas tanah

“penyerobotan tanah termasuk ke dalam penyalahgunaan wewenang terhadap hak milik tanah,pemerintah melalui undang-undang telah mengatur pasal khusus untuk memberikan kemudahan kepada korban yang mengalami penyerobotan tanah,”terangnya

Tanah secara yuridis dalam Pasal 1 ayat (1) huruf a UU No. 51 Prp Tahun 1960 tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Ijin Yang Berhak Atau Kuasanya adalah tanah yang langsung dikuasai oleh negara.

“mengambil hak orang lain merupakan tindakan melawan hukum,tindakan ini dapat berupa menempati tanah, melakukan pemagaran, mengusir pemilik tanah yang sebenarnya, dan lain sebagainya”ujarnya

masih dalam keterangannya,seseorang dapat menguasai tanah dengan memiliki bukti sertifikat hak milik yang harus didaftarkan pada lembaga yang berwenang untuk pendaftaran tanah, yaitu Badan Pertanahan Nasional (BPN),

penyerobotan lahan kosong masuk ke dalam bezit. Bezit merupakan kedudukan menguasai atau menikmati suatu barang yang ada dalam kekuasaan seseorang secara pribadi atau dengan perantara orang lain seakan-akan barang itu miliknya sendiri,

pemegang hak tanah yang sah yang dibuktikan dengan kepemilikan sertifikat tanah, dapat mengajukan gugatan untuk mempertahankan dan melindungi haknya berupa gugatan melawan hukum jika timbul kerugian atas hal tersebut,” tuturnya

Penyerobotan tanah termasuk juga di dalamnya mencuri atau merampas. Melakukan klaim sepihak dan diam-diam, melalui pematokan tanah atau pagar untuk menandai bahwa tanah tersebut sudah menjadi hak milik pelaku secara paksa,

“menurut Pasal 2 UU 51/Prp/160, dilarang memakai tanah tanpa izin yang berhak atau kuasanya yang sah,

dalam Undang-Undang KUHP Pasal 385 ayat (1) dan ayat (6), tindakan penyerobotan tanah diancam dengan pidana penjara maksimal 4 tahun,

pasal tersebut berbunyi, barangsiapa dengan maksud menguntungkan diri atau orang lain secara melawan hukum, menjual, menukarkan, atau membebani dengan credietverband sesuatu hak atas tanah, gedung, bangunan, penanaman, atau pembenihan, padahal diketahui bahwa yang mempunyai atau turut mempunyai hak atasnya adalah orang lain,

berdasarkan Pasal 502 UU Nomor 1 tahun 2023, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp.500Juta, setiap orang yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, menjual, menukarkan, atau membebani dengan ikatan kredit suatu hak menggunakan tanah negara atau rumah, usaha tanaman atau pembibitan di atas tanah tempat orang menggunakan hak atas tanah tersebut.”jelasnya

Terkait ijin tetangga,selama ini pihak perangkat dan kepala desa Bunder memberikan klarifikasi kepada masyarakat menyatakan tidak ada ijin,dan hanya pernah diundang sosialisasi oleh PT.Bakti Land di desa Datar.

“ironis PT.Bakti Land menyatakan bahwa AMDAL sedang dalam proses pembuatan,sementara, pihak kades belum pernah menandatangani ijin tetangga,dimana ijin tetangga adalah merupakan salah satu syarat dalam pembuatan AMDAL,

ijin tetangga di tuangkan dalam berita acara yang didalamnya ada perjanjian dan batas batas wilayah yang wajib di jaga,bukan hanya tanda tangan RT/RW saja,”ungkapnya

Dalam hal tersebut pihak kepala desa Bunder akhirnya mengakui,bahwa dirinya sudah menandatangani ijin tetangga,dan dirinya menyatakan permohonan maaf,atas kelalaiannya telah menandatangani ijin tetangga tanpa pemberitahuan kepada para perangkat desa,BPD dan masyarakat desa Bunder.

Menindaklanjuti Kasus perkara ini SBI akan melakukan koordinasi dengan pihak aparat penegak hukum (APH),agar tuntutan supremasi hukum masyarakat desa bunder dapat terwujud.

 

(Samsul)